Banyak
Banyak hal yang bisa ditulis. Percaya
atau tidak, Anda tidak akan mudah kekurangan ide atau inspirasi. Setidaknya
menurut pengalaman saya, kuncinya ada tiga, yaitu:
- Jeli mengamati situasi dan kondisi.
- Menjaga konsistensi.
- Berani bereksplorasi.
Jangan salah, saya ngomong begini
juga bukan karena (merasa) jago menulis. Malah, justru lebih banyak tulisan reject (yang rata-rata sengaja saya
posting sendiri secara online) daripada yang diterima oleh media.
Tapi, cuek sajalah. Namanya juga
terus belajar dan berproses. Tidak ada orang yang langsung bisa – dan
bagus-tidaknya tergantung mereka yang menikmati. Yah, se-subyektif mereka yang
kemarin-kemarin sempat berkomentar soal kumpulan puisi seorang selebriti lokal
yang menurut mereka jelek.
Berdasarkan pengalaman pribadi, tiga (3) hal di atas cukup membantu saya untuk terus bisa menulis:
- Jeli mengamati situasi dan kondisi.
Pernah merasa hidup monoton dan
membosankan? Nah, lho. Jangan-jangan Anda hanya belum jeli menemukan yang seru
dari hidup Anda sendiri.
Jangan pernah meremehkan peran siapa
pun dalam hidup. Kalau mau jeli, bahkan yang kelihatan sepele dan membosankan
pun sebenarnya bisa dibikin seru dan menarik, kok.
Contoh: dulu saya pernah jaga kafe
bisnis keluarga. Sekilas pekerjaan ini sempat terasa membosankan bagi saya,
karena saya sebenarnya suka bergerak dan bersosialisasi. Apalagi kalau kafe-nya
kebetulan lagi sepi.
Padahal, banyak cara untuk menemukan
ide cerita atau tulisan, bahkan dari situasi paling monoton dan membosankan sekali
pun. Misalnya: iseng diam-diam mengamati pelanggan yang datang atau membaca
buku/artikel digital saat kafe sedang sepi.
Banyak penulis yang survive, tetap bisa bikin tulisan
meskipun di tengah keterbatasan atau situasi monoton. Contoh: Zlata Filipovic,
gadis Bosnia-Herzegovina berusia 11 tahun di era ’90-an yang terpaksa nggak
bisa keluar rumah karena negaranya sedang konflik perang saudara dengan Serbia.
Dalam buku hariannya, Zlata pernah menulis tentang dirinya yang sedang
mengkhayalkan makanan enak. (Kasihan.)
Atau Behrouz Boochani yang telah
menerbitkan otobiografinya yang berjudul “No
Friend But The Mountains”. Mungkin kita yang beruntung hidup biasa-biasa
saja akan menganggap kisah hidup jurnalis asal Iran dan Kurdistan ini seru
banget. Padahal, bisa jadi dia berusaha keluar dari situasi monoton yang rentan
bikin depresi dengan cara…ya, apalagi kalau bukan menulis pengalamannya
selama ditahan di Manus Island, Papua Nugini.
Nah, apa kabar kita yang mungkin
punya lebih banyak akses dan kesempatan untuk menulis?
Baru sekali-dua kali menulis, terus
ada yang menganggap tulisan Anda jelek? Terus mau menyerah? Yah, jangan. Justru
dengan rajin berlatih, keahlian Anda akan semakin terasah baik.
Pastinya, perkembangan setiap orang
akan berbeda-beda. Ada yang memang sudah berbakat dari sananya. Baru sebentar
menulis sudah jadi yang bagus.
Tapi, yang hanya mengandalkan bakat
tanpa latihan konsisten bakalan kalah dengan mereka yang lebih gigih. Selama
rajin berlatih, terus memperbaiki diri, dan mau menerima kritik, kemampuan
menulis akan berkembang.
Sama seperti aset lainnya, percuma
punya bakat bila tidak dikembangkan.
Nah, mungkin ini masih menjadi salah
satu kelemahan saya dalam menulis. Kadang-kadang saya masih merasa ragu untuk
bereksplorasi.
Misalnya: jangan menulis yang
seram-seram terus. (Sayangnya, hingga saat ini saya masih kesulitan menulis
cerita ringan dengan akhir yang happy, hehe.)
Saatnya perkaya sumber bacaan. Jangan kelamaan di zona nyaman.
Tapi, jangan lupa juga untuk
menemukan gaya menulis sendiri. Namanya juga bagian dari eksplorasi.
Banyak banget kok, hal yang
sebenarnya bisa ditulis. Semoga sedikit saran di atas juga dapat membantu.
R.