Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Kenopsia

Source: Freepik

Kenopsia

Jangan sebut ini duka,

meski semua beranjak,         

menjauh atau raib sekalian.

Berhentilah berucap:

“Pada masa itu…”

“Dulu semua begitu…”

Mungkin rasa terlantar dan nostalgia

ibarat racun sarin dalam air.

Tidak terdeteksi

sebelum ada yang hampir mati.

Tempat dan masa itu memang contoh indahnya kenangan

yang sayang takkan pernah bisa diulang.       

Lihat, ada pesan bertuliskan TUTUP

tergantung di kenop pintu.

Suara-suara yang kau dengar hanya hantu

tertinggal selamanya di masa lalu,

mencoba keluar dari dalam ingatanmu…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Hal yang Harus Disiapkan Saat Menulis dan Memposting Artikel Opini

5 Hal yang Harus Disiapkan Saat Menulis dan Memposting Artikel Opini

Hari gini pasti udah banyak banget yang (doyan) beropini. Gak hanya di media sosial, di media digital lainnya (terutama yang alternatif dan terima karya kontributor lepasan) juga ada. Mau nulis di blog sendiri juga bisa.

Cuma, harus siap-siap bila artikel opini yang sudah terpublikasi – bahkan sampai viral – menuai beragam reaksi. Gak hanya pujian, celaan juga pasti ada. (Makin banyak juga bila isi artikelmu asli ngaco atau dianggep kontroversial – atau malah keduanya.) Tahu sendiri ‘kan, dunia nyata (ternyata) juga sama saja.

Biar nggak kaget, ini lima (5) hal yang harus kamu siapkan saat menulis dan memposting artikel opini:

  • Biarpun opini, lebih oke pake riset.

Seperti yang sudah disebutkan, setiap orang bebas beropini. Meskipun bukan bersifat berita (news), lebih oke lagi kalo tulisanmu pake riset serius juga. Hal ini akan mengurangi kemungkinan tulisanmu dituding pembaca sebagai ‘curhatan doang’  atau tulisan yang bersifat (terlalu) subjektif.

Hmm, kalo pun emang berawal dari curhatan, trus kenapa? Namanya juga sharing pengalaman sendiri. Kalo bohong namanya fiksi.

  • Usahakan melihat/memaparkan setidaknya dua sisi berbeda secara berimbang.

Dalam setiap topik pasti ada beragam opini. Nah, tulisanmu akan semakin kaya bila mau mengulas topik tulisan tidak hanya dari satu sisi. (Baca: pendapat yang paling kamu setujui saja.) Biarkan pembaca belajar menganalisa suatu masalah tidak hanya dari perspektifmu.

Bisa jadi kamu sudah yakin benar akan satu hal. Tidak masalah. Boleh kok, mempertahankan pendapatmu. Selama juga punya bukti pendukung yang kuat, maka makin valid-lah pendapatmu saat ditulis.

Namun, menyebutkan pendapat lain yang berlawanan dengan pendapatmu juga penting, loh. Selain menunjukkan bahwa kamu mengakui adanya perbedaan (termasuk perbedaan pendapat), kamu tidak akan terdengar seperti orang yang ‘merasa paling benar sendiri’. Udah ya, soalnya yang gitu udah banyak banget, nih.

  • Cantumkan sumber-sumber tulisan lain yang mendukung pendapatmu di dalam artikelmu.

Sama seperti di dunia nyata, banyak macam orang di dunia maya. Mulai dari yang hanya asal komentar tanpa membaca (kecuali hanya judulnya), sampai yang punya argument berupa tulisan tandingan.

Bahkan, banyak juga yang emang niat membantah. Nah, kalau sudah begini, siap-siap hadapi aja, deh. Memang, meskipun misalnya argumen mereka (ternyata) terbukti lebih valid, nggak semua tahu atau bahkan peduli untuk pake cara yang santun untuk menegur.

Semoga kamu nggak akan mudah kepancing sama mereka yang sombong dan gemar merendahkan sesama karena merasa lebih benar. Mulai dari yang hobi menyindir “Belajar lagi yang bener deh, baru nulis beginian” sampai yang melenceng jauh – menuduhmu cari sensasi belaka.

Yang penting, sumber-sumber tulisanmu jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Contoh: jurnal ilmiah, media digital yang sudah terkenal bagus reputasinya (bukan yang hobi sebar gosip), dan masih banyak lagi. Mau dari blog orang lain juga boleh, selama isinya benar-benar kredibel.

  • Siapkan mental saat membaca berbagai komentar pembaca.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada pembaca yang baru lihat judul artikel saja sudah langsung komentar. Ada juga yang masih bisa objektif saat berkomentar, itu pun karena sudah membaca tulisanmu sampai habis. Yang nggak suka lantas mengajak ribut? Banyak juga.

Apa bedanya orang di dunia nyata dengan dunia maya? Mereka jauh lebih berani di dunia maya, karena bisa pake akun samaran. Yang biasanya kelihatan sopan sehari-hari ternyata malah jauh lebih kasar saat di social media.

Mempersiapkan mental bukan hanya perkara jangan ‘baperan’ (bawa perasaan – satu istilah yang sebenarnya sangat saya benci, karena sudah terlalu sering dipakai mereka yang sok tangguh untuk mengejek dan merendahkan sesama.) Okelah, banyak komentar sadis menyakitkan di dunia maya, tapi nggak semuanya harus atau layak kamu tanggapi.

Sayang bila waktumu terbuang hanya untuk meladeni mereka yang senang cari ribut demi sensasi (viralitas). Hidupmu pasti masih jauh lebih menarik daripada mereka. Lagipula, memangnya mereka sudah berani berkarya?

Yuk, mending nulis lagi aja terus…

  • Siapkan stok untuk ide tulisan-tulisanmu berikutnya.

Sama seperti musisi, hindari hanya menjadi ‘one hit wonder’. Jangan langsung puas hanya karena satu tulisan viral, habis itu berhenti begitu saja. Saatnya menggali ide lain dan terus menulis.

Bila memang suka menulis, lanjutkan saja. Tak perlu terlalu memusingkan komentar orang lain, apalagi yang tidak kamu kenal dan belum tentu punya karya yang (lebih) bagus. Cukup ikuti saran-saran yang menurutmu berguna dan kembali berkarya.

Yuk, mulai menulis.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Chrysalim

Hanya Se-peluk
Foto: https://unsplash.com/photos/nwWUBsW6ud4

Chrysalim

Badai dan hujan

kau ributkan,

sementara kutemukan damai

saat melihat jatuhnya jutaan rinai.

Mungkin ricuh di luar jendela,

namun ada sunyi bersemayam di kepala,

meredam suara keluhanmu

yang kian merana karena jemu.

Ada untungnya jadi penulis.

Kau bisa bebas berkelana dan jenuh tertepis.

Tak banyak yang bisa kita lakukan sekarang,

kecuali menanti redanya hujan.

Masih saja kau keluhkan bosan

tanpa berbuat apa-apa.

Ah, sayang.

Sepertinya kau kurang membaca.

R.

Categories
#catatan-harian #CSW-Club #menulis

Sebuah Ulasan:

Secercah Harapan di Balik Jeruji Penjara

Pepatah ‘anak tidak pernah meminta dilahirkan’  memang benar adanya. Bahkan, tidak ada seorang pun anak yang bisa memilih orang tua mana yang akan melahirkan mereka.

Pada Sabtu (3 April 2021, pukul 19:00), saya memenuhi undangan Tiar Simorangkir, sutradara film dokumenter “Invisible Hopes” , untuk menghadiri gala premier terbatas di Plaza Senayan. Mengapa terbatas? Berhubung masih pandemi #Covid19, mau tidak mau yang diundang juga harus terbatas. Semua demi keamanan.

Tanpa intro yang terlalu panjang, saya langsung paham begitu melihat keseluruhan liputan kru Lam Horas Film selama berada di rutan (rumah tahanan) dan lapas (lembaga pemasyarakatan) khusus perempuan di Pondok Bambu, Jakarta Timur. Banyak sekali detail penting yang tidak boleh terlewat untuk menggambarkan kondisi rutan yang memang ‘apa adanya’.

Mungkin agak sulit bagi banyak orang untuk bersimpati pada narapidana perempuan kasus narkoba. Baik sebagai pemakai, pengedar, hingga kurir, semua ada di Pondok Bambu.

Ada juga yang merupakan ‘korban sampingan’ , gara-gara suami atau pasangan mereka yang lebih dulu terlibat dengan kasus narkoba. Apa daya, patriarki memang masih membuat banyak perempuan tergantung hidupnya pada suami. Entah karena menurut atau sama sekali tidak tahu bisnis suami.

Namun, terlepas dari apa pun penyebab para perempuan ini menjadi napi – dalam kondisi hamil pula – semoga film ini mengingatkan kita untuk tetap memanusiakan mereka. Apalagi, bayi-bayi yang terlahir di dalam penjara bersama mereka membutuhkan lingkungan yang jauh lebih layak untuk tumbuh sehat. Kondisi penjara yang sudah penuh sesak, panas, dan kandungan gizi yang kurang dalam makanan para napi bukanlah tempat ideal bagi para bayi untuk tumbuh besar.

Apalagi, stres berlipat ganda yang sering dialami para napi perempuan membuat mereka sering melampiaskan amarah kepada anak-anak mereka sendiri. Padahal, anak-anak itu tidak bersalah. Mereka tidak pernah memilih dilahirkan oleh ibu-ibu yang terlibat kasus narkoba, apalagi sampai harus lahir di penjara.

Kedutaan Besar Norwegia dan Kedutaan Besar Swiss mendukung proses pembuatan film “The Invisible Hopes”. Saran saya sih, bagi yang mau menonton, siap-siap stok tisu, yah. Hehehe. Selain itu, bersabarlah, karena film dokumenter menarik ini akan tayang di bioskop pada bulan Mei 2021.

Semoga sesudah menonton film ini, semakin banyak yang tergerak untuk membantu anak-anak yang kurang beruntung karena terlahir dan besar di penjara selama dua tahun pertama mereka. Apalagi, ibu-ibu mereka mengaku tidak meminta terlalu banyak: bantuan berupa pakaian, susu, hingga kebutuhan para bayi untuk buah hati mereka.

Untuk sementara, yuk lihat cuplikan resminya di sini: