Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tempurung

Tempurung

Di baliknya,

kau aman.

Tidak ada aib yang terbuka.

Namun, jangan.

Jangan paksa mereka

untuk jadi katak yang sama.

Tidak, bila mereka ingin melihat dunia.

Terlalu sempit tempurung itu,

dengan kau dan egomu.

Biarkan mereka bebas

bukan mati kehabisan napas.

Kau sendiri yang memilih penjaramu…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

IPOT – Aplikasi Investasi Saham Indopremier yang User-Friendly

IPOT – Aplikasi Investasi Saham Indopremier yang User-Friendly

Seminggu telah berlalu sejak saya berkesempatan hadir di acara “Maximize Your Rupiah” with Indopremier. Acara yang diadakan di Bursa Efek Indonesia, Jakarta Selatan, pada 22 Juni 2019 lalu, bertepatan dengan ulang tahun ibukota Jakarta. Meskipun masih sedikit terbingung-bingung sebagai awam, IPOT berhasil mencuri perhatian saya.

Dulu, sebagai orang awam, berinvestasi saham terdengar ‘wah’ di telinga saya. Meskipun terdengar keren, ada rasa khawatir akan merugi bila saham yang sudah dibeli mendadak turun harga dalam waktu cepat. Bahkan, kabarnya untuk ikutan saja membutuhkan prosedur yang rumit dan memakan waktu lama.

Namun, dengan adanya aplikasi IPOTPAY, orang awam pun bisa mencobanya. Bahkan, setelah mendaftar di aplikasi ini, Anda sudah langsung bisa jadi investor dalam waktu kurang dari sejam. Bila jumlah dana yang jadi kekhawatiran, Anda bisa memulai investasi saham hanya dengan 100 ribu rupiah.

IPOTPAY terdiri dari berbagai jenis, seperti: IPOTGO (termasuk untuk reksadana), IPOTKU, IPOTSTOCK, IPOTFUND, IPOTPLAN, IPOTNEWS, sampai IPOTSyariah khusus investor saham beragama Islam yang ingin berinvestasi murni secara halal. Tiga (3) manfaat menggunakan IPOTPAY adalah:

  • Adanya imbal hasil harian hingga 10 persen per tahun. Enaknya, imbalan ini bisa diambil kapan pun.
  • Tidak ada biaya administrasi.
  • Gratis biaya transfer. Bahkan, tidak ada limit transaksi saat transfer ke bank.

Mencoba Aplikasi IPOTPAY

Mendaftar pada aplikasi IPOT tidak rumit, hanya butuh teliti dan mau membaca keseluruhan persyaratan. Selain itu, ada dua (2) kali login untuk pengamanan dobel pada akun Anda. Yang pertama adalah login dengan nama akun dan password. Yang kedua adalah login PIN, hampir sama dengan login PIN kalau mau mengakses akun bank di ATM.

Setelah itu, barulah Anda bisa mulai mencoba melakukan online trading. Bila mengalami kendala, Anda bisa langsung melapor ke support@indopremier.com

Mengapa Berinvestasi Saham Itu Penting?

Bapak Marco Poetra Kawet, perwakilan BEI yang hadir sebagai salah satu pembicara hari itu, menyebutkan bahwa ada tiga (3) hal yang dapat membuat fintechs (financial technologies) seperti IPOT dapat ‘menguasai pasar dunia’, yaitu:

  1. Simplicity.

Tidak perlu banyak berkas untuk mendaftar di akun IPOTPAY dan lain-lain. Bahkan, cukup beberapa klik saja, akun Anda sudah jadi.

  • Efficiency.

IPOT tidak akan ribet, karena banyak fitur di dashboard yang dilengkapi dengan dua bahasa (Inggris dan Indonesia, tergantung pilihan user) yang mudah dipahami. Bila masih mengalami kendala, user bisa melapor langsung ke

  • Speed.

Bila dulu butuh waktu lama untuk ikut berinvestasi saham (misalnya: sebulan hanya untuk mengurus pendaftaran), maka aplikasi IPOT hanya membutuhkan minimal sejam untuk hal serupa.

Bila selama ini kita sudah terbiasa untuk menabung, kenapa tidak mulai coba berinvestasi saham?

Menggunakan IPOTGO Untuk Online Trading

Guilty as charged, hingga kini saya belum sempat banyak mencoba menggunakan aplikasi IPOTGO. Beberapa detil yang saya ingat pada tanggal 22 Juni di BEI waktu itu adalah bahwa keuntungan bagi pemegang saham adalah capital gain yang bisa mereka dapatkan.

Selain itu, keuntungan punya saham lewat aplikasi IPOTGO ini sama dengan investasi saham secara non-digital. Laba perusahaan dibagi secara adil kepada semua pemilik saham, tentu sesuai perjanjian yang berlaku.

Bila baru pertama kali berinvestasi saham, saran dari para ahli adalah berinvestasi saham untuk produk sehari-hari, terutama yang sudah familiar bagi Anda. Bila di IPOT tidak menemukan saham produk yang dicari saat ini, Anda tinggal gunakan fitur search untuk mulai berburu produk incaran Anda.

Hmm, sepertinya saya harus meluangkan waktu lebih banyak lagi untuk menggunakan IPOT. Tidak hanya menambah pengalaman di bidang finansial, siapa tahu saya bisa mendapatkan penghasilan sampingan.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Lelaki Penuh Dengki

Lelaki Penuh Dengki

Lelaki penuh dengki

berkicau di Twitter penuh benci

menyebut makeup di wajah perempuan

sebagai tanda mereka tak berotak.

Lelaki penuh dengki

mungkin sedang tak tahan dengan sepi

Perhatian pun dia cari

lewat hinaan sana-sini.

Siapa yang sudi

cintai lelaki penuh dengki?

Mungkin dia memang harus sendiri

bila masih gemar mencaci…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Lelaki yang Mengomentari Makeup dan Skincare Perempuan di Twitter

Tentang Lelaki yang Mengomentari Makeup dan Skincare Perempuan di Twitter

Langsung saja, ya.

Beberapa saat lalu (bahkan, kalo gak salah pas libur Lebaran kemaren), jagad Twitter sempat ‘ramai‘ oleh cuitan akun seorang lelaki. Singkat cerita, lelaki yang jelas-jelas sengaja cari sensasi ini memberi komentar menyerang mengenai para perempuan yang hobi memakai makeup dan skincare. Mau yang tipis atau full makeup, mau yang produknya mahal atau kelas toko sebelah, semua kena.

Seperti biasa, langsung banyak yang menyerang, terutama kaum Hawa. Gimana enggak, bila komentar lelaki itu begitu menggeneralisir dan menyudutkan?

“Perempuan yang makeup-nya menor pasti gak berotak!”

Wow. Saat membacanya, saya ingin tertawa…sinis. Namun, saya juga sadar bahwa manusia semacam mereka sama sekali tidak layak untuk ditanggapi.

‘Panjat Sosial’ Mereka yang Putus Asa

Banyak cara untuk mendapatkan perhatian di jagad social media. Yang cerdas mungkin tidak perlu berusaha terlalu keras, apalagi sampai kelewat batas.

Yang bijak mah, biasa saja. (Bahkan, bisa jadi mereka malah paling jarang cuap-cuap di Twitter atau social media lainnya.) Intinya, mereka sudah cukup sibuk dengan hal-hal lain yang jauh lebih penting ketimbang sekadar eksis di dunia maya.

Apa? Semua orang berhak berpendapat? Oh, tentu saja. Saya nggak pernah bilang kalau saya melarang. Memangnya saya siapa?

Namun, semua juga harus siap bila ada yang tidak sepakat. Bahkan, harus lebih siap mental lagi kalau ternyata lebih banyak yang bilang: “Aduh, gobloknya gak ketulungan tapi kok, masih gak malu bacot paling keras?”

Saya nggak tahu (dan lebih tepatnya juga nggak mau tahu) masalah pribadi lelaki macam ini. Saya juga nggak mau asal menilai semudah lelaki macam ini yang menghakimi semua perempuan yang suka memakai makeup dan skincare, apalagi sampai mahal.

Tapi boleh ‘kan, saya berasumsi? Misalnya: bisa saja lelaki itu sedang kesepian setengah mati dan nggak tahan sekali. Makanya, dia cari perhatian, meskipun caranya menghina sana-sini.

Padahal, kalau caranya kayak begitu, mana ada perempuan waras yang mau sama dia? Hihihihi…

Mungkin saja cintanya baru saja ditolak sama perempuan yang kebetulan suka juga memakai makeup dan skincare. Ibarat ‘unsub’ (unidentified subject alias pelaku kejahatan di serial “Criminal Minds”), mendendamlah dia pada semua perempuan yang kebetulan juga mirip.

Ada kemungkinan lain?

Jangan-jangan, lelaki itu sebenarnya diam-diam iri. Ingin juga pakai makeup dan skincare, cuma:

  • Dia nggak sanggup beli.
  • Dia takut di-bully karena lelaki.

Hihihihi…

Memangnya dia saja yang boleh main berasumsi? Setidaknya, saya masih pakai kata ‘mungkin’, jadi tidak menggeneralisir. Males banget kalau lagi-lagi dibantah dengan argumen basi yang sama:

“Nggak semua laki-laki…”

Dih, gitu doang bisanya, tapi paling gencar kalau sudah menghakimi perempuan!

R

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Terlalu Luang

Terlalu Luang

Terlalu luang waktumu

hingga masih sempat mengganggu

menyindir mereka yang (dianggap) berbeda

merasa paling istimewa

menuntut yang lain harus sempurna

Terlalu luang waktumu

dengan isi kepala bebal itu

terbukti dari caramu mendebat

secepat kilat

namun lebih banyak celaan

serangan pribadi ke lawan bicara

ad-hominem namanya

Manfaatkan waktumu

untuk belajar berdebat lebih cerdas

daripada berdebat yang tidak perlu

hanya untuk menang dan senangkan egomu

Astaga, kau memang sedangkal itu!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Kok Kurusan?

Kok Kurusan?

Hayo, ngaku aja, deh. Bila termasuk kaum Hawa, pasti hatinya pernah melambung tinggi mendengar ucapan seperti ini. Apalagi momen-momen tertentu seperti saat Lebaran kemarin, arisan, hingga reuni.

Jujur, awalnya saya sendiri juga sempat sangat senang. Tahu sendiri ‘kan, tumbuh dengan figur tambun seperti ini lebih rentan jadi bahan ejekan. Apalagi bila Anda perempuan. Alamat selalu jadi perbandingan, entah dengan kakak perempuan yang lebih kurus atau sepupu yang ‘akhirnya berhasil punya pacar setelah turun sepuluh kilogram’.

Untuk yang terakhir, entah kenapa masih banyak yang menganggapnya prestasi, berhubung perasaan manusia tidak pernah 100 persen bisa ditebak alias mudah berubah – dan cinta serta selera itu sebenarnya relatif. Tapi, saya siapa, sih? Yang ada malah dituduh cari-cari alasan untuk tidak ‘menjaga berat badan’ oleh mereka yang masih memegang teguh kepercayaan ini secara militan. Hehe…

“Jangan gemuk lagi, yah.”

Tuh, ‘kan? Kesannya menjadi gemuk (apalagi buat perempuan) kayak tindakan kriminal, dosa, hingga sesuatu yang teramat hina. Okelah, kalau yang jadi masalah adalah perkara kesehatan.

Namun, pada kenyataannya, orang lebih banyak meributkan soal penampilan. Entah kenapa, masih banyak yang mau lebih ribet ngurusin penampilan orang lain, terutama perkara pakaian dan berat badan. Padahal, basa-basi mereka juga nggak langsung otomatis bikin Anda kurus dalam sekejap. (Kalau bisa, mungkin saya sudah membayar mereka!)

Toh, pada kenyataannya, tetap Anda juga yang (bisa dan harus) pegang kendali atas tubuh sendiri. Ya, nggak?

Kalau komentar sebaliknya, pasti jauh lebih nyebelin:

“Kok gemuk lagi? Kemaren-kemaren bagus, udah kurus!”

Grrrh!!

Enaknya yang kayak gini diapain, ya? Pengennya sih, suatu saat nanti udah nggak akan ada lagi basa-basi bedebah busuk macam ini. Orang akan lebih nanya kabar, seperti: “Apa kabar? Udah lama gak ketemu” atau minimal pujian relatif netral macam: “Elo keliatan happy, deh.”

Bahkan, saya dengan jujur lebih suka dipuji dari segi kepribadian daripada hanya dibilang ‘cantik’. Mungkin ini terdengar nggak lazim bagi kalian, tapi saya bosan saja melihat perempuan selalu lebih banyak dinilai dari penampilan luarnya saja. Nggak pada muak, ya?

Sayangnya, mengubah mindset masyarakat mengenai cara memandang perempuan bukan pekerjaan yang bisa selesai dalam semalam. Nyebelin banget emang. Akan selalu ada orang yang menganggap bahwa badan kurus itu suatu prestasi, meskipun belum tentu terkait dengan kesehatan diri.

Akan juga selalu ada orang yang berpendapat bahwa ekstra lemak di tubuh Anda begitu mengganggu di mata mereka. Santai saja. Toh, yang ‘sakit mata’ sama ‘capek mulut’ juga bukan Anda. Anggap saja opini mereka nggak penting. Sadis sih, emang. Tapi mau gimana lagi?

Lagipula, Anda-lah orang pertama dan satu-satunya yang bisa, boleh, dan harus menentukan mau terlihat seperti apa – dan bagaimana perasaan Anda – akan tubuh sendiri.

Bukan mereka…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Berhenti Merindu

Berhenti Merindu

Aku tak punya nyali

menulis tentang kasih

atau rindu yang sendu

Hati ini mungkin telah beku

Untuk apa merindu,

bila hanya berakhir pilu

dan merasa dungu?

Tak perlu

meski cemas sepi adalah cinta sejatiku

Kau lebih berani

menulis tentang rindu

setia, sehidup,

meski belum tentu semati

meski harus sabar menanti

hingga suatu saat nanti

Aku dulu begitu

Mungkin sekarang tidak lagi

Maafkan aku

yang kini sulit percaya

terlalu sering kecewa

terlalu muak dengan dusta

terlalu banyak manipulasi atas nama…

…CINTA

Selamat menikmati rindu

Mungkin masih ada harap untukmu

Saat ini,

aku masih ingin berhati-hati

meski harus membenci

air mata sendiri…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Dari yang Sudah Muak Ngomongin Politik

Dari yang Sudah Muak Ngomongin Politik

Saya mungkin satu dari sekian banyak orang Indonesia yang sekarang sudah amat muak dengan politik dalam negeri. Sebisa mungkin saya sudah nggak mau ngomongin lagi secara terang-terangan, apalagi soal 01, 02, hingga 21 – 22 Mei 2019 kemarin. Pokoknya sudah cukup.

Apakah berarti saya memutuskan untuk bersikap netral? Nggak juga. Yang pasti, kemarin saya nggak golput. Cuma, biarlah pilihan saya cukup Tuhan yang tahu. Manusia lain nggak perlu ikut campur.

Kalau pun ingin netral juga nggak bebas celaan. Kalau nggak dibilang pengecut, cari aman doang, ya munafik. Bukan kabar baru, tho? Penyederhanaan istilah yang luar biasa umum dilakukan orang-orang kita yang entah kenapa begitu suka dengan drama.

Capek? Ya, pastinya juga capek banget.

Padahal, mereka yang memutuskan untuk nggak mau lagi ngomongin politik bukan berarti nggak peduli. Mereka hanya merasa nggak perlu buktiin ke siapa-siapa – bahkan ke seluruh dunia, terutama lewat social media – bahwa mereka (sebenarnya) masih memperhatikan.

Mereka lebih peduli dengan mencari solusi ketimbang saling menghina, menuduh, menyalahkan, dan menjatuhkan. Mereka lebih fokus melihat dari dua sisi dan menyimpan opini mereka sendiri. Nggak semua hal harus dibagi-bagi.

Apakah mereka total tidak membahasnya sama sekali? Belum tentu. Mereka hanya memilih untuk membahas politik dalam negeri dengan orang-orang tertentu. Orang-orang terpilih ini bisa berpikir dan menganalisa secara objektif, nggak fanatik buta hingga baperan tingkat akut, dan nggak suka mengumbar terlalu banyak lewat social media.

Itu pun nggak sering-sering amat. Ngapain coba? Masih banyak topik seru lain buat dibahas.

Ignore, Mute, Unfollow, Unfriend, Report, Hingga Blokir

Banyak yang rajin menebar kebencian dan fitnah lewat social media. Bahkan, nama Tuhan kerap dibawa-bawa, terutama saat dengan entengnya melaknat sesama. Nggak tanggung-tanggung, kayak udah nggak inget kalau kemarin kita berpuasa dan merayakan Lebaran. Masih saja ada yang meramaikan social media dengan kedengkian akut. ‘Luar biasa’.

Banyak yang mengeluhkan hal ini. Bahkan, banyak juga yang akhirnya bikin ancaman terbuka, kalau mereka akan memilih setidaknya salah satu dari fitur di sub-judul artikel ini di atas. Saya mengerti. Pasti rasanya melelahkan sekali melihat timeline akhir-akhir ini.

Saya sendiri tidak pernah melakukan hal serupa, mengancam secara terbuka. Saya cukup melakukan yang harus dilakukan. Nggak perlu bilang-bilang juga.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Ramadan yang Patah Hati

Ramadan yang Patah Hati

Tahun ini,

Ramadan patah hati

Ada sedih yang perih

pedih, mengiris hingga miris

kunjungan yang teracuni

benci dan dengki

alih-alih damai di hati

Akankah selalu begini

saat Ramadan kembali?

Akankah berjumpa dengannya lagi?

R.