Usaha Mengkerdilkan ‘Sabar dan Ikhlas’
‘Sabar’ dan ‘ikhlas’ adalah dua kata yang sekilas terdengar sangat indah. Nasihat dengan dua kata tersebut sering banget keluar untuk orang yang mengeluh karena sedang didera cobaan berat.
Lalu, apa yang salah dengan ‘sabar’ dan ‘ikhlas’? Gak ada. Sayangnya, kedua kata tersebut jadi kehilangan makna saat ada yang berusaha mempersempit artinya lewat taktik manipulasi. Hal ini sering terjadi, terutama akhir-akhir ini.
Contoh: kamu terlalu lama disepelekan. Hak-hakmu tidak hanya dilanggar, tapi juga dirampas. Karena sudah lelah dan muak, maka kamu meledak marah dan balas melawan. Namun, apa yang kemudian terjadi? Alih-alih didukung dan dibela, malah kamu yang disalahkan. Lho, kok? Iya, malah kamu yang kena marah! Bahkan, kamu kerap disuruh sabar dan ikhlas dengan beberapa ucapan menggampangkan masalah seperti ini:
“Kamu nggak boleh marah.”
“Sabar. Orang sabar disayang Tuhan.”
“Kamu nggak bisa mengontrol perbuatan orang lain ke kamu. Yang bisa kamu lakukan hanya mengontrol reaksi kamu ke mereka.”
Oke, sekilas semua nasihat di atas terdengar SANGAT BIJAK. Sekali lagi, nggak ada yang salah dengan nasihat untuk sabar dan ikhlas. Yang salah adalah saat kedua kata tersebut sengaja digadang-gadangkan secara manipulatif. Sabar dan ikhlas jadi terasa begitu dangkal maknanya saat kamu hanya merasa tidak nyaman dengan amarah mereka. Maumu, mereka diam saja dan tidak bereaksi apa-apa saat disepelekan. Jangan merusak suasana.
Padahal, ada kalanya orang yang terlalu sering disepelekan memang berhak dan harus marah. Mereka masih manusia yang punya perasaan, pikiran, dan harga diri, lho! Bila terlalu pasif alias banyak diam, yang ada mereka malah semakin disepelekan. Mereka akan semakin diinjak-injak, karena toh tidak akan (berani?) melawan balik. Mainnya pasrahan saja.
Setelah itu, jangan dikira masalah akan langsung selesai. Yang ada mereka malah semakin diremehkan. Intinya begini:
“Melawan sudah pasti akan ditindas. Namun, diam juga tidak akan membuat mereka berhenti menindas, apalagi bila sudah begitu jahat dan terbiasa dibiarkan berbuat jahat. Tidak akan ada kata bosan, selama mereka masih bisa menindas sampai puas!”
Sabar dan ikhlas itu bukan dua kata yang bisa dipermainkan begitu seenaknya. Sabar itu harus tetap ikhtiar, melawan yang zalim – terutama kepada yang lemah. Kalau nggak bisa dengan senjata ya, dengan tangan. Kalau nggak bisa dengan tangan, ya dengan lisan.
Kalau masih gagal juga? Ya, lawan dengan hati lewat doa, meskipun itu selemah-lemahnya iman. Jangan diam saja, karena sabar dan ikhlas tidak sama dengan “pasrahan saja tiap kali diinjak haknya”!
R.