7 Tipe Manusia yang Takkan Saya Layani dalam Perdebatan
Saya
tidak terlalu tergila-gila dengan perdebatan. Dulu sih, suka dan saya akan
melakukan apa pun untuk memperjuangkan yang saya yakini. Tidak masalah jika orang
membenci saya karenanya.
Yah,
saya masih tidak peduli jika mereka masih nggak suka. Saya hanya memilih
meladeni seperlunya. Daripada membuang-buang waktu dan energi saya yang
berharga untuk berdebat dengan orang-orang yang bahkan tidak sepadan, saya
lebih suka mengabaikan mereka sepenuhnya. Memang kedengarannya kejam.
Namun, demi kesehatan mental saya sendiri, saya tahu bahwa kadang-kadang saya harus “kejam demi kebaikan diri sendiri”. Saya hanya akan mengikuti prinsip “setuju untuk tidak setuju”, meskipun beberapa orang dengan ego bengkak cenderung mendorong saya melampaui batas kesabaran saya. Inilah mereka:
1. Orang-orang yang hanya ingin
menang debat – dengan segala cara.
Percuma
bicara pakai akal sehat sama mereka. Ego mereka yang membengkak terlalu rapuh.
Tidak masalah jika Anda tahu Anda benar dan Anda memiliki bukti yang cukup
untuk mendukung opini Anda.
Bagi mereka, kalah debat (terutama sama orang yang tidak mereka hormati) sama memalukannya dengan terlihat bodoh di depan umum. Mereka memang merasa bodoh, karena mereka mempertaruhkan martabat dan harga diri mereka – hanya untuk menang debat. Mereka juga bisa menjadi tipe-tipe lain (atau semuanya) di bawah ini dalam daftar kejam saya ini.
2. Orang-orang yang suka menyerang
Anda secara pribadi (terutama yang tahu persis cacat argumen mereka sendiri!)
Ketika
mereka kalah debat, mereka akan memastikan bahwa kemenangan Anda terasa seperti
kotoran. Mereka bisa meratap dengan kalimat seperti: “Tapi nggak usah jahat gitulah sama aku!” (Bahkan ketika
sudah jelas bahwa Anda menunjukkan kekurangan pada argumen mereka – bukan siapa
mereka.)
Cara kekanak-kanakan lain yang mereka lakukan adalah mengejek. Jika Anda memiliki orang-orang lain yang mendukung pendapat Anda, mereka biasanya nyinyir dengan kepahitan: “Wah, hebat. Ternyata banyak yang dukung kamu”. Ini jelas hanya langkah murahan mereka untuk membuat diri mereka merasa lebih baik. Satu kata untuk itu: menyedihkan.
3. Orang yang menolak move on dari debatan kemarin.
Apa
susahnya sih, hanya untuk “setuju untuk
tidak setuju”? Alasannya sederhana: mereka
hanya merasa tidak aman.
Menyatakan
pendapat mereka (terutama pada sesuatu yang tidak mereka ketahui) sekeras dan sekasar
mungkin tidak cukup baik. Mereka harus mendapatkan pengakuan Anda, dengan satu
atau lain cara. Mereka menuntut Anda setuju dengan mereka.
Mendiamkan
mereka juga percuma. Dalam beberapa kasus, mereka bahkan menjadi penguntit yang
berbahaya – bersikeras bahwa Anda bertatap muka untuk “membicarakan yang itu-itu lagi” (meski yang sebenarnya
mereka inginkan adalah mengancam Anda.)
Jika mereka gagal melakukannya, mereka berusaha mengeksploitasi orang lain untuk membenci Anda juga. Bagi orang yang tidak tahan kalah, ternyata mereka juga membutuhkan orang lain untuk mendukung mereka. Sementara itu, Anda punya kehidupan, dengan hal-hal yang lebih baik dan lebih penting untuk dihadapi daripada menghadapi kemarahan yang kekanak-kanakan seperti itu.
4. Orang-orang yang sombong dan
suka meremehkan (alias yang merasa paling tahu segalanya ‘).
Mereka
bertindak seperti ini hanya karena mereka yakin mereka sudah cukup membaca.
Mereka bahkan tidak mau repot-repot mendengarkan Anda atau membiarkan Anda
berbicara. (Bahkan, mereka cenderung
mengolok-olok Anda saat Anda lagi bicara.)
Mereka
selalu berpikir bahwa mereka lebih pintar daripada orang lain di sekitar
mereka. Sekali lagi, tidak penting dengan yang Anda ketahui dan bukti valid
yang Anda miliki untuk melawan argumen mereka yang cacat.
Pada
kenyataannya, selalu ada orang yang jauh lebih pintar tetapi lebih bijaksana
untuk tetap diam dan hanya berbicara ketika paling diperlukan. Mereka telah
membaca lebih banyak buku daripada mereka yang mengklaim telah membaca
semuanya, tetapi mereka tidak pernah menyombongkan diri kepada dunia.
Kalimat favorit mereka untuk menolak argumen Anda adalah: “Mana statistik buat buktiin kamu benar?” Sebelum mereka mulai meminta hal seperti itu, mengapa mereka tidak melakukan hal yang sama terlebih dahulu? Ini yang selalu terjadi ketika Anda hanya mengandalkan suara keras dan sikap kasar. Benar-benar menjengkelkan dan nggak sopan.
5. Orang-orang yang merajuk
seperti anak-anak kecil ngambekan.
Yang
benar-benar membuat saya marah dan meninggalkan argumen sama sekali adalah
ketika orang lain mulai bertindak seperti ini. Contoh paling umum yang sering saya
dengar adalah: “Iya, deh. Kamu selalu
benar dan aku selalu salah. Terserah.”
Setelah
itu, saya lebih suka menjadi tuli dan berpura-pura mereka tidak ada lagi. Mengapa?
Saya lebih suka melakukan percakapan yang sehat dan masuk akal dengan orang
dewasa betulan daripada yang hanya gede badan tapi kayak anak kecil ngambekan. Jika lain kali saya dengar
tanggapan kekanak-kanakan seperti itu, saya sarankan mereka melakukan sesuatu
yang sangat penting terlebih dahulu:
Bersikap dewasa.
6. Orang yang berdebat dengan
sesuatu yang sama sekali tidak relevan atau di luar topik hanya untuk
mengalihkan perhatian Anda.
“Apakah kamu selalu sejahat
ini sama orang-orang?”
“Kamu benci banget sama aku,
ya?”
“Jika kamu terus bertingkah seperti
ini, nggak akan ada yang mau sama kamu.”
Upaya
ini memiliki istilah yang lebih populer saat ini: ‘gaslighting‘. Alih-alih membahas topik dengan setidaknya tingkat
kedewasaan yang hampir sama (jika bukan dari segi kecerdasan atau pengetahuan),
mereka mencoba untuk fokus pada ‘apa yang
salah dengan Anda’ bukannya hanya mengakui kesalahan mereka – atau tetap fokus
di topik. Bikin gila nggak, sih?
Saran saya? Biarkan mereka yang ngomong paling terakhir dan tinggalkan mereka. Mereka sama sekali tidak siap untuk diperdebatkan; mereka hanya ingin didengar, dipahami, dan disepakati. Egois banget nggak, sih? Sebentar, itu bukan urusan Anda. Itu masalah mereka.
7. Orang yang menyadari bahwa
mereka kalah debat dan Anda benar (atau keduanya), tetapi kemudian bertindak
seolah-olah kalian telah menyetujui hal yang sama. (Padahal sebenarnya tidak.)
Ketika
argumen yang lagi panas tiba-tiba terhenti dengan jeda cukup panjang sebelum
mereka tiba-tiba berkata: “Itu
maksud saya” setelah mereka secara defensif membalas debatan Anda
sebelumnya, cukup tertawakan mereka diam-diam. Seperti yang sebelumnya, mereka hanya
perlu jadi orang terakhir yang bicara biar merasa telah memenangkan sesuatu.
Kalau soal diskusi dan argumen, orang yang benar-benar dewasa memilih fokus pada menemukan solusi untuk suatu masalah. Yang lain hanya ingin terdengar pintar dan memenangkan perdebatan. Silakan pilih.
R.