“7 Kesalahan Klasik Para Mak Comblang”
“Masih jomblo, nih. Kenalin ke temen-temen lu yang masih single juga, dong.”
“Eh, bulan lalu baru putus, ‘kan? Mo gue kenalin ke temen gua, gak?”
“Ayolah, dicoba dulu. Siapa tahu orang ini beneran jodohmu.”
Merasa berbakat atau memang senang jadi mak comblang? Sah-sah saja. Apalagi bila niat Anda memang baik, hanya ingin melihat dua orang (yang Anda kenal) berbahagia bersama.
Sayangnya, ada tujuh (7) kesalahan klasik yang sadar atau tidak dilakukan para mak comblang:
1. Merasa paling tahu kebutuhan dan kebahagiaan si lajang, sehingga cenderung mendikte dan memaksa.
Ini kesalahan klasik nomor wahid. Kalau sudah begini caranya, jangan harap mereka mau Anda comblangin. Niat baik jadi terkesan ‘ganggu’ bila Anda memaksa dan bahkan cenderung menguliahi.
“Jangan lama-lama, ntar keburu perawan tua dan susah punya anak.” (Ini buat perempuan lajang. Sayangnya, si mak comblang lupa akan satu hal: urusan jodoh dan anak tetap di tangan Tuhan. Usaha dan mengajak boleh, tapi jangan diikuti pemaksaan dan bahkan penghinaan.)
Saran: sebelum ngotot main comblang, cek dulu kebutuhan si jomblo. Minimal mereka emang beneran mau atau setidaknya mau mencoba dulu. Ingat, nggak semua jomblo itu nggak happy lho, sama hidup mereka. Mungkin saja saat itu mereka punya tujuan lain dulu.
2. Nggak pakai cek latar belakang dan perbandingan profil.
Yang penting masih sama-sama single, dikumpulin aja dulu. Siapa tahu cocok. Padahal, menjodohkan orang tidak sama dengan mencari pasangan sepatu di antara tumpukan barang diskon. Semua juga perlu proses. Nggak ada yang main dipertemukan terus langsung jadi begitu saja kayak di cerita dongeng.
Kalau mau main statistik, mungkin ada. Tapi…berapa banyak, sih? Emangnya hidup ini kisah Cinderella?
Saran: selain melihat apakah si jomblo beneran butuh dicomblangin, cek juga latar belakang dan profil masing-masing. Seperti apakah ada kesamaan mereka, calon pasangan seperti apa yang mereka inginkan, dan sebagainya. Memang, nggak ada orang yang 100% sama, tapi setidaknya ada kesamaan yang bisa jadi bahan obrolan di awal pertemuan.
3. Terlalu kepo selama proses pendekatan.
Tugas mak comblang harusnya berhenti pada tahap: perkenalan. Setelah itu, biarkan kedua jomblo berinteraksi sendiri. Nggak perlu selalu minta mereka untuk update perkembangan hubungan mereka.
Saran: let it go. Kasih mereka privasi. Anda sendiri juga tidak mau ‘kan, adanya mata-mata intens dalam hubungan Anda sendiri?
4. Terlalu gamblang dan terkesan sangat ‘menjual’.
Iya, niat Anda baik. Percaya, kok. Namun, Anda terkesan ‘menggiring’ mereka agar cepat jadian.
“Kalian ‘kan sama-sama single. Sok atuh, coba saling kenal dulu. Semoga berjodoh.”
*krik…krik…* Oooh, pressure…
Saran: meskipun jomblo, mereka masih punya harga diri. Jangan perlakukan mereka seperti “menggiring ternak agar saling mendekat saat musim kawin”. Serius.
“Lha, kok nggak diterusin? Emang dia kurangnya apa, sih? Gue udah capek-capek ngenalin, lho.”
Saran (lagi): namanya juga berproses. Nggak bisa dipaksa harus cepat atau segera sukses. Kalau ternyata memang tidak berjodoh, memaksa mereka sama dengan menyiksa.
5. Ternyata Anda malah jatuh cinta dengan yang Anda mau comblangkan.
Nah, ini lagi konyol. Ngapain sok-sok nyomblangin mereka sama orang lain, kalau sendirinya diam-diam suka? Udah, deketin aja. Risiko ditolak pasti ada. Cuma, mau segera tahu jawaban mereka…atau penasaran seumur hidup Anda?
Saran: gimana kalau ternyata mereka suka dengan orang lain, misalnya sahabat Anda sendiri, lalu meminta Anda jadi mak comblang? Nah, kalau ini terserah Anda. Mau “rela asal si dia bahagia” (jiahh!) atau menolak dengan alasan sibuk (padahal diam-diam terluka)?
6. Ternyata yang mau dicomblangin malah naksir Anda dan baru ketahuan belakangan.
Nah, lho. Kalau sudah begini bagaimana?
Saran: kalau sama-sama suka, kabar baik. Kalau Anda tidak merasakan hal yang sama, segeralah jujur padanya, tentu dengan cara yang baik-baik. Jangan memaksa mereka untuk dicomblangi dengan pilihan Anda, meskipun misalnya yang suka mereka kebetulan sahabat sendiri.
7. Hasil akhir: mereka jodoh, Anda langsung ‘aji mumpung’ dengan bersikap pamrih. Mereka putus, Anda ikutan galau setengah mati dan berusaha jadi ‘penyelamat’.
Hasil percomblangan Anda sukses. Ikut bahagia sih, tapi kenapa tambah ‘pesan sponsor’ segala?
“PJ (Pajak Jadian) dari kalian mana? ‘Kan berkat gue juga, lho.”
Sebaliknya, mereka putus dan Anda ikutan galau. Bahkan, Anda sampai ikut turun tangan berusaha mempersatukan mereka kembali. Ngapain coba?
Saran: mereka jodoh? Berbahagialah sewajarnya. Nggak perlu mengungkit-ungkit jasa Anda di masa lalu. Bila mereka putus, deal with it. Ini bukan drama Korea dan Anda tidak akan terlihat seperti pahlawan bila ikut campur.
Berilah mereka waktu setelah putus. Bila setelahnya mereka masih meminta jasa Anda, saatnya bergerak kembali.
Jangan sampai niat baik mak comblang disalahartikan gara-gara tujuh (7) hal di atas. Selama semua pihak bersedia, semua bahagia. Termasuk Anda.
R.