Botika: Chatbot untuk Customer Service
Saya pernah membaca sebuah artikel online tentang hal ini. (Sayang, saya lupa judul maupun tautan artikel tersebut.) Singkat cerita, salah satu kampus online di Amerika Serikat mempunyai seorang pegawai customer service andalan bernama Jill (atau Tracy, ya? Ah, saya lupa. Maaf, ya.) Jill menjawab semua pertanyaan yang masuk di kolom online dengan sigap.
Saking ramah dan sigapnya, sampai banyak yang terkecoh. Para mahasiswa (dan mungkin juga orang tua mahasiswa) sama sekali tidak menyangka bahwa sebenarnya mereka tengah berbicara dengan chatbot, alih-alih orang sungguhan.
Sekilas Tentang Chatbot
Fitur ini sudah mulai banyak digunakan berbagai perusahaan, terutama yang berbasis teknologi digital. Chatbot adalah tokoh atau karakter virtual yang dibuat menyerupai manusia semirip mungkin, dengan bantuan teknologi kecerdasan buatan atau AI (artificial intelligence.) Bot sendiri juga singkatan dari internet robot.
Bagaimana cara membuat chatbot terdengar mirip dengan manusia sungguhan dan dapat menjawab pertanyaan dengan tepat sekaligus natural? Semuanya ada pada kata kunci (keyword). Lewat sistem pengoperasian yang membantu mendeteksi jawaban yang sesuai keyword yang diprogram, chatbot dapat menjawab pertanyaan dan terdengar seperti manusia normal yang mengobrol dengan Anda.
Nah, untuk mendukung chatbot agar dapat menjawab dengan cepat dan tepat, ada aplikasi pendukung lain. Ada yang namanya Machine Learning, Deep Learning, hingga NLP atau Natural Language Processing.
Lalu, bagaimana dengan masa depan dari customer service berbasis manusia?
Kelebihan dan Kekurangan Menggunakan Chatbot untuk Customer Service
Sekilas, ide menggunakan karakter virtual berupa AI terdengar fantastis. Apalagi, tenaga manusia ada batasnya. Mustahil memaksa mereka untuk terus online selama 24 jam nonstop. Yang ada mereka malah kelelahan.
Inilah tiga (3) kelebihan menggunakan chatbot untuk customer service:
- Bisa stand-by 24 jam.
Nah, ini yang paling penting. Apalagi, era digital menaikkan ekspektasi pelanggan pada perusahaan. Harapan mereka, harusnya bagian customer service bisa melayani mereka kapan saja secara online. Padahal, manusia punya keterbatasan. Tidak hanya dari segi jam kerja, tapi juga rentan mengalami kelelahan mental.
- Lebih cepat berinteraksi dengan pelanggan.
Jawaban dari chatbot biasanya langsung ringkas, jelas, dan tanpa bertele-tele. Makanya, pelanggan yang membutuhkan kepastian cepat senang dengan respon seperti ini.
- Memangkas anggaran untuk menggaji SDM dan lebih efisien.
Untuk slot 24 jam, setidaknya perusahaan harus menggaji minimal tiga hingga empat orang untuk posisi online customer service. Sudah begitu, bisa jadi mereka kurang bisa bekerja dengan maksimal saat sakit atau ada masalah lain. Ini berbeda dengan penggunaan chatbot yang lebih efisien. Pekerjaan lancar, semua tanya terjawab, dan minim drama. Beda sama manusia.
Namun, penggunaan chatbot ternyata juga ada kekurangannya, lho. Dua (2) kekurangannya adalah:
- Mematikan bisnis customer service berbasis manusia.
Lalu, bagaimana dengan masa depan dari customer service berbasis manusia? Banyak yang khawatir dengan hal ini. Dengan efisiensi chatbot, bisnis customer service berbasis manusia akan terancam mati. Apalagi, pelanggan yang ingin jawaban cepat kadang lupa bahwa petugas customer service yang mereka hadapi juga bisa lelah dan tidak selalu sigap menjawab.
Namun, benarkah selalu demikian?
- Tidak semua keluhan dapat dijawab.
Tidak hanya berbagai pertanyaan terkait perusahaan, keluhan pelanggan juga wajib ditangani oleh customer service. Sayangnya, keluhan yang pasti beragam belum tentu dapat ditangani lewat chatbot saja.
Peran Botika dalam Customer Service Berbasis Digital
Lalu, di mana peran Botika dalam customer service berbasis digital? Produk Botika yang mudah digunakan, hemat biaya, hingga membantu merespon pelanggan lebih cepat merupakan keuntungan bagi perusahaan mana pun. Bahkan, secara otomatis chatbot merekam semua interaksi dengan pelanggan atau customer engagement. Semua yang direkam ini kemudian dapat dijadikan data analysis.
Meskipun lebih efisien daripada tenaga manusia, sebenarnya perusahaan tidak perlu selalu menggunakan chatbot secara total. Misalnya: chatbot hanya diaktifkan di luar jam kerja (9-to-5), sementara saat jam kerja masih menggunakan tenaga manusia di bagian customer service.
Jadi, sesungguhnya tidak perlu terlalu khawatir akan nasib customer service berbasis manusia. Semua bisa diatur secara beriringan bila mau. Seharusnya teknologi hadir untuk mendukung, tanpa harus secara total menggantikan fungsi manusia itu sendiri.
R.