Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tanpa Mereka

Tanpa Mereka

Suatu saat nanti,

aku ingin kau percaya lagi

kau akan bahagia

meski tanpanya di sisi.

Sama sepertiku

Dengan hati bebas dari sembilu

sesudah dia berlalu

dan sempat tinggalkan pilu.

Ya.

Aku ingin kau percaya.

Tanpa mereka,

kita berdua akan baik-baik saja.

Tak perlu terus berduka,

apalagi terlalu lama.

Siapa tahu?

Suatu saat nanti,

mungkin akan ada cerita baru…

…tentang kau dan aku…

R.

Jakarta, Oktober 2019

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Bucin dan Yang Suka Julid

Tentang Bucin dan Yang Suka Julid

Sebenarnya, saya sedang enggan membahas tentang cinta, romansa, dan sebangsanya. Cuma, sayangnya saya juga sedang muak dengan politik. (Eh, kapan nggak muaknya ya, kalau sering begini?)

Budak. Mendengar satu kata itu saja sudah bikin berjengit. Apalagi, kalau disandingkan dengan kata lain, seperti:

Budak korporat:

Gambar: brilio.net

Dulu, istilah ini pernah beberapa kali saya dengar. Bahkan, pernah juga ada yang memperkenalkan diri sebagai ‘budak korporat’ – dengan nada bangga pula. Tapi, saya menangkapnya malah lain. Mungkin saya yang terdengar julid, tapi kok, ada kesan meremehkan profesi sendiri, meskipun terdengar bangga setengah mati?

Istilah ‘budak korporat’ memberi kesan bahwa mereka hanyalah jongos, pesuruh di dunia korporat. Tidak bisa maupun tidak boleh berpikir sendiri, selama masih terima gaji. Kesannya ada keluhan terpendam di balik sebutan itu.

Mungkin pekerjaan mereka memang berat dan rentan menimbulkan stres. Namun, setiap kali menerima gaji (yang biasanya sih, cukup tinggi), mereka suka mendadak amnesia pernah menyebut diri sendiri sebagai budak-nya korporat. Terserah sih, kalau mereka merasa demikian. Toh, masih lebih merana nggak punya pekerjaan hingga uang.

Bucin (budak cinta):

Orang Indonesia memang paling pintar dan kreatif dalam menciptakan hinaan baru. Kali ini berupa hinaan untuk yang hobi pamer pasangan ke semua orang atau kemesraan dengan kekasih mereka – baik di dunia nyata maupun social media.

Gak hanya itu, sih. Orang yang terlalu memuja dan sering mengalah sama pasangan (apalagi bila pasangan jelas-jelas salah) juga kena sebutan ‘bucin’.

Yang julid:

Sumber: https://unsplash.com/photos/4Bs9kSDJsdc

Okelah, saya akui…saya sendiri kadang-kadang masih suka julid. Mungkin, dulu juga ada masanya saya nyaris (catat ya, NYARIS) ikutan menjadi bucin.

Saya sama sekali nggak membenarkan mereka yang memilih bertingkah seperti ‘bucin’. Mungkin mereka memang sedang jatuh cinta dan sangat bahagia. (Pernah dengar tentang ‘lonjakan endorfin’ di dalam tubuh? Silakan Google sendiri.)

Namun, saya hanya bisa berdoa agar mereka selalu baik-baik saja dan orang yang mereka cintai juga memperlakukan mereka dengan baik. Sederhana saja, tho? Gak perlulah bersikap super sinis dengan menyebut mereka ‘bucin’. Ngapain? Apakah cara ini lantas akan membuat kita menjadi lebih baik? Yakin kita gak pernah melakukan hal serupa saat sedang tergila-gila dengan seseorang?

Kalau nggak pernah, terus ngapain sesumbar menyebut orang lain ‘bucin’, coba? Ingat, kadang sesuatu yang sering diucapkan bisa menjadi doa yang kemudian dikabulkan oleh Tuhan.

Manusia itu mudah sekali berubah hatinya. Awalnya mungkin suka A, besok-besok bisa jadi benci setengah mati dan memilih B. Begitu terus. Gak kebayang ‘kan, kalo suatu saat tiba-tiba kita sendiri yang bersikap seperti ‘bucin’, padahal dulu yang begitu kita permalukan setengah mati? Apa jangan-jangan kita suka menerapkan standar ganda, alias nggak apa-apa kalau pelaku ‘bucin’ itu ya…diri sendiri?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Demi Senyummu

Demi Senyummu

Maafkan aku.

Mungkin aku tak tahu diri

membuatmu grogi

di tengah pembuatan Instastory.

Aku cuek memandangimu

hingga kau salah tingkah sendiri.

Namun, tahukah kamu,

bukan kau saja yang gugup setengah mati?

Jangan marah, ya.

Jangan takut juga.

Aku bukan psikopat gila.

Aku hanya senang mendengarmu bersuara,

tersenyum dan tertawa.

Saat itu,

aku sedang butuh senyummu

untuk cerahkan langit kelamku…

R.

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis

Rasakan #XperienceSeru dengan Traveloka Xperience

Rasakan #XperienceSeru dengan Traveloka Xperience

Siapa sih, yang tidak kenal dengan Traveloka? Traveloka adalah perusahaan perjalanan daring Asia Tenggara terkemuka yang menyediakan berbagai kebutuhan perjalanan dalam satu platform. Dengan cara ini, pelanggan dapat membuat momen liburan bersama orang yang mereka cintai. Traveloka menawarkan penerbangan, hotel, kereta, paket penerbangan dan hotel, atraksi serta kegiatan, produk konektivitas, transportasi bandara, dan bus.

Terus, apa sih, yang dinamakan dengan Traveloka Xperience?

Termasuk bagian dari Traveloka, produk dan layanan ini hadir untuk melengkapi kebutuhan kita yang suka dengan travelling dan lifestyle. Misalnya: kita sedang atau akan berlibur ke suatu tempat dalam jangka waktu yang cukup lama. Nah, agar tidak bosan, pastinya kita berusaha mencari tahu dong, berbagai hal tentang tempat tersebut?

Dengan produk ini, kita bisa merasakan #XperienceSeru saat travelling. Dengan Traveloka Xperience, kita bisa menemukan banyak pencarian yang kita butuhkan selama travelling. Misalnya: atraksi, bioskop, event, hingga kuliner yang bisa kita cicipi. Kita juga bisa mencari seminar atau workshop yang sedang kita butuhkan bila kebetulan sedang melakukan perjalanan bisnis.

Ada ribuan pengalaman berwisata yang juga bisa kita nikmati di seluruh dunia berkat aplikasi ini. Metode pembayarannya pun bermacam-macam, jadi tidak perlu merasa ribet. Berhubung customer service mereka stand-by 24 jam, kita bakal sangat tertolong saat ingin bertanya atau membutuhkan sesuatu. Proses pemesanannya juga praktis dan tidak pakai lama.

Bahkan, lebih serunya lagi, Traveloka Xperience tersedia dalam enam pilihan bahasa. Keenam negara tersebut adalah Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, Singapura, dan Australia. Makanya, pengguna dari enam negara terpilih ini tidak kesulitan untuk menikmati #XperienceSeru.

Tentu saja, kalau dihitung dengan Indonesia sendiri, produk ini ada di tujuh negara secara total. Sementara itu, keenam negara lainnya dapat melihat experience apa saja yang bisa mereka dapatkan bila berkunjung ke Indonesia.

Lalu, Apa yang Membuat Traveloka Xperience Begitu Istimewa?

“Lha, bukannya Traveloka biasanya juga sudah begitu? Lalu apa bedanya dengan Traveloka Xperience? Apa yang bikin produk ini termasuk ideal untuk #XperienceSeru?”

Wajar saja bila pertanyaan itu keluar dari mereka yang belum familiar sama produk ini. Yuk, kita ulik satu-satu hal-hal yang bikin Traveloka Xperience benar-benar layak dicoba.

  1. Ribuan #XperienceSeru Sesuai dengan Kebutuhan.

Mau nonton konser, habis itu wisata kuliner? Mau memanjakan diri di spa setelah seharian jalan-jalan atau menghadiri event? Traveloka Xperience akan mewujudkan semua keinginan tersebut, tergantung kebutuhan kita masing-masing.

  • Bebas memilih metode pembayaran.

Salah satu keribetan dari merencanakan traveling adalah masalah pembayaran. Nah, dengan Traveloka Xperience, kita bebas memilih metode pembayaran apa pun. Mau pakai kartu kredit, kartu debit, atau yang lainnya, semua bisa.

  • Pemesanannya cepat dan mudah dilakukan.

Tidak pakai lama. Dengan Traveloka Easy Access, tidak perlu mengantri lama lagi deh, di beberapa lokasi wisata.

  • Bebas dari kecemasan selama liburan.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, customer service mereka stand by 24 jam. Kita bisa liburan dengan tenang, karena mereka selalu siap membantu bila kita membutuhkan sesuatu.

Aktifitas Seru yang Akan Saya Lakukan untuk Habiskan Waktu Dengan Traveloka Xperience

Saat liburan, biasanya saya hanya ingin bersenang-senang. Bolehlah sesekali kembali mengingat masa kanak-kanak dengan bersenang-senang di wahana permainan. Misalnya: ke Trans Studio Bandung, Jatim Park, Jogja Bay Water Park, dan masih banyak lagi. Tinggal andalkan Traveloka Easy Access dan tidak perlu lama mengantri.

Intinya, apa pun pilihan liburan Anda, Traveloka Xperience bikin Anda merasakan #XperienceSeru.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Habis Akal

Habis Akal

Habis akal

Hilang semua alasan

demi lanjutkan penindasan

Dasar sial!

Kau manfaatkan kuasa

puaskan diri injak sesama

Pelawak Berlelucon Kasar
Foto: unsplash

Omong kosong tentang moral

Terlalu sibuk dengan aib

Tak peduli yang lebih pelik

Dasar otak-otak bebal!

Hanya demi uang banyak,

congkakmu buat semua muak!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

5 Gejala Workaholic Menurut Pengalaman Saya

5 Gejala Workaholic Menurut Pengalaman Saya

Jadi workaholic bikin bangga? Eits, nanti dulu. Justru Anda harus waspada. Menjadi seorang gila kerja bukanlah bentuk prestasi, apalagi bila sampai melelahkan diri sendiri.

Memang sih, mungkin Anda bisa menghasilkan uang lebih banyak daripada mereka yang mungkin kerjanya termasuk ‘biasa-biasa saja’. Mungkin inilah karir yang Anda cintai dan benar-benar nikmati.

Jangan-jangan, Anda sebenarnya juga takut jatuh miskin (lagi?) Mungkin Anda sudah pernah mengalaminya dan hal itu terasa begitu menakutkan. Kalau bisa sih, jangan pernah sampai kejadian lagi.

Sayangnya, kita suka lupa akan satu hal: manusia punya keterbatasan. Manusia bisa merasa lelah dan muak. Ini bukan perkara manja atau terlalu mudah dan cepat menyerah. Maunya yang serba gampangan. Ada banyak ragam faktor yang mungkin menyertainya.

Jadi, sebelum memutuskan untuk beristirahat lebih banyak dan teratur, coba cek kondisi kesehatan sendiri dulu, baik fisik maupun mental. Apakah kelima (5) ciri ini terjadi pada Anda?

  • Anda selalu kelelahan.

Ini aneh. Gak banyak gerak, tapi sering merasa capek. Makanya, yang nggak paham biasanya langsung menuduh Anda pemalas.

Pokoknya, Anda hanya mau tidur.

  • Tidur serba salah.

Saat melek, rasanya ngantuk banget – sampai-sampai sulit berkonsentrasi. Mood terganggu dan maunya merem terus.

Eh, giliran tidur malah nggak nyenyak. Ada sih, yang akhirnya malah cukup kalap tidurnya – meski dengan bonus mimpi-mimpi aneh, bahkan seram. Makanya, pas akhirnya bangun tidur lagi, badan malah lelah sekali, bukannya segar.

  • Kewaspadaan jadi berkurang.

Dua bulan lalu, saya pernah kecopetan ponsel dan dompet sekaligus dalam semalam. Bagi yang hobi victim-blaming mungkin akan dengan entengnya bilang saya ceroboh. Mungkin hal serupa belum pernah menimpa mereka.

Tenang, saya tidak akan mendoakan hal seburuk itu terjadi sama mereka, hanya untuk membuat mereka mengerti rasanya. Saya tidak perlu membuktikan apa-apa sama siapa pun. Yang saya tahu, malam itu saya juga sedang kelelahan, sehingga kewaspadaan berkurang.

  • Mudah jatuh sakit.

Ini juga sudah bukan cerita baru lagi, sih. Kebanyakan kerja, lupa jaga kondisi badan, dan sakitlah kemudian. Apalagi kalau sakitnya kebetulan sampai lama. Alamat hidupnya terganggu, deh.

Yang paling parah, sampai ada yang pernah dituduh kantornya mau diam-diam resign. Duh.

  • Intinya, jadi sangat kewalahan.

Jujur, saya sudah pernah mengalami defisit finansial yang cukup lama sehingga menjadi beban sesama. Pastinya malu hati dan nggak enak banget ya, meskipun mereka memaklumi dan (untungnya) masih mau membantu.

Namun, lagi-lagi saya juga sempat kebablasan hingga akhirnya kewalahan. Setiap kali ada tawaran kerja freelance, saya main ambil saja tanpa berpikir panjang. Inilah kebiasaan buruk yang harus segera saya hilangkan.

Begitu kecopetan dan kemudian jatuh sakit, barulah saya tersadar. Mau tidak mau saya harus mengurangi load pekerjaan saya yang sudah berlebihan biar hidup terasa lebih sehat, seimbang, dan pekerjaan terasa efektif.

Jangan menunggu sampai mengalami gejala-gejala di atas, ya. Jangan kayak saya. Usahakan hidup seimbang, meskipun sulit. Bekerja memang harus, namun jangan lupa untuk benar-benar menikmati hidup. Percuma punya uang banyak kalau buntutnya lebih banyak habis untuk berobat.

Mendingan buat traveling aja, hehehe…

R.