Categories
#catatan-harian #fiksimini #menulis #MondayFlashFiction

Di Dapur

DI DAPUR

Anak:

Semalam aku mendengar Papa dan Mama bertengkar di dapur lagi. Lagi-lagi soal uang. Sudah hampir seminggu kami tidak makan. Aku mulai kelaparan sekali. Tubuhku semakin kurus dan lemah. Aku sudah semakin sulit bangkit dari tempat tidur.

“Kita masih punya air minum, ‘kan?” bentak Papa. “Puasa aja dulu. Aku belum dapat kerjaan lagi.”

“Ya sudah, kalo begitu aku saja yang kerja!” balas Mama tak kalah keras. “Mbok Mini dari kemaren nawarin aku jagain warungnya.”

“Kamu perempuan dan istri, di rumah saja! Apa kata tetangga nanti, kalo liat suami nganggur tapi istrinya kerja?”

“TRUS ANAK KITA MAU MAKAN APA, HAH?!”

PLAK. Sunyi seketika. Kuputuskan untuk memejamkan mata …

Aneh, keesokan siangnya Mama membangunkanku sambil tersenyum. Beliau menyuapiku daging yang baru dimasak. Enak, karena aku sudah sangat kelaparan. Namun, aku merasa aneh dengan rasa daging ini …

“Ma, ini daging apa?”

“Sssh, sudah. Makan saja biar kamu cepat sembuh.”

Ibu:

Aku lega anakku akhirnya mau makan. Pipinya mulai semburat pink. Dia menghabiskan makanannya.

“Papa mana?”

“Kamu udah nggak usah mikirin Papa lagi. Yang penting kamu makan.”

Yang penting anakku makan. Laki-laki yang hanya tahu cara bikin anak tanpa mau peduli cara mengurusnya. Kutatap gundukan tanah di kebun belakang yang masih baru dan tersenyum puas.

Pengorbananmu tidak sia-sia, bahkan meski kamu takkan pernah menyadarinya. Aku mulai sibuk mencuci seprai bernoda darah dengan sisa sabun yang masih ada. Sekarang anak kita bisa makan, meski aku tak yakin kami bisa menghabiskanmu. Kamu menjual satu-satunya kulkas bulan lalu.

Besok aku akan mulai bekerja dengan Mbok Mini. Bila ada yang bertanya tentangmu, cukup kubilang saja kamu kabur dengan perempuan lain. Cerita suami tak bertanggung jawab sudah terlalu banyak di negeri ini …

Categories
#catatan-harian #menulis

Surga Duniaku: Perpustakaan

Dari kecil aku sudah sangat suka membaca. Mulai dari komik, majalah, koran, hingga buku fiksi. Novel adalah nomor satu favoritku, disusul dengan kumpulan cerpen dan puisi.

Awalnya sih, suka curi-curi baca gratisan di toko buku. (Biasanya dulu suka begini sama almarhum Papa dulu.) Kadang suka minta dibelikan buku. Memang itu salah satu kado favoritku. Bahkan, setiap kali Papa dapat tugas keluar negeri, aku selalu minta oleh-oleh buku. Apalagi, era 1990-an adalah masa buku-buku berbahasa Inggris masih terbilang mahal dan langka.

 

Perpustakaan Sekolah:

Zaman dulu, kesannya kalau ketahuan suka ke perpustakaan sekolah itu cupu banget. Nggak gaul dan nggak asik. Mending jajan di kantin sambil ngobrol nggak keruan dan menunggu bel selesai istirahat berbunyi.

Anehnya, dari dulu aku tidak peduli. Rasanya menyenangkan saja saat bisa membaca buku secara gratis. Ibaratnya melarikan diri sejenak dari realita. Jujur, di kala itu, hidup rasanya monoton dan membosankan sekali.

Bisa dibilang, aku cukup bisa menghemat uang jajan dengan tidak membeli buku melulu saat itu. Ya, meskipun yang kubaca di perpustakaan sekolah rata-rata buku-buku lama.

 

Sempat Berhenti Karena Baru Mengenal Internet:

Aku mulai mengenal internet saat kuliah dan sempat kecanduan. Apalagi, aku bisa membaca banyak e-book gratis. Tinggal sekali klik, banyak pilihan.

Nggak hanya itu, aku juga sempat kecanduan blogging (sebelum tahu kalau ternyata aku bisa punya domain sendiri.) Enak, ada tempat curhat gratisan. Nggak kayak ngomong sama orang, yang berisiko dipotong bila lawan bicara nggak tertarik atau emang nggak respek sama sekali.

Lewat blogging, aku mulai mendapatkan banyak teman dari berbagai negara. Rasanya menyenangkan sekali. Kemampuan berbahasa Inggris-ku juga bertambah.

 

Jatuh Cinta Lagi Dengan Perpustakaan:

Aku lupa. Kapan ya, persisnya? Mungkin saat mulai kembali mengunjungi perpustakaan lokal yang ada. Kadang juga suka main ke kafe yang menyediakan berbagai bacaan gratis. Eh, karena gratis dibaca, bukan berarti boleh sekalian dibawa pulang, lho!

Perpus tempat kerja jadi pelarianku kala jenuh. Sayang, kali ini waktu luang untuk membaca (dan menulis) mulai berkurang. Aku sudah harus mulai lebih pintar mengatur waktu.

Padahal, masih banyak sekali buku yang ingin dan harus kubaca. Masih banyak sekali yang ingin dan harus kutulis.

Sepertinya juga akan selalu demikian …

 

Perpustakaan Paska-Pandemi:

Sejak paska-pandemi, aku mulai memupuk kembali kebiasaan lebih banyak keluar rumah. Lebih banyak jalan-jalan. Maklum, kelamaan #WFH (working from home) selama dua tahun pertama pandemi bikin mager (malas bergerak).

Sayangnya, lagi-lagi jam kerja bikin aku harus bersiasat kalau mau main ke perpus. Tahu sendiri ‘kan, perpus biasanya tutup pas weekend? Kalau pun buka, biasanya tidak selama hari kerja.

Eh, tahunya sekarang Sabtu juga jadi hari kerjaku. Untungnya sih, Senin kalau tidak terkena lemburan juga libur. Jadi, ke perpus-nya Senin saja kali, ya? Hehehe …

 

Perpustakaan Jakarta di TIM:

Seharusnya aku menulis ini lebih cepat. Sayangnya, jadwal dan kewalahan mengatur waktu menjadi penyebabnya.

Pada 18 September 2022 kemarin, aku berkesempatan mengunjungi Perpustakaan DKI Jakarta untuk pertama kalinya. Waktu itu, aku diundang untuk acara diskusi buku bersama Klub BRD (Baca-Rasa-Dengar) dan Infermia Publishing. Buku yang dibahas berjudul “To Be In Love with You Is To Be In Love with Myself Too” karya Asih ( @asihsimanis ), seorang insinyur dan dosen ITB Seni Rupa. Keren banget, ya?

Singkat cerita, acara tersebut berjalan lancar. Aku ingin membahas perpustakaannya.

Satu yang kukeluhkan di sini adalah akses menuju perpustakaan tersebut. Dengan enam lantai perpus dan eskalator di dalam, tapi tangga masuk di luarnya malah rada curam. Memang sih, perpus-nya menyasar target anak muda sebagai pengunjung. Selain itu, ada lift yang sebenarnya (dan seharusnya) diprioritaskan untuk keluarga yang datang dengan anak-anak kecil, orang tua, dan penyandang disabilitas.

Tapi … yah, namanya juga mayoritas orang Indonesia. Meskipun kaki masih sehat dan tubuh masih kuat karena usia muda, kenapa tidak naik lift saja? Lebih cepat. Tidak perlu capek-capek naik tangga. Apalagi, alasan mayoritas dari mereka adalah: “’Kan nggak ada larangan untuk naik lift” atau “Ya ’kan, nggak ada larangan yang lain nggak bisa atau nggak boleh ikutan naik lift.”

Atau malah sok-sok melarang: “Ya udah, kalo emang gak mau diribetin sama ulah orang lain, gak usah dateng aja sekalian!”

Iya juga, sih. Cuma, masalahnya lift hanya satu. (Setidaknya saat itu.) Kalau bukan prioritas dan sedang ada pengunjung lansia, disabilitas, atau yang bawa anak, mbok ya, mereka didahulukan, gitu. Tapi, sudahlah. Susah banget ngomong sama macam mereka.

Secara keseluruhan, Perpustakaan DKI Jakarta lengkap. Selain buku-buku berbagai genre, ada berbagai ruang untuk riset, fotokopi, hingga untuk bikin siniar (podcast).

Hmm, untuk yang terakhir, moga-moga aku bisa meminjamnya secara gratis. Maklum, dari kemarin proyek siniar-ku nggak jadi-jadi terus.

Aku telah mendaftar di perpus itu secara online. AC di ruangannya cukup adem. Di sana juga ada komputer dan audiobook yang bisa dipinjam. Mau bawa laptop sendiri juga boleh. Tinggal koneksi sendiri ke wifi di sana.

Tak sabar rasanya ingin ke perpus lagi …

 

R.

Categories
#fiksimini #menulis #MondayFlashFiction

Anjing!

Aku tidak tahu masalah mereka yang selalu memanggil-manggilku atau menyebut-nyebut rasku. Aku bahkan bingung saat mereka menggunakan namaku sebagai kata makian. Memangnya apa salahku? Apakah aku seburuk itu?

Contohnya, segerombolan pemuda dan pemudi yang duduk di warung malam itu. Aku bersyukur, pemilik warung mengizinkan anjing ikut masuk, selama tidak membuat rusuh. Aku duduk dengan patuh, menunggu majikanku – seorang perempuan paruh baya pendiam yang baik hati – memesankan semangkuk daging dan semangkuk air putih khusus untukku. Aku langsung makan dengan lahap di dekat kakinya, sementara majikanku menyantap pesanannya dalam diam.

Nah, pemuda-pemudi itu mengobrol dengan suara keras, sesekali diselingi bahak yang mengganggu sekali. Kuhitung sudah lebih dari sepuluh kali mereka menyebut kata ‘anjing!’ dengan nada mengejek atau mengumpat. Mengganggu konsentrasiku makan saja, karena aku merasa dibicarakan. Lihat, mereka bahkan tidak sadar bahwa manusia-manusia lain di sekeliling mereka tampak tidak nyaman dengan kelakuan mereka. Mereka pikir mereka keren kali, ya?

Majikanku mengelus lembut kepalaku saat kami berdua sama-sama selesai makan. Kulihat wajahnya yang mulai berkeriput tampak tenang saat menatap gerombolan berisik di meja seberang yang tak henti-hentinya memaki dengan namaku.

“Tersinggung, ya?” bisiknya padaku. “Tenang, Mama akan tangani mereka.”

Sebenarnya, aku tidak mau majikanku harus melakukan itu, setiap kali ada yang menyinggungku. Namun aku tidak bisa mencegahnya kalau sudah punya mau. Kulihat mulutnya mulai komat-kamit mengucapkan mantra yang sangat kukenal.

Esoknya sudah bisa kutebak. Majikanku akan menunjukkan kabar berita yang sama. Sekelompok anak muda menjerit-jerit ketakutan saat melihat anjing di ruang publik sehingga harus dirawat di RSJ. Mereka mengaku, setiap kali menyebut kata anjing, selalu ada anjing kelaparan dan galak yang muncul tiba-tiba, meneror mereka dengan tatapan sangar dan geraman tanpa henti. Dikasih makanan pun tak kunjung pergi …

 

Categories
#fiksimini #menulis #MondayFlashFiction

Di Dalam Lemari

Semua ini salahku. Seharusnya aku tidak meninggalkan Adik Kecil sendirian di dalam lemari. Saat itu, kami tengah bermain petak umpet bersama Para Sepupu yang lebih tua. Karena kesal lebih sering kalah dalam permainan, aku mengajak Adik Kecil untuk masuk agak jauh ke dalam hutan. Sampai sana, kami menemukan sebuah rumah reyot tak berpenghuni. Kami masuk dan menemukan kamar tidur berlemari.

Adik Kecil memutuskan untuk bersembunyi di dalam lemari itu. Sayang, isinya terlalu sempit untuk kami berdua. Akhirnya, aku pasrah hanya bersembunyi di balik dinding.

Tentu saja, Para Sepupu menemukanku duluan. Sayang, Para Orang Tua juga menemukan kami dan memarahi kami semua. Kami pun diseret pulang dengan bentakan sepanjang jalan. Ingin kuberitahu mereka mengenai Adik Kecil yang masih di dalam lemari, namun aku malah disuruh diam.

Kutunggu sampai mereka tenang, baru kuberitahu soal keberadaan Adik Kecil di dalam lemari di rumah yang ada di tengah hutan itu. Aneh, Mama malah menangis. Para Sepupu tampak pucat. Papa, meski dengan suara bergetar, berusaha berbicara denganku:

“Kamu lupa, ya? Adik sudah nggak ada.”

Tidak. Aku tidak mau mendengarnya. Aku tidak mau mendengar cerita yang sama, tentang bagaimana itu bukan salahku. Salah gempa, yang membuatku ketakutan dan berlari keluar rumah – tanpa melihat bahwa Adik tertimpa lemari …

 

Categories
#catatan-harian #menulis

Refleksi Akhir Tahun 2022

Banyak yang menulis tentang refleksi akhir tahun. Setiap tahun pasti berbeda-beda.

Begitu pula tahun ini. Jadi, apa refleksiku kali ini? Cukup banyak, tapi semoga bisa kujabarkan semuanya sejelas mungkin:

  • Rasanya lumayan jungkir balik juga, berusaha menyesuaikan diri kembali dengan dunia nyata. Yang tadinya lebih banyak ngendon di kamar, sekarang harus mulai sering-sering keluar.
  • Rasanya masih nggak rela kalo badan udah mulai gampang capek. Sayangnya, umur emang udah nggak mau kompromi. Capek ya, capek aja. Terima kenyataan kalo kamu emang perlu mengkaji ulang jadwal tidurmu.
  • Rasanya sedih, tapi emang nggak semua orang akan selalu ada buat kamu. Yang lebih sedih, kadang kamu nggak usah nunggu mereka mati dulu. Perubahan sikap mereka karena satu atau lain hal ibarat ‘kematian sosok mereka yang dulu’.

Selamat Tahun Baru 2023.

 

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Selingkuh dan Alasan-alasan Basi Mengenai Sebabnya

Kemaren-kemaren TL media sosial sempat rame dengan kabar perselingkuhan dua selebriti. Ada Adam Levine, vokalis Maroon 5 yang selingkuh sama Sumner Stroh, padahal istrinya sendiri – Behati Prinsloo, lagi hamil anak ketiga mereka. Ini bukan yang pertama dan Behati sendiri termasuk supermodel yang dianggap cantik jelita.

Saya nggak minat membahas si lelaki di atas. Keenakan dia kalau terus-terusan jadi spotlight, sementara perempuan yang harusnya dia kasihi dan hormati malah dia sakiti.

Banyak Spekulasi Basi Soal Penyebab Perselingkuhan

“Kalo perempuannya cantik dan bisa merawat diri, laki-laki nggak bakal lari …”

“Kalo perempuannya nggak dominan, lebih penurut, dan bisa terus kasih makan ego laki-laki biar nggak minder, laki-laki nggak bakal cari yang lain lagi … “

“Perempuan yang baik itu kudu sabar dan pemaaf. Namanya juga nikah, ya jangan ngarep gampangnya aja. Banyak-banyak doa sama introspeksi diri deh, siapa tahu lakinya bisa segera tobat … “

… dan sekian banyak spekulasi basi lainnya yang berseliweran, terus diulang-ulang tiap tahun sampai bosan. Ajaib masih ada juga yang kemakan kebusukan semua spekulasi tersebut. Nggak tahu apa kena Stockholm Syndrome atau memang kurang dapat privilege berupa pilihan hidup lainnya yang lebih baik, yang bisa bikin mereka merasa (lebih) berdaya dan berbahagia.

Padahal, kenyataannya banyak yang seperti ini:

  1. Beauty privilege nggak menjamin kamu bebas dari kemungkinan diselingkuhi.

Inilah beberapa pendapat yang sering terdengar dan bikin saya merasa eneg setengah mati:

“Kalo yang selingkuh itu cakep / cantik sih, nggak heran. Ada modal tampang, sih!” (Yang secara nggak langsung mewajarkan perilaku pelaku perselingkuhan macam Adam Levine – yang kenyataannya dianggep cakep sama banyak kaum Hawa.)

“Gak tau diri banget. Udah muka pas-pasan, masih berani selingkuh. Kalo gak karena tajir, paling main pelet.” (Terlepas dari memang ada beberapa bukti demikian di lapangan, ucapan di atas seakan tetap mewajarkan perselingkuhan bila pelakunya secara fisik menarik dan punya uang banyak. Heran juga, hari gini masih ada saja yang menyamakan selingkuh dengan prestasi – atau sebagai bukti dan validasi bahwa mereka tuh, ‘LAKU BANGET’. Iya, ampe udah nikah pun, masih banyak yang mau!)

“Elo sih, nggak merawat diri. Laki lo lari!” (Paling menyakitkan kalo ucapan macam ini datang dari sesama perempuan, yang harusnya saling mendukung dan menguatkan malah makin menjatuhkan. Yang selingkuh siapa, yang disalahin siapa. Daripada selingkuh, lakinya ‘kan, bisa cari cara lain. Ya komunikasi, ya kasih dana dan ruang bagi istri untuk lebih rileks dan merawat diri. Sama, dulu menikah karena apa, sih? Bukan cuma karena tampang doang, ‘kan?)

“Duh, bini dah spek bidadari gitu, dia masih selingkuh. Emang mau cari yang kayak gimana lagi, siiih? Apa jangan-jangan bininya cantik-cantik tapi nggak bisa melayani?” (Baguuus, salahin aja perempuannya teruuus! Selain itu, kesannya hanya mereka yang dianggap rupawan yang nggak boleh diselingkuhin. Sementara itu, yang dianggep kurang atau nggak cakep / cantik sama sekali sah-sah saja diperlakukan seperti sampah lewat perselingkuhan. Bahkan, ada yang sengaja melakukan exit affair, yaitu sengaja selingkuh demi memancing pasangan yang sekarang untuk segera mengakhiri hubungan mereka. Cara pengecut, padahal sebenernya hanya udah nggak tahan lagi liat muka pasangan yang sekarang. Ada kok, yang sekejam itu. Ngelunjak pula, karena masih minta dimaklumi.)

  1. Menuruti pasangan – apalagi sampai 100 persen – juga nggak menjamin kamu nggak akan diselingkuhin.

Dandan sesuai maunya si dia? Cek. Berhenti kerja dan di rumah saja, supaya cukup dia yang cari nafkah? Cek. Mengalah setiap kali berdebat, meskipun jelas-jelas kamu yang benar? Cek. Pokoknya, jangan sampai dia merasa kehilangan wibawa dan kalah. Kasihan, egonya lemah.

Pada kenyataannya, banyak banget yang memanfaatkan pasangan submisif macam ini untuk … tetap selingkuh. Alasannya juga selalu ada. Pasangan mulai terasa ‘membosankan’ (padahal mereka juga yang sudah melakukan gaslighting pada pasangan sendiri, sampai pasangan akhirnya lemah mental dan nggak punya sikap.)

Ada juga yang alasannya lebih brengsek lagi. Karena tahu pasangan submisif (apalagi juga udah nggak punya penghasilan sendiri, sehingga otomatis bergantung total pada mereka), mereka merasa masih aman-aman saja untuk terus selingkuh. Kalau pun sampai ketahuan, toh pasangan juga nggak akan bisa berbuat apa-apa. Nggak ada pilihan selain (terpaksa) memaafkan mereka dan (lagi-lagi hanya bisa) introspeksi diri sendiri.

Sementara itu, si tukang selingkuh sialan masih selalu bisa pulang untuk dilayani. Seperti biasa. Yang sial kalau sampai ada yang nggak peduli, pulang-pulang bawa bonus penyakit menular. Hiii …

  1. Punya sikap dibilang dominan dan berego tinggi, giliran patuh total juga dianggap bodoh dan gampang dikerjai.

Serba salah memang jadi perempuan di dunia patriarki. Punya sikap dibilang dominan dan berego tinggi, makanya bikin laki-laki ngeri. Giliran patuh total juga dianggap bodoh, disepelekan, dan gampang dikerjai.

Kata siapa menurut 100 persen sama pasangan itu aman dari selingkuh? Banyak IRT (ibu rumah tangga) yang tertular HIV dari suami mereka yang doyan selingkuh. Masyarakat juga nggak jelas maunya. Perempuan dianggap lebih sabar, sehingga diharapkan jadi terapis gratisan lelaki bermasalah. Giliran lelaki enggan berubah, perempuan juga yang disalahkan.

Stop Perlakukan Pelaku Perselingkuhan Seperti Anak Kecil yang Tidak Bisa Menahan Diri atau Binatang Tak Berakal

Nggak heran kalau masih banyak sekali netizen yang kecewa banget sama kelakuan Adam Levine. Gimana enggak? Mereka juga yang kemakan spekulasi basi kalau beauty privilege berarti bebas dari risiko diselingkuhi. Kalau banyak yang sudah paham, sebenarnya saya nggak perlu menulis sampai sepanjang ini hanya untuk mengatakan:

“Selingkuh terjadi karena niat si pelaku.”

Stop perlakukan mereka seperti anak kecil yang tidak bisa menahan diri atau binatang tak berakal. Kalah mereka sama angsa, merpati, burung hantu, dan serigala yang masih setia sama pasangan mereka sampai mati. Harusnya pelaku perselingkuhan punya malu, bukannya minta dimaklumi melulu!

 

R.

Categories
#catatan-harian

Kemaruk!

“Kemaruk!”

Sewaktu muda, hidup rasanya begitu luar biasa. Kamu merasa yakin bisa melakukan semuanya. Semuanya mau kamu kerjakan. Kamu kira kamu bisa menyelesaikan semuanya. Apalagi bila kamu punya ambisi untuk mendapatkan uang banyak.

Lalu, tanpa sadar kamu mulai kehabisan tenaga dan waktu. Kamu mulai kelelahan. Tidak semuanya bisa segera kamu selesaikan. Akhirnya, tentu saja sudah bisa ditebak:

Kamu tidak hanya mengecewakan dirimu sendiri. Kamu mengecewakan orang lain. Kamu lupa mengukur tenagamu sendiri.

 

Tahu Waktu, Ukur Diri:

Salah satu tantangan terberat dari pertambahan usia adalah saat harus tahu waktu dan ukur diri. Sadar bahwa waktu 24 jam dalam sehari tidak bisa diisi dengan semua hal yang ingin kamu lakukan seketika. Sadarlah, kamu tidak mungkin melakukan semuanya.

Mengapa? Jiwa boleh terasa muda, semangat boleh tetap membara. Sayangnya, tenaga belum tentu cukup seperti biasa atau ada. Meskipun berat, ada kalanya kita harus belajar menerima kenyataan.

Ya, kita pun bisa lelah. Kita berhak beristirahat. Kita hanya manusia biasa. Nggak apa-apa kok, bila sesekali ingin sedikit mengurangi load kerjaan atau mengajukan cuti sekalian. Nggak dosa kok, kalo weekend lebih memilih di rumah saja – demi tidur sedikit lebih lama dari biasanya.

Kemaruk tidak melulu soal makan terlalu banyak atau belanja kelewat menggila. Bisa juga karena berolahraga terlalu keras atau bekerja terlalu banyak.

Ingat, semua harus ada porsinya.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Mudahnya Bikin Website untuk Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb

Mudahnya Bikin Website untuk Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb

Rumahweb, aku pun tergoda untuk bikin blog untuk diri sendiri. Berawal dari senang-senang, kemudian aku ingin lebih serius. Salah satunya adalah mewujudkan Mudahnya Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb. Kenapa tidak? Kini sudah banyak blogger dan content writer yang mengawali bisnis mereka dari blog pribadi.

Banyak Cara Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb Dengan Domain Murah

Sebagai salah satu provider layanan jasa pembuatan domain, hosting, hingga website, Rumahweb sangat user-friendly. Aku dapat menciptakan branding produkku sendiri lewat blog pribadi. Aku memang belum terpikir sampai membuat toko online sendiri, namun anggap saja semua tulisan di blog-ku sebagai portofolio.

Lalu, bagaimana agar blog kamu dapat dijadikan tempat untuk memulai bisnis online di rumah bersama Rumahweb? Inilah lima (5) cara untuk memanfaatkan Rumahweb sebagai bisnis online:

  • Rancang platform sesuai kebutuhan bisnismu, seperti: blog, website, hingga toko online. Untuk blog, kamu dapat menggunakan platform WordPress, Blogger (Blogspot), atau yang lain.
  • Tujuan tujuan dan konten atau materi blog kamu. Misalnya: kamu ingin mempromosikan tulisan, desain, atau bahkan barang-barang yang kamu mau jual di toko online kamu. Mau promosi jasa lainnya juga boleh.
  • Tentukanlah target pembaca atau konsumen berdasarkan demografi standar, seperti: rentang usia, jenis kelamin, dan lain-lain.
  • Beli domain saja bila platform pilihanmu adalah Blogger (Blogspot). Bila ingin membeli domain berikut hosting, kamu dapat menggunakan WordPress dan platform lain.
  • Update isi blogmu secara konsisten agar pembaca atau konsumen selalu tahu yang terbaru. Misalnya: artikel atau produk terbaru. Tidak perlu setiap hari bila sulit, namun tentukan jadwal. Misalnya: dalam seminggu, kamu wajib update tiga (3) kali – yaitu setiap Senin, Rabu, dan Jumat.

Banyak cara untuk mewujudkan Mudahnya Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb. Inilah tiga (3) contoh utama:

  • Menjadi seorang blogger atau content writer.

Seperti yang sudah disebutkan tadi, aku juga berprofesi sebagai seorang blogger atau content writer. Memang, akhir-akhir ini aku sedang jarang menulis di blog-ku sendiri. Alasannya adalah kesibukan di pekerjaan utama disertai menulis untuk pesanan orang lain atau ghostwriting.

Namun, bagi pemula dalam bidang ini, mempunyai blog pribadi dengan domain buatan sendiri merupakan langkah awal branding yang baik. Lewat contoh semua tulisanmu di blog, pembaca bisa mengetahui ciri khas tulisanmu. Siapa tahu ada media digital yang tertarik ingin bekerjasama denganmu perihal penulisan artikel atau proyek sejenis.

  • Membuka kursus online.

Banyak kursus online yang bisa kamu tawarkan lewat domain dan hosting website pribadimu lewat Rumahweb. Misalnya: kursus kepenulisan, kursus penerjemahan, hingga kursus editing. Bila ingin menawarkan kursus desain, kenapa tidak? Tentu saja, website hanyalah media promosi sekaligus ibarat kantor digital untuk bisnismu.

Tentu saja, saat berinteraksi dengan peserta kursus, kamu tetap membutuhkan platform yang interaktif, seperti Google Meet atau Zoom. Jangan lupa sambungkan tautan kelas online dari salah satu platform chat tersebut ke website kamu.

  • Menjual produk berupa barang atau jasa lewat toko online.

Sekarang sudah banyak toko online yang menawarkan produk berupa barang atau jasa. Misalnya: kamu hobi berjualan pernak-pernik buatan sendiri atau membuka jasa terjemahan dan penulisan artikel pesanan (ghostwriting). Meskipun promosi lewat media sosial semacam Instagram dianggap lebih menarik perhatian, bisnismu tetap membutuhkan website atau toko online sebagai tempat resmi untuk berinteraksi.

Ya, sebenarnya di atas cuma sebagian kecil contoh untuk mewujudkan betapa Mudahnya Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb. Bila aku masih konsisten dengan tulis-menulis sebagai bagian dari bisnis, bagaimana denganmu? Apa idemu untuk memulai bisnis online bersama Rumahweb?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Negeri Pendukung Pemerkosa

Negeri ini aman bagi pemerkosa.

Silakan, banyak yang bisa berbuat suka-suka.

Korban bisa kau salahkan dengan banyak cara:

Pakaian mereka, cara bicara,

hingga yang paling jelas – JENIS KELAMIN MEREKA.

Pokoknya, buat semua tercela,

sementara kau mengaku korban sesungguhnya,

tak berdaya, lemah, begitu mudah tergoda

layaknya binatang liar tanpa akal.

Negeri ini masih aman bagi pemerkosa,

karena korban masih dipaksa melawan stigma,

mulai dari murahan hingga wahai penggoda.

Cukup perlambat langkah mereka,

karena saat semua bukti sudah ada,

mereka sudah kembali lebih dalam terluka,

hingga lelah luar biasa.

Kau cukup bicara soal tercorengnya nama.

Tanpa sesal, karena kau yakin masih akan baik-baik saja.

Apalagi, pendukungmu banyak yang buta hati, meski masih punya mata.

Negeri ini aman bagi pemerkosa,

apalagi bila kamu terkenal dan kaya raya.

Kamu punya lebih banyak kuasa

menyuap dan membungkam mereka

membayar para pendukung setia

khusus meneror semua yang tak suka.

Kalau sampai harus dipenjara,

tenang, biasanya takkan lama.

Hukuman pun seadanya.

Saat akhirnya bebas, kamu masih sama.

Kembali seperti sedia kala,

seakan tidak pernah ada apa-apa.

Negeri ini aman bagi pemerkosa.

Kau akan banyak diliput media

karena korbanmu tidak menarik minat mereka.

Kau akan disambut bak pahlawan berjasa,

bintang paling bercahaya,

meskipun baru keluar dari penjara.

Persetan dengan realita yang menyakitkan mata.

Yang penting, masih banyak pendukung buta.

Ah, rasanya seperti surga dunia.

Bukankah demikian, wahai pemerkosa?

Cukup nyatakan kau telah menebus dosa,

lalu tampil dengan senyum pada dunia

tanpa peduli korban yang masih trauma.

Yang penting,

kau dapat kesempatan kedua

untuk kembali berlaga di layar kaca …

Ah, beruntungnya para pemerkosa

hidup di negeri yang selalu mendukung mereka …

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Teman-teman Lama dan Mantan Teman-teman

Foto: Teman-teman

Tentang Teman-teman Lama dan Mantan Teman-teman

Ini percakapan saya dengan seorang sahabat. Pandemi Covid-19 edisi Omicron ini memang semakin menyebalkan. Bikin susah ketemuan, tapi mau nggak mau emang harus ekstra sabar.

Di depan dua gelas kopi di atas meja marmer, kami berdua pun larut dalam percakapan. Awalnya, kami saling bertukar cerita dan sama-sama mengenang teman baik kami yang telah berpulang tahun lalu.

“Natal kemarin, keingetnya pengen kasih dia kue bikinan sendiri,” kata sahabat dengan sedih. “Eh, pas baru mau bikin, baru keinget kalo dia udah meninggal.”

Sesaat kami berdua terdiam, sama-sama larut dalam kesedihan. Lalu, entah kenapa, tahu-tahu pembicaraan kami beralih kepada … mantan teman-teman.

Singkat cerita, sahabat pernah punya seorang teman yang cukup dekat. Hubungan mereka mulai renggang sejak teman si sahabat mulai sering mengeluh. Kebetulan berasal dari keluarga kelas menengah ke bawah, teman si sahabat selalu mengeluh bahwa hidup ini tidak adil. Mengapa orang lain hidupnya selalu lebih mudah? Mengapa dia selalu susah?

“Sebenernya dia udah pernah beberapa kali dapet kerjaan bagus,”keluh sahabat. “Sebenarnya dia juga pintar. Bahasa Inggris-nya bagus.”

“Lho, terus kenapa?”

“Selalu ada saja yang salah di matanya,” lanjut sahabat lagi. “Entah itu bos nyebelin, gaji terlalu kecil tapi kerjaan banyak, sama entah apa lagi. Baru sebentar, resign. Sebentar-sebentar resign. Begitu terus.”

Lalu, teman si sahabat juga pernah mempunyai seorang kekasih royal. Kekasihnya rajin mentraktir dan membanjirinya dengan hadiah-hadiah mewah. Bahkan, si teman sempat mendapatkan uang saku segala. Untuk sesaat, tentu saja dia sangat bahagia. Meskipun belum punya pekerjaan, dia bisa hidup enak. Tidak perlu khawatir akan uang.

Sayang sekali, dongeng cintanya berumur pendek. Setelah putus, sang mantan pulang ke negaranya. Teman sahabat harus memulai segalanya dari awal lagi.

Bisa ditebak sih, kelanjutannya. Sosok ini kembali menjadi tukang mengeluh. Lama-lama, sahabatku tidak tahan lagi.

“Capek nasihatin dia terus,” katanya mengakui. “Lama-lama aku bilang, terserah dia mau apa sama hidupnya sendiri. Toh, dia sudah dewasa ini. Eh, dia malah marah-marah. Katanya, aku nggak sopan dan bukan sahabat pengertian!”

Bukan Cuma Putus Cinta:

Patah hati bukan hanya karena putus cinta. Ada yang karena kehilangan hewan peliharaan, kematian orang kesayangan (keluarga, teman, sebut saja), hingga bubarnya persahabatan. Semuanya sama saja: menyakitkan. Gak perlu main perbandingan, karena emang gak adil dan mustahil juga dibandingin.

Setiap jenis patah hati juga punya tantangannya masing-masing. Gak perlu lihat siapa yang cari gara-gara, siapa yang jadi (atau merasa) korban.

Apa sih, yang biasanya bikin seseorang menjadi ‘mantan teman’? Banyak sekali. Secara pribadi, sebenarnya saya paling enggan harus memutuskan persahabatan. Bahkan, kalau boleh mengakui, saya lebih sering ditinggalkan duluan, hehehe …

Sedih sih, pasti. Tapi, mau gimana lagi? Suka tidak suka, hal semacam ini suatu saat akan terjadi. Kadang kita hanya bisa berusaha. Bila sudah menjalankan bagian kita dan ternyata masih ambyar juga, ya sudah.

Kadang persahabatan memang terpaksa berakhir demi pembelajaran sesudahnya. Ya, mirip-mirip putusnya pacaran dan perceraian. Apakah selama ini kita sudah cukup mengenal diri kita dan mereka? Apakah ada harapan berlebihan, baik dari kita untuk mereka maupun sebaliknya?

Kadang ada hubungan yang mungkin masih bisa diperbaiki. Kadang memang ada yang harus direlakan untuk usai. Sekali lagi, kita hanya bisa melakukan bagian kita tanpa harus terlalu banyak berharap pada mereka atau siapa pun.

Bahkan, berharap pada sesama manusia – APALAGI SAMPAI KEBANGETAN – lebih banyak ruginya …

Yang pasti, kita-lah yang sebisa mungkin tetap menjadi teman bagi diri sendiri …

R.