Ini kasus pertamaku. Aku datang ke vila besar berlantai dua dengan kolam renang di halaman belakang. Malam itu, jam di ponselku sudah menunjukkan pukul 11:45. Nyaris tengah malam.
Jenazah
lelaki itu terkapar di ruang tengah, berlumuran darah. Permadani Turki yang
mahal itu ternoda. Darah mulai mengering dari luka terbuka di perut lelaki itu.
Sang
Istri yang tersedu-sedu sedang diwawancarai oleh Detektif Senior di ruangan
lain. Tim Forensik sibuk memotret, menyapu berbagai permukaan untuk mencari dan
mengumpulkan contoh sidik jari dan barang-barang bukti lainnya. Tim Pemeriksa
Medis yang termasuk bagian dari Tim Forensik kemudian membawa jenazah ke
laboratorium mereka untuk divisum lebih lanjut.
Katanya
sih, usaha perampokan yang gagal total. Perampok Amatiran yang masuk terpergok
Sang Suami (yang sekarang berstatus Almarhum atau Korban) dan mereka pun
berkelahi. Pecahan kaca di dekat jenazah Sang Suami membuktikan bahwa
kemungkinan besar senjatanya adalah salah satu potongan dari pecahan kaca yang
ada. Lukanya agak terlalu lebar untuk pisau biasa.
Namun,
berdasarkan laporan sementara Tim Forensik dan yang kulihat, ada yang janggal.
Pertama,
kenapa hanya pintu belakang yang menuju kolam renang terbuka dan jendela besar
di sampingnya yang pecah? Tembok di belakang terlalu tinggi untuk dipanjati
dengan cepat. Kecuali ada manusia super di dunia nyata dan pelakunya pakai alat
pendaki (niat banget!), terlalu
mustahil untuk jadi jalur masuk dan keluar.
Kedua,
hanya ada jejak kaki berdarah yang mengarah ke halaman belakang…dan berhenti
pas di pinggir kolam renang.
“Dez, coba lihat ini, deh.”
Ben,
salah satu anak Tim Forensik, menunjukkan foto-foto file rumah sakit terdekat. Kulihat Sang Istri sering sekali harus
ke UGD (unit gawat darurat) di sana. Patah lengan. Kaki keseleo. Hidung patah. Gigi tanggal. Mata lebam.
Semuanya
tertulis: KECELAKAAN. Tapi kok, sering sekali, bisa sampai sebulan-dua bulan
sekali selalu harus ke rumah sakit atau berobat ke dokter?
“Ben, aku mau nyebur dulu.”
“Hah?” Terlambat. Byur! Hanya berbekal senter tahan air, aku menyelam untuk menyinari lantai kolam renang. Tak peduli sudah tengah malam dan aku akan menggigil kedinginan…
-***-
“Dez, kamu ngapain?” Detektif
Senior bingung melihatku menggigil karena basah kuyup. Kutunjukkan sebilah
besar pecahan kaca yang kutemukan di dasar kolam renang.
“Senjata pembunuhan.”
Mendadak
Sang Istri tampak gugup. Kuperhatikan satu tangannya yang ternyata sedang
diperban. Kutanya:
Pertanyaan
basa-basi ini mungkin sudah biasa dan normal bagi dua orang yang saling kenal
lama – dan mungkin juga saling sayang. Contohnya:
Mama:
“Hari ini hujan deras. Kamu lagi
ngapain?”
Saya:
“Lagi di kosan. Baru aja pulang.”
Namanya
juga emak-emak. Wajar saja kalau saban hari ngecekin keberadaan anak-anaknya
kalau lagi kangen. Gak peduli bila anak-anaknya sudah dewasa dan (relatif) bisa
jaga diri sendiri.
Yang Bikin Ilfil
Sayangnya,
basa-basi serupa justru malah bikin ilfil bila bukan dari orang yang tepat.
Sering
banget denger keluhan dari banyak teman perempuan soal ini. Singkat cerita,
begini masalahnya:
Kenalan
sama cowok di aplikasi kencan / dating
apps / media sosial – pokoknya online. Berdasarkan profil masing-masing,
semula kayaknya mereka merasa saling cocok, gitu.
Sayangnya,
pas mulai kontak-kontakan, cowok yang semula tampak menarik ternyata malah gak
asik buat ngobrol. Habis, basa-basi seringnya kayak gini doang lewat DM /
japri:
“Lagi ngapain?”
“Baru bangun.”
“Oh. Udah makan?”
“Kan barusan aku bilang baru bangun.”
“Oke, makan dulu, gih.”
(Padahal,
yang disuruh udah bukan anak kecil lagi. Kalau lapar ‘kan tinggal
ambil/masak/beli sendiri, terus, makan, deh. Habis perkara.)
Kelar
makan:
“Udah makan?”
“Udah.”
“Makan apa?”
*krik…krik…krik…*
Nah,
ngerti ‘kan, kenapa obrolannya jadi berasa garing banget? Yang keseringan
ditanya basa-basi begini (apalagi tiap hari) pasti lama-lama bete, merasa
diperlakukan seperti anak kecil.
Ini
kabar buruk, Tuan-tuan sekalian. Jujur aja, kalo cara pedekate kalian kayak
gini, semua perempuan yang pernah kalian suka bakalan cepat bosan. Gak usah
nuduh mereka sombong, banyak maunya, dan gak mau kasih kalian kesempatan.
Nih,
saya blak-blakan aja, ya. Niat saya hanya ingin membantu kalian, wahai
Tuan-tuan yang masih suka bingung mau ngobrol apa sama gebetan.
Biar obrolan (setidaknya) sedikit lebih lancar, silakan coba lima (5) saran di bawah ini:
Banyak cari referensi obrolan seru.
Hari
gini, pedekate jangan modal rayuan basi, tapi juga gak perlu selevel Einstein,
kok. (Ada juga cewek yang ilfil sama cowok yang hobi pamer kecerdasan.) Yang
penting, Anda punya wawasan cukup luas. Bukan alasan males nyari atau bingung
mulai dari mana, karena kalo mau cari-cari lewat Google sebenarnya banyak.
Percaya
deh, lebih baik coba cara ini ketimbang selalu nanya apakah si dia udah makan
apa belum.
Jangan
hanya peduli dengan penampilan luar si gebetan.
Saran
di atas khusus kalian yang beneran ingin mencari pasangan serius, ya. Okelah,
saya gak bilang kalian gak boleh tertarik sama perempuan yang kalian anggep
cantik atau menarik secara fisik.
Tapi,
sebuah hubungan tidak akan bertahan lama bila kalian hanya peduli dengan yang
ada di permukaan. Baca juga profilnya. Saya yakin, perempuan secantik
supermodel pun akan bosan bila obrolan kalian hanya seputar check-in kayak absensi sama guru piket
sekolah.
Coba
variasikan obrolan.
Daripada
cuma nanya udah makan apa belum, mending ajak si dia makan bareng aja sekalian.
Anda juga bisa cerita Anda lagi suka atau habis makan apa. Tanyakan juga menu
favoritnya, termasuk restoran dan lain-lain. Pokoknya, kembangin aja percakapan
seputar topik kuliner ini.
Oke,
ini hanya contoh. Intinya, biarkan percakapan mengalir apa adanya. Gak perlu
dibuat-buat atau berlagak (paling) tahu segalanya. Jadi sendiri aja.
Gak
usah merasa terancam dengan kecerdasan si dia.
Ini
kesalahan yang banyak dilakukan laki-laki. Pas mulai ngobrol dengan perempuan
incaran dan ternyata dia pintar, langsung deh, pada mundur teratur. Alasannya
apa lagi kalo bukan minder dan merasa terancam.
Ada
juga sih, yang berusaha mengubah si perempuan. Mulai dari menyebutnya terlalu
kaku, serius, gak asik, hingga yang terang-terangan bilang begini:
“Jangan pinter-pinter amat. Ntar
cowok pada takut.”
Terus,
habis ngomong gitu masih ngarep perempuan bakal menurut dan mengubah diri
mereka sendiri, terus kasih kalian kesempatan? Ha-ha, hari gini. Please, dah!
Setiap
manusia punya kelebihan dan kekurangan masing-masing. Gak perlu merasa insecure. Biasa aja. Justru, sebuah
hubungan akan semakin meriah dengan saling berbagi ilmu. Jika masih menganggap
perempuan (bahkan yang sedang disukai) adalah saingan – apalagi ancaman – hanya karena menurut Anda dia
sangat cerdas, berarti masalahnya bukan di perempuan itu.
Anda-lah
yang belum siap menjalin hubungan serius dan dewasa, karena masih menganggap
perempuan cerdas sebagai saingan yang mengancam. Gimana mau kerjasama sebagai
pasangan untuk membangun relasi yang sehat, kalau belum apa-apa sudah insecure duluan dan parno si dia bakalan
meremehkan Anda?
Gimana
kalo si dia ternyata terbukti sombong? Ya, udah. Langsung cari aja yang menurut
Anda enggak. Gak perlu maksa, apalagi pake acara nyinyir dan ngancem-ngancem segala.
Udah gak zaman merespon penolakan dengan cara yang teramat kekanak-kanakan.
Gak
usah maksa kalo ternyata si dia gak tertarik juga.
Ini
juga salah satu kesalahan yang banyak dilakukan laki-laki di dating app. Baru aja kenalan sebentar,
ekspektasi terlanjur tinggi. Maunya langsung sama-sama suka dan lantas jadian.
Nah,
lagi-lagi saya harus mengingatkan: ini
bukan dongeng atau sinetron. Memang, banyak orang yang bisa bikin Anda
kecewa, sebaik apa pun usaha Anda untuk menyenangkan mereka.
Namun,
percuma juga memaksa mereka untuk menyukai Anda lebih dari sebagai teman.
(Sekali lagi, gak usah sinis juga dengan konsep ‘friendzone’, karena masih jauh lebih baik daripada dimusuhin dan
dicap ‘creepy’.) Kalo gak kuat dengan
penolakan, mending mundur ketimbang bikin drama yang gak perlu.
Anda
juga gak suka ‘kan, bila ada cewek yang maksa-maksa Anda harus mau jadian sama
mereka? Yang ada malah Anda katain gampangan dan putus-asa lagi.
Coba
asah dulu kemampuan ngobrol Anda, siapa tahu ada yang mau. Jangan lupa, semua
yang bagus-bagus itu ada prosesnya, lho. Kalau mau terus bersabar sambil
berusaha tanpa ngoyo, ntar ketemu
juga dengan jodoh. Yang penting, coba terus dan harus tahu kapan harus beralih
ke yang lain dan gak gengsi untuk terus memperbaiki diri.