Categories
#catatan-harian #menulis

Malas Berdebat Bukan Berarti Pengecut

Malas Berdebat Bukan Berarti Pengecut

Ada yang bilang, semakin tua bisa berarti salah satu dari dua (2) kemungkinan di bawah ini:

  1. Semakin keras kepala dalam berdebat.
  2. Semakin malas berdebat, kecuali kala terdesak.

Bila kamu termasuk golongan pertama, maka sebisa mungkin aku akan enggan berurusan denganmu. Aku termasuk yang kedua, karena akhir-akhir ini aku semakin malas buang-buang waktu.

Mungkin banyak yang akan menyebutku pengecut atau orang yang “tidak bisa menerima perbedaan pendapat” alias “tidak mau berpikiran terbuka” (close-minded). Padahal, aku lebih suka berdiskusi untuk memecahkan masalah bersama, ketimbang saling ngotot karena merasa (paling) benar – lalu buntutnya malah musuhan.

 

Gaslighting Manusia Kurang Kerjaan

Kadang aku suka geli mendengar klaim mereka yang begitu seenak hati. Pasalnya, mereka dengan enteng sengaja memelintir kalimat sesuai kebutuhan mereka.

“Elo gak bisa menerima pendapat gue yang beda, berarti elo gak open-minded!”

Padahal kenyataannya, yang suka ngomong begini tuh, sebenarnya sangat manipulatif. Yang diajak ngomong sebenarnya bisa menerima pendapat mereka. Hanya orang yang berpikiran terbuka yang bisa begitu.

Namun, yang menuduh mereka “tidak berpikiran terbuka” sebenarnya hanya kesal karena pendapat mereka tidak disetujui. Padahal, kemungkinan pendapat mereka disetujui atau tidak – dengan alasan apa pun – tetap bisa terjadi. Memangnya mereka harus selalu benar?

Memangnya semua hal dalam hidup harus ada kaitannya sama mereka? Kalau sudah begini, siapakah yang sesungguhnya “tidak berpikiran terbuka” – termasuk menerima fakta bahwa tidak semua orang akan selalu setuju sama pandangan mereka?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

3 Cara Mengatasi Perubahan Negatif Sikap Sahabat

3 Cara Mengatasi Perubahan Negatif Sikap Sahabat

Ada yang bilang, kejadian semacam ini biasanya terasa lebih berat saat kamu masih muda. (Contoh: masa remaja.) Kata mereka, semakin dewasa rasanya semakin mudah saja.

Pada kenyataannya, tidak selalu demikian. Apalagi bila sahabat ternyata tidak hanya sudah cukup lama berada di dalam hidupmu. Sahabat sudah dekat juga dengan teman-temanmu yang lain dan keluargamu. Makanya, saat ada masalah besar dan kalian saling menjauh, rasanya seperti kehilangan anggota keluarga. Lebih menyakitkan.

 

Penyebab Rusaknya Persahabatan

Ada banyak sebab perusak persahabatan, mulai dari yang remeh sampai serius. Yang pasti, kalau urusannya sudah sampai soal prinsip, saling ngotot juga tidak akan mendapatkan titik temu.

Yang pasti dibutuhkan kedewasaan semua pihak dalam persahabatan untuk “agree to disagree” (paham kalau kalian tidak akan selalu sepakat dalam segala hal).

 

Cara Mengatasi Rusaknya Persahabatan

Sayangnya, kamu tidak bisa mengendalikan semua hal dalam hidup. Bila ini yang terjadi, ada tiga (3) cara untuk mengatasinya:

  • Terimalah kenyataan.

Merasa sedih, marah, atau kecewa dengan perubahan negatif sikap sahabat itu wajar. Sama seperti urusan putus cinta, berpura-pura sahabat tidak pernah ada dalam hidupmu justru malah akan semakin menyakitkan.

Namun, hindari juga membiarkan perasaan sedih berlarut-larut. Ingat, hidup terus berjalan. Gak ada yang mau selamanya nungguin kamu berhenti merasa sedih dulu.

  • Pertimbangkan dulu matang-matang sebelum memutuskan untuk mengakhiri persahabatan selamanya.

Manusia memang mudah berubah hatinya. Yang kemaren ngaku sayang, hari ini bisa benci setengah mati. Yang dulu kompak, sekarang bisa berseberangan – dan bahkan sampai musuhan.

Bila mengikuti emosi, mungkin kamu bisa mengambil keputusan gegabah. Misalnya: memutuskan untuk mengakhiri persahabatan karena sakit hati. Wajar sih, tapi apa kamu yakin itu satu-satunya cara terakhir yang mau kamu ambil?

Bagaimana kalau ternyata masih ada cara untuk memperbaikinya? Bagaimana bila suatu hari, ternyata salah satu dari kalian – atau kalian semua – terpikir untuk menjalin kembali persahabatan?

Ya, semuanya mungkin saja, sih. Namun, pastikan bila ternyata persahabatan kalian benar-benar sudah tidak bisa dilanjutkan lagi, alasannya masuk akal. Contoh: sahabat berubah menjadi sosok yang berpotensi mengancam kesehatan mentalmu serta keselamatan nyawamu. Bukan lebay, lho.

  • Selain introspeksi diri, siapkan diri melangkah maju dengan cara elegan.

Jangan lupa introspeksi diri. Mungkin saja kamu juga punya andil dalam berakhirnya persahabatan kalian.

Namun, bila memang benar-benar sudah tidak bisa diperbaiki lagi, cukuplah berusaha tidak mengulangi kesalahan serupa dengan teman lain.

Melangkah maju dengan cara elegan bisa kamu mulai secara bertahap. Gak perlu menjelek-jelekkan mantan sahabat atau pun mengumbar semua ‘rahasia kotor’-nya ke semua orang karena dendam.

Kamu bisa memilih menyibukkan dirimu, seperti layaknya orang yang baru putus cinta. Kamu bisa fokus pada pekerjaan, ibadah, keluarga, dan teman-temanmu yang lain, hingga pasangan. (Kalau ada).

Hidup terus berjalan. Orang-orang datang dan pergi, termasuk (yang merasa ingin atau sudah jadi) sahabat (yang katanya sejati). Tak ada yang abadi. Semoga kamu tetap bisa berbahagia, meski tak lagi sejalan dengan sahabat.

R.