5 Hal yang Nyebelin Dari Orang Berpasangan di Indonesia
Kemungkinan besar tulisan ini akan memancing drama di dunia maya. Namun, bila selama ini orang Indonesia banyak yang merasa sah-sah saja merundung para lajang, kenapa kami tidak bisa mengkritik kalian juga? Ini bukan perkara balas dendam, biar sama-sama berkaca saja.
Pertama, saya secara pribadi sebenarnya tidak punya masalah sama mereka yang sudah berpasangan. Apalagi bila mereka memang benar-benar bahagia dan tidak sungkan menunjukkan kebahagiaan mereka kepada semua orang.
Namun, mereka menjadi sangat mengganggu dan menyebalkan bila melakukan kelima (5) hal ini, terutama kepada para lajang:
Merasa hidup mereka jauh lebih baik daripada yang masih lajang.
“Elo belum benar-benar dewasa bila belum berani menikah.”
“Sepinter dan sesukses apa pun elo dalam berkarir, nggak ada gunanya kalo elo belum punya suami/istri.”
“Nggak usah baper, ‘kan kita cuman ngingetin. Apalagi, agama juga menganjurkan menikah.”
Sering dengar ucapan-ucapan seperti itu dari semua kenalan – baik keluarga sendiri maupun teman – yang sudah menikah? Mungkin mereka merasa yang mereka lakukan itu baik, ‘sekadar mengingatkan’ agar yang masih lajang jangan “keasyikan sendirian / mengejar karir / senang-senang / dan lain-lain”.
Tapi, alangkah sombong dan lancangnya mereka bila sampai menuduh yang lajang belum se-dewasa mereka. Okelah, mereka merasa lebih baik karena ‘sudah laku’. (Hiii … hari gini masih ada saja yang mau-maunya menyamakan diri dengan barang dagangan!) Padahal, kedewasaan seseorang tidak ada sangkut pautnya sama sekali dengan status menikah.
Buktinya? Banyak pasangan yang secara mental dan psikologis belum dewasa, sudah dipaksa menikah dengan alasan “menghindari zina”. (Padahal masih ada puasa.) Terserah sih, kalau mereka merasa sudah dewasa. Cuma ya, tidak perlu mengkerdilkan para lajang yang mungkin belum terpikir atau memang tidak mau menikah … hingga mereka yang sebenarnya memang mau menikah, tapi apa daya jodoh belum datang juga. Lain cerita kalau kamu Tuhan yang bisa langsung mendatangkan jodoh untuk mereka.
Sama … plis, gak usah deh, nyinyir dengan bawa-bawa prestasi dan kesuksesan mereka selama ini meskipun masih melajang. Kamu hanya terdengar seperti manusia iri dan dengki. Bukankah menikah seharusnya membuat kepribadian seseorang menjadi lebih baik?
Memaksa para lajang untuk segera mengikuti ‘jejak’ mereka.
“Buruan, sebelum kehabisan. Gak mau ‘kan, dicap perawan tua?”
“Gak kasihan sama orang tua kamu? Ntar mereka gak punya cucu, loh.”
Tolong, bedakan ajakan dengan paksaan. Ajakan yang baik hanya saran dan sebaiknya cukup diberikan sekali. Tidak perlu berkali-kali, seolah-olah kami para lajang belum cukup dewasa untuk mengerti dan mampu mengambil keputusan sendiri. Selain itu, tolong jangan samakan manusia dengan susu dalam kemasan karton. Pake ngomong expired segala … HIH!
Saya sudah tahu kalian akan bawa-bawa alasan jam biologis perempuan untuk menyuruh-nyuruh kami menikah. Makanya, kalian paling getol berbuat begini sama para lajang yang berjenis kelamin perempuan. Jujur saja, cap perawan tua sudah tidak menakutkan. Justru, takutlah bila sudah menikah, tapi tidak ada perbaikan juga dari kepribadian kalian.
Gak usah bawa-bawa orang tua kami, apalagi sampai merongrong mereka – atau anggota keluarga kami lainnya – untuk menyuruh-nyuruh kami segera menikah. Lagipula, soal jodoh dan anak itu urusan Tuhan. Memangnya kalian mau bantu mengurus anak kami nanti? Gak juga, ‘kan? Cuma ngomong doang.
Menyindir para lajang sebagai sosok egois dan menyuruh mereka untuk ‘berintrospeksi’ diri.
“Harusnya jomblo-jomblo introspeksi apa yang salah sama dirinya sampe gak ada yang mau sama mereka.”
“Elo terlalu pemilih kali, makanya gak nikah-nikah juga ampe sekarang.”
“Mungkin kalo elo belajar untuk gak egois dan mikirin diri sendiri melulu, bakal ada yang mau sama elo.”
Ahem, sebentar. Kamu siapa, ya? Apa yang bikin kamu yakin bahwa hanya karena sudah menikah, kamu lantas merasa sudah jauh lebih baik daripada yang masih lajang? Yakin, situ gak punya kekurangan? Daripada nyuruh-nyuruh orang lain introspeksi, mending banyak-banyak bersyukur deh, pasanganmu masih bisa tahan dengan segala kekuranganmu.
Ini juga komentar menyebalkan yang paling banyak terlontar dari mereka yang merasa sombong karena sudah menemukan pasangan hidup. Bagus, cari-cari saja kesalahan si lajang terus. Serba salah, memang. Asal pilih dibilang gampangan, giliran milihnya hati-hati malah dituduh picky. Tolong deh, kurang-kurangin maen asumsi, kalo gak mau jatuhnya jadi fitnah.
Benarkah semua lajang itu egois dan hanya memikirkan diri sendiri? Terus, apa kabar mereka yang mengurus orang tua mereka yang sudah tua – dan membiayai adik-adik mereka yang masih usia sekolah? Apa kabar mereka yang berkiprah sebagai pekerja sosial, membantu orang-orang yang membutuhkan tanpa pamrih? Egoisnya di mana, coba?
Jangan sampai status menikah malah mempersempit pandanganmu akan dunia, hingga asal menuduh saja. Ibadahmu sayang nantinya.
Menakut-nakuti para lajang bahwa mereka akan sendirian tak terurus saat tua, karena tidak punya anak.
“Nanti pas tua sebatang kara loh, gak ada yang ngurusin. Gak nikah, gak punya anak, dah.”
Loh, kok malah jadi nyumpahin yang masih lajang, sih? Berani-beraninya mendahului takdir Tuhan. Dari mana bisa tahu bahwa semua yang masih melajang akan bernasib demikian? Memangnya kita bisa tahu umur orang? Dari mana tahu semua pernikahan akan langgeng dan tidak aka nada perceraian, kematian pasangan, atau bahkan kematian anak?
Bukannya mau nyumpahin balik loh, yah. Meskipun situ niatnya bercanda, ucapannya jahat sekali. Saya gak bisa menjamin semua lajang penyabar diperlakukan seperti itu. Kalo gak mau bales didoain yang jelek-jelek, mending diam, deh. Gampang, ‘kan?
Sudah julid habis-habisan sama para lajang, buntutnya tidak punya malu saat ingin meminjam uang atau meminta bantuan lainnya sama mereka.
“Pinjem duit, dong. Lo masih single, ‘kan? Pasti duit lo banyak, karena lo kerja melulu sama belum harus bayar biaya sekolah anak.”
Nah, yang ini gak hanya nyebelin, tapi bikin saya mau ngakak. Sesudah habis-habisan julidin lajang dan berusaha bikin mereka merasa gak berguna, buntutnya kena batunya. Giliran butuh duit, barulah para lajang yang semula kamu hina-hina dari kemarin kamu cari-cari.
“Kok pelit, sih? Eh, elo tuh, masih untung. Belum tau rasanya pusing bayar banyak tagihan demi ngurus anak!”
Okelah, kamu merasa kebutuhanmu jauh lebih penting daripada si lajang, hanya karena kamu sudah (memilih) menikah. Tapi kalo habis jumawa baru sadar si lajang berguna juga, salah nggak sih, kalo banyak lajang yang merasa sikapmu itu nyebelin banget?
Nah, inilah lima (5) hal yang nyebelin dari orang berpasangan di Indonesia. Semoga kamu nggak kayak gini juga, ya!