Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Jumawa

Jumawa

Siapa yang mati

dan menobatkanmu sebagai

Sang Ilahi?

Kau buatku geli,

wahai pencari atensi

ingin didengar sepenuh hati

dipuja-puji

setenga-mati

Mungkin ada yang cukup gila

untuk biarkanmu menang

Tiada guna

Kau begitu jumawa

Bila kau memang luar biasa,

kenapa hobi memaksa?

Kenapa begitu keras kepala?

Narcissus era terkini

Tiada cermin yang cukup

Karenamu, semuanya remuk

Otakmu penuh kepercayaan palsu

Padahal kau tidak sesempurna itu

Ayolah,

aku butuh yang lebih lucu

dari semua usaha gagalmu

untuk mengesankanku…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Yang Paling Ganggu Dari Pelawak Berlelucon Kasar

Yang Paling Ganggu Dari Pelawak Berlelucon Kasar

Dunia ini penuh dengan pelawak kasar. Mereka ada di mana-mana, termasuk seseorang yang Anda kenal. Mungkin Anda juga salah satunya.

Apa yang salah dengan bercanda? Tidak juga, selama lelucon itu dianggap pantas oleh audiens saat ini dan di waktu yang tepat. Apa yang membuat sebuah lelucon buruk? Ya, kebalikan daripada yang saya bilang barusan.

Jadi, apa yang bikin pelawak kasar itu ganggu banget? Ada jawaban yang di luar dugaan Anda.

Ngerti, kok. Pengen bikin orang terkesan, kan? Senang banget juga kalau kita dianggap lucu. Salah satu cirinya adalah saat mereka tertawa karena lelucon kita.

Namun, tidak semua lelucon itu lucu dan tidak semua orang (bisa jadi) seorang pelawak. Jika orang-orang berpikir terkadang Anda sangat serius, biarkan saja. Sama seperti ketika Anda berpikir mereka pelawak yang buruk. Terus kenapa, Anda dianggap ‘nggak asik’ hanya karena menolak (berpura-pura) menertawakan lelucon konyol mereka? Hanya karena Anda membela diri sendiri, setelah mereka mengolok-olok Anda?

Kebanyakan orang hanya mengidentifikasi pelawak buruk dari konten lelucon mereka. Entah itu lelucon yang hanya mengolok-olok orang tertentu hanya untuk iseng … atau lebih seperti penghinaan yang ‘tersamarkan’.

Sebenarnya, tipe pelawak ganggu lebih dari itu. Mereka sering salah memilih target lelucon mereka. Nggak apa-apa sih, toh pelawak profesional juga pernah salah kayak begini.

Sayangnya, kadang-kadang hanya segelintir orang yang mau belajar dan membuat setidaknya satu perubahan signifikan untuk menjadikan segalanya lebih baik. Yang lain hanya bersikap defensif dan mulai membuat semua alasan payah – didorong oleh ego mereka, atas nama hak pribadi dan superioritas yang memuakkan. Begini deh, teman-teman sekalian, kebiasaan buruk yang kemudian membawa mereka menuju kebiasaan buruk yang lain:

Memaksa orang lain untuk menertawakan lelucon konyol mereka dan menerima mereka apa adanya itu…kasar. Jika Anda memberi tahu mereka dengan jelas seberapa menyinggung lelucon mereka, mereka akan menyebut Anda terlalu sensitif. Mereka akan mengatakan bahwa Anda terlalu serius dan tidak dapat menerima lelucon mereka.

Beberapa dari mereka bahkan lebih lancang lagi. Mereka akan menyuruh Anda supaya bersikap biasa saja dan nggak usah kasar karena lelucon mereka. Bagus banget, ya? Setelah mereka menyinggung, mereka berani mengatur-atur perasaan Anda, supaya mereka tidak perlu merasa tidak enak atau merasa bersalah.

Dengan begitu, mereka tidak perlu meminta maaf. Khas narsis banget.

Harus tahan dengan pelawak ganggu ini adalah tantangan yang tanpa henti. Sangat disayangkan, tapi inilah hidup. Anda tidak pernah dapat benar-benar menghindari orang-orang seperti mereka. Mereka mendapatkan kekuatan mereka dengan menghabiskan energi Anda. Mereka hobi mengolok-olok orang lain lewat pujian palsu mereka.

Dengan begitu, mereka dapat bersikap tidak bersalah dan sok merasa terluka pada saat yang sama ketika orang lain yang mereka targetkan tersinggung oleh yang mereka katakan atau lakukan. Mereka harus memastikan tangan mereka tetap bersih. Intinya (harus) tetap Anda yang (diper)salah(kan).

Pelawak ganggu ada di mana-mana. Satu-satunya hal yang dapat dilakukan adalah membatasi interaksi Anda dengan mereka. Abaikan saja kenyinyiran mereka. Jika mereka mengharapkan – atau menuntut – agar Anda menurut, menertawakan lelucon bodoh mereka hanya untuk menyenangkan mereka, kita tahu siapa yang sebenarnya menyedihkan di sini. Tidak ada yang berhak mengatur-atur perasaan Anda setelah tersinggung.

Merekalah yang harus menjaga mulut dan jari mereka yang jahat. Anda masih suka bercanda, hanya saja bukan yang menyinggung. R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Alien

Alien

Asing di antara sesama

saling tatap curiga

bising tuduhan dan cela

geming tanpa usaha

hening kehilangan kata-kata

keping sisa hati terluka

pusing kepala…

…dan kita tak lagi berdaya,

dipecah, dibelah,

marah-marah,

hingga akhirnya…

…sama-sama kalah…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Ada yang Lucu dari ‘Menghamili Perempuan’?

Ada yang Lucu dari ‘Menghamili Perempuan’?

Ada yang lucu dari ‘menghamili perempuan’?

Rasanya emang harus nanya begini. Masalahnya, sudah dua kejadian terkait lelucon tentang ibu hamil yang menurut saya sama sekali nggak lucu:

Contoh kejadian pertama

Kejadian ini dialami oleh teman saya yang sedang hamil anak kedua. Waktu itu, dia naik transportasi publik. Karena sedang penuh, semua kursi terisi oleh penumpang lain. Teman pun memberitahu petugas mengenai kehamilannya pada petugas, sehingga petugas membantunya mencarikan kursi kosong.

“Permisi,” panggil si petugas. “Ada kursi kosong? Ada yang hamil, nih.”

Entah kenapa, mendadak seorang penumpang laki-laki langsung nyeletuk hingga beberapa penumpang lainnya tertawa:

“Kalo yang menghamili ada, nggak?”

Jangan tanya gimana reaksi teman saya waktu itu. Berdasarkan status yang ditulisnya di media sosial, teman mengaku ingin sekali menampar laki-laki yang mulutnya kayak nggak pernah masuk sekolah. Bener-bener nggak sopan!

Anggap saja laki-laki itu beruntung, karena teman saya masih ingat dia lagi hamil. Mana waktu itu juga pas bulan puasa lagi.

Contoh kejadian kedua

Atasan di kantor saya meminta saya mencarikan brand ambassador untuk maternity product klien kami. Dengan memanfaatkan banyaknya grup Whatsapp, saya meminta tolong pada para anggota, salah satunya di grup teman-teman lama. Eh, bukannya langsung dibantuin (atau minimal bilang enggak ada aja kalo memang nggak kenal calon potensial untuk jadi brand ambassador), teman-teman lama malah bercanda.

Bahkan, ada seorang teman laki-laki yang bercanda:

“Ada, tapi sebentar ya…gue hamilin dulu.”

Satu grup tertawa, termasuk anggota yang perempuan. Saya sendiri akhirnya merasa hanya buang-buang waktu meminta tolong sama mereka. Bukannya nggak suka bercanda, tapi ‘kan, ada waktu dan tempat yang tepat. Siapa tahu saat itu saya minta tolong karena sudah terdesak deadline.

Apa sih, yang lucu dari ‘menghamili perempuan’? Kenapa ketawa pas mikirin hal itu?

Saya yakin, kalo kedua laki-laki tadi saya tanya gitu, pasti pada nggak bisa jawab. Paling ngelesnya cuman, “Becanda, gitu aja serius amat.” Atau paling enggak, saya dituduh baperan dan diminta biasa aja, gak usah galak-galak amat alias nge-gas. Biasa banget, ‘kan? Mungkin lain cerita kalo yang negur mereka kebetulan juga sama-sama laki-laki. Gak tau, deh.

“Belum hamil aja udah sensi gini. Gimana entar?”

Padahal, saya yakin mereka udah nggak perlu dikasih tau lagi kalo buat perempuan, hamil ini perkara serius. Ini bukan soal pembuktian bahwa laki-laki yang menghamili mereka nggak masuk kategori MANDUL. Ini soal perubahan drastis dalam setiap aspek kehidupan mereka sebagai perempuan dan manusia.

Nggak hanya secara fisik, hormon juga udah pasti bakal mengubah kondisi psikis perempuan. Kayak teman saya yang tadinya bisa melenggang santai naik transport publik dan gak peduli kalo gak dapet kursi, sekarang mau nggak mau harus duduk. Bukan apa-apa, banyak kasus perempuan hamil kelelahan hingga hampir jatuh pingsan atau punya masalah hernia karena terlalu lama berdiri.

Laki-laki yang nggak pernah harus mengalami semua hal di atas tinggal menjadikan pengalaman menghamili perempuan sebagai bahan bercandaan. Ngakunya memuliakan perempuan, tapi kok gaya bercandanya gini amat, yah?

Jujur, saya bergidik. Tiba-tiba saya membayangkan pelaku pemerkosaan yang akhirnya ‘untung dua kali’ gara-gara kebijakan ‘damai’ maupun ‘menikahkan korban dengan pelaku’ sebagai solusi yang entah kenapa sering banget dipilih masyarakat negeri +62 ini.

Bisa aja ‘kan, laki-laki ini tadinya naksir korban, namun karena ditolak – jadinya dia menempuh jalan biadab ini demi mendapatkan si perempuan dengan cara apa pun? Toh, masyarakat juga masih akan tetap berpihak pada mereka. Korban jadi dipaksa nggak punya pilihan, kecuali ‘diikat’ seumur hidup dalam perkawinan yang sama sekali nggak mereka inginkan. Intinya, masyarakat lebih peduli bahwa korban terlanjur hamil tanpa suami, bukannya korban trauma dengan laki-laki yang memaksa menghamilinya.

Sampai sini, yakin masih ada mau ketawa soal menghamili perempuan?

Saya yakin, yang hobi bercanda soal menghamili perempuan sebenarnya sudah tahu bahwa ada nyawa yang dipertaruhkan di sini. Ya nyawa calon ibu, ya nyawa janin di kandungan. Tapi, mereka ngeh nggak, kalo perempuan masih harus merasakan berbagai kekhawatiran lain? Badan yang berubah, jadi lebih gemuk dan belum tentu bisa langsing lagi serta payudara kendur bikin insecure.

Takutnya, abis itu suami jadi nggak tertarik lagi sama istri…eh, terus cari-cari alasan buat selingkuh atau poligami. Gila, udah bertaruh nyawa demi anak, buntutnya malah ditinggal pergi. Nggak usah mendebat dengan argumen #TidakSemuaLakilaki, karena intinya memang banyak yang model begini. Gak usah berkelit.

Banyak bukti lain yang nunjukin kalo perempuan hamil itu bukan perkara remeh yang bisa dijadiin bahan lelucon, apalagi lelucon model fratboys barusan. Salah satunya soal stunting. Menurut data terkini dari artikel Katadata Januari 2019 kemarin, satu dari tiga bayi di Indonesia berisiko mengalami stunting. Penyebab awalnya dari ibu hamil yang kekurangan gizi. Bukan karena si ibu nggak mau makan makanan yang bergizi, tapi banyak juga yang mengalami kesulitan ekonomi.

Udah gitu, masih risiko disalah-salahin lagi. Ya, gak bisa ngatur duit belanja dari suami, gak ngurusin anak dengan baik. Ih!

Banyak juga perempuan usia remaja yang dipaksa menikah demi menghindari zina. Hamil terlalu muda membuat mereka lebih rentan terkena masalah kesehatan, termasuk risiko keguguran. Eh, lakinya malah cuman bisa bangga karena bisa menghamili yang lebih muda. Apa-apaan, sih?

Bukti terakhir ada di teman saya, Tiar Simorangkir dari @lamhorasproduction . Saat ini Tiar dan teman-temannya sedang merampungkan film dokumenter berjudul “Invisible Hopes”, tentang napi perempuan yang hamil dan terpaksa melahirkan serta membesarkan bayi mereka di penjara. Gak semua beruntung punya keluarga yang mau menampung anak mereka. Ada juga yang terpaksa menyerahkan anak mereka untuk diadopsi.

Mau menghujat perempuannya? Terserah, karena sebenarnya banyak dari mereka yang sebenarnya menjadi korban karena ditipu suami sendiri. Sudah nggak boleh kerja, nggak boleh bantah dan banyak nanya suami, tahunya suami kerja yang nggak halal (kayak jadi bandar narkoba). Begitu dicari-cari polisi, mereka kabur seperti pengecut, membiarkan istri sendiri ditangkap karena narkoba yang ditemukan di rumah mereka.

Lagipula, yang jadi masalah lebih kritis di sini juga kesejahteraan si anak.

Okelah, mungkin yang hobi bercanda soal menghamili perempuan belum sadar kalau itu termasuk pelecehan. Tapi, setelah membaca artikel ini, saya tanya sekali lagi, ya:

Yakin nih, kalau perkara ‘menghamili perempuan’ itu bisa kalian jadiin bahan lucu-lucuan?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Jangan Hina Dirimu!

Jangan Hina Dirimu!

Masa kau sudi

dibandingkan sama kucing

yang tak tahan melihat ikan asin?

Ayolah.

Mana akalmu?

Katanya mahluk berlogika.

Masa mau jadi serendah itu?

Perempuan itu hanya lewat,

meski dia sendirian

jangan jadi alasan kau berlaku bejad.

Dasar bangsat!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

3 Keuntungan Dianggap Bodoh

3 Keuntungan Dianggap Bodoh

Hah? Dianggap bodoh kok, untung? Bukan harusnya merasa terhina, ya?

Saya yakin, banyak yang berpendapat begitu. Sudah sekolah tinggi-tinggi, tapi masih juga diremehkan – entah karena masih junior atau perempuan. Bahkan, mereka yang hobi meremehkan suka nggak tanggung-tanggung mengecilkan dan mempermalukan Anda di depan umum.

Tapi sebenarnya, Anda nggak perlu merasa tersinggung amat. Bahkan, Anda bisa memanfaatkan mereka yang menganggap Anda bodoh. Inilah tiga (3) keuntungan dianggap bodoh:

  • Bebas upgrade diri tanpa terlihat orang lain.

Sebenarnya, Anda juga nggak perlu cerita semuanya ke orang lain, termasuk mereka yang menganggap Anda bodoh. Biarkan saja. Justru Anda bisa lebih berkonsentrasi saat upgrade diri sendiri. Nggak perlu ditonton orang lain juga, ‘kan?

Entah itu skill, kepribadian, atau bahkan penampilan, Anda fokus sama diri sendiri. Tanpa banyak bicara, Anda bisa buktikan pada mereka bahwa selama ini mereka salah. Kapan? Ya, tinggal tunggu waktunya. Misalnya: saat mereka lengah dan berbuat kesalahan, lalu Anda datang dan membenarkan.

Eh, tapi sebenarnya nggak perlu begitu juga nggak apa-apa, hehe. Yang penting tetap bahagia dengan diri sendiri.

  • Bikin mereka tanpa sadar membuka aib sendiri.

Orang yang menganggap Anda bodoh biasanya terlalu percaya diri dan cenderung sok tahu. Mereka sangat gemar berasumsi, bahkan meskipun nggak kenal-kenal banget dengan Anda. Daripada capek-capek berusaha menjelaskan kepada mereka atau membela diri, mendingan diam saja. Biarkan mereka mempercayai yang ingin mereka percayai.

Tanpa sadar, mereka merasa aman-aman saja membuka aib sendiri, seperti dua (2) hal ini:

  • Menunjukkan kelemahan mereka.
  • Membocorkan rahasia mereka yang suatu saat (dapat digunakan untuk) mengancam posisi mereka sendiri.

Untuk yang terakhir, Anda bisa menyimpan semua ‘bocoran info’ dari mereka dengan sebaik-baiknya. Siapa tahu, suatu saat nanti bisa berguna.

Hihihihihi…..

  • Diam-diam bebas balas ‘membodohi’ mereka tanpa mereka sadar.

Mungkin Anda akan tergoda untuk berbuat jahil atau jahat, mungkin juga tidak. Berhubung mereka lengah, kenapa tidak? Hitung-hitung, sekalian membalas dendam karena selama ini diremehkan.

Tapi…eh, ngapain juga, sih? Hati belum tentu tenang meski sakit hati terbalaskan. Lagipula, ini sama saja seperti di film-film drama thriller. Hanya karena mereka nggak sadar ditipu orang yang selama ini mereka anggap bodoh, bukan berarti orang lain nggak melihat yang sebenarnya.

Biasanya, yang pintar dan nggak banyak bicara yang lama-lama bisa tahu, bahwa Anda sebenarnya tidak sebodoh yang dikira. Makanya, jangan senang dulu saat merasa lolos-lolos saja setelah berhasil mengerjai orang yang selama ini menganggap Anda bodoh.

Hehe, untuk poin terakhir, sebaiknya jangan pernah dicoba, ya? Lain cerita kalau merasa hidup Anda kurang drama. Saya sendiri nggak menyarankan Anda agar pura-pura bodoh. Maksud saya, daripada mudah tersinggung karena diremehkan, buktikan saja lewat prestasi nyata. Nggak perlu sesumbar segala. Biasa saja.

Biarkan saja mereka percaya bahwa Anda bodoh luar biasa. Pada waktu yang tepat, giliran Anda yang paling akhir tertawa.

R.