Kemaren-kemaren TL media sosial sempat rame dengan kabar perselingkuhan dua selebriti. Ada Adam Levine, vokalis Maroon 5 yang selingkuh sama Sumner Stroh, padahal istrinya sendiri – Behati Prinsloo, lagi hamil anak ketiga mereka. Ini bukan yang pertama dan Behati sendiri termasuk supermodel yang dianggap cantik jelita.
Saya nggak minat membahas si lelaki di atas. Keenakan dia kalau terus-terusan jadi spotlight, sementara perempuan yang harusnya dia kasihi dan hormati malah dia sakiti.
Banyak Spekulasi Basi Soal Penyebab Perselingkuhan
“Kalo perempuannya cantik dan bisa merawat diri, laki-laki nggak bakal lari …”
“Kalo perempuannya nggak dominan, lebih penurut, dan bisa terus kasih makan ego laki-laki biar nggak minder, laki-laki nggak bakal cari yang lain lagi … “
“Perempuan yang baik itu kudu sabar dan pemaaf. Namanya juga nikah, ya jangan ngarep gampangnya aja. Banyak-banyak doa sama introspeksi diri deh, siapa tahu lakinya bisa segera tobat … “
… dan sekian banyak spekulasi basi lainnya yang berseliweran, terus diulang-ulang tiap tahun sampai bosan. Ajaib masih ada juga yang kemakan kebusukan semua spekulasi tersebut. Nggak tahu apa kena Stockholm Syndrome atau memang kurang dapat privilege berupa pilihan hidup lainnya yang lebih baik, yang bisa bikin mereka merasa (lebih) berdaya dan berbahagia.
Padahal, kenyataannya banyak yang seperti ini:
- Beauty privilege nggak menjamin kamu bebas dari kemungkinan diselingkuhi.
Inilah beberapa pendapat yang sering terdengar dan bikin saya merasa eneg setengah mati:
“Kalo yang selingkuh itu cakep / cantik sih, nggak heran. Ada modal tampang, sih!” (Yang secara nggak langsung mewajarkan perilaku pelaku perselingkuhan macam Adam Levine – yang kenyataannya dianggep cakep sama banyak kaum Hawa.)
“Gak tau diri banget. Udah muka pas-pasan, masih berani selingkuh. Kalo gak karena tajir, paling main pelet.” (Terlepas dari memang ada beberapa bukti demikian di lapangan, ucapan di atas seakan tetap mewajarkan perselingkuhan bila pelakunya secara fisik menarik dan punya uang banyak. Heran juga, hari gini masih ada saja yang menyamakan selingkuh dengan prestasi – atau sebagai bukti dan validasi bahwa mereka tuh, ‘LAKU BANGET’. Iya, ampe udah nikah pun, masih banyak yang mau!)
“Elo sih, nggak merawat diri. Laki lo lari!” (Paling menyakitkan kalo ucapan macam ini datang dari sesama perempuan, yang harusnya saling mendukung dan menguatkan malah makin menjatuhkan. Yang selingkuh siapa, yang disalahin siapa. Daripada selingkuh, lakinya ‘kan, bisa cari cara lain. Ya komunikasi, ya kasih dana dan ruang bagi istri untuk lebih rileks dan merawat diri. Sama, dulu menikah karena apa, sih? Bukan cuma karena tampang doang, ‘kan?)
“Duh, bini dah spek bidadari gitu, dia masih selingkuh. Emang mau cari yang kayak gimana lagi, siiih? Apa jangan-jangan bininya cantik-cantik tapi nggak bisa melayani?” (Baguuus, salahin aja perempuannya teruuus! Selain itu, kesannya hanya mereka yang dianggap rupawan yang nggak boleh diselingkuhin. Sementara itu, yang dianggep kurang atau nggak cakep / cantik sama sekali sah-sah saja diperlakukan seperti sampah lewat perselingkuhan. Bahkan, ada yang sengaja melakukan exit affair, yaitu sengaja selingkuh demi memancing pasangan yang sekarang untuk segera mengakhiri hubungan mereka. Cara pengecut, padahal sebenernya hanya udah nggak tahan lagi liat muka pasangan yang sekarang. Ada kok, yang sekejam itu. Ngelunjak pula, karena masih minta dimaklumi.)
- Menuruti pasangan – apalagi sampai 100 persen – juga nggak menjamin kamu nggak akan diselingkuhin.
Dandan sesuai maunya si dia? Cek. Berhenti kerja dan di rumah saja, supaya cukup dia yang cari nafkah? Cek. Mengalah setiap kali berdebat, meskipun jelas-jelas kamu yang benar? Cek. Pokoknya, jangan sampai dia merasa kehilangan wibawa dan kalah. Kasihan, egonya lemah.
Pada kenyataannya, banyak banget yang memanfaatkan pasangan submisif macam ini untuk … tetap selingkuh. Alasannya juga selalu ada. Pasangan mulai terasa ‘membosankan’ (padahal mereka juga yang sudah melakukan gaslighting pada pasangan sendiri, sampai pasangan akhirnya lemah mental dan nggak punya sikap.)
Ada juga yang alasannya lebih brengsek lagi. Karena tahu pasangan submisif (apalagi juga udah nggak punya penghasilan sendiri, sehingga otomatis bergantung total pada mereka), mereka merasa masih aman-aman saja untuk terus selingkuh. Kalau pun sampai ketahuan, toh pasangan juga nggak akan bisa berbuat apa-apa. Nggak ada pilihan selain (terpaksa) memaafkan mereka dan (lagi-lagi hanya bisa) introspeksi diri sendiri.
Sementara itu, si tukang selingkuh sialan masih selalu bisa pulang untuk dilayani. Seperti biasa. Yang sial kalau sampai ada yang nggak peduli, pulang-pulang bawa bonus penyakit menular. Hiii …
- Punya sikap dibilang dominan dan berego tinggi, giliran patuh total juga dianggap bodoh dan gampang dikerjai.
Serba salah memang jadi perempuan di dunia patriarki. Punya sikap dibilang dominan dan berego tinggi, makanya bikin laki-laki ngeri. Giliran patuh total juga dianggap bodoh, disepelekan, dan gampang dikerjai.
Kata siapa menurut 100 persen sama pasangan itu aman dari selingkuh? Banyak IRT (ibu rumah tangga) yang tertular HIV dari suami mereka yang doyan selingkuh. Masyarakat juga nggak jelas maunya. Perempuan dianggap lebih sabar, sehingga diharapkan jadi terapis gratisan lelaki bermasalah. Giliran lelaki enggan berubah, perempuan juga yang disalahkan.
Stop Perlakukan Pelaku Perselingkuhan Seperti Anak Kecil yang Tidak Bisa Menahan Diri atau Binatang Tak Berakal
Nggak heran kalau masih banyak sekali netizen yang kecewa banget sama kelakuan Adam Levine. Gimana enggak? Mereka juga yang kemakan spekulasi basi kalau beauty privilege berarti bebas dari risiko diselingkuhi. Kalau banyak yang sudah paham, sebenarnya saya nggak perlu menulis sampai sepanjang ini hanya untuk mengatakan:
“Selingkuh terjadi karena niat si pelaku.”
Stop perlakukan mereka seperti anak kecil yang tidak bisa menahan diri atau binatang tak berakal. Kalah mereka sama angsa, merpati, burung hantu, dan serigala yang masih setia sama pasangan mereka sampai mati. Harusnya pelaku perselingkuhan punya malu, bukannya minta dimaklumi melulu!
R.