Categories
#catatan-harian #menulis #tips

“Baca, Dong! Biar Paham”

“Baca, Dong! Biar Paham”

Maaf, saya tidak sedang membentak pembaca. Saya hanya tiba-tiba teringat dengan kebiasaan beberapa kenalan.

Indonesia sangat senang ber-media sosial. Itu sudah bukan rahasia lagi. Silakan cek FB, Twitter, IG, hingga aplikasi chat macam WhatsApp (WA). Ngomong-ngomong soal WA, pasti banyak yang kewalahan menangani grup WA di ponsel mereka.

Tidak Sabaran dan Yang (Merasa) Lebih Berilmu Tapi Sombong?

Memang, masih banyak orang Indonesia yang tidak suka membaca. Apalagi, di era digital ini, mereka lebih suka baca yang pendek-pendek saja dan menikmati yang visual. Instagram (IG) masih paling laku.

Kalau mau menulis di ranah digital saja disarankan agar tidak panjang-panjang amat. Paling sekitar 300 – 500 kata per artikel. Alasannya, biar yang baca nggak cepat bosan.

“Baca, dong! Biar paham.”

Memang, era digital membuat semuanya (terasa harus) serba cepat. Mungkin ini sudah pernah dibahas oleh banyak penulis atau blogger lain.

Sepertinya, gara-gara itu manusia sekarang jadi kurang sabar. Ini terlihat dari begitu cepatnya mereka share (dan reshare) informasi tanpa cek dulu dan lagi. Begitu yang mereka share ternyata hoaks, barulah pada ribut dan cari-cari alasan untuk menghindar. Yang masih sportif akan meminta maaf meskipun suasana terlanjur kacau.

Bercerita yang Tidak Tuntas

Jujur, saya termasuk orang yang tidak suka dengan cara bercerita yang setengah-setengah. Kayak nggak niat, gitu. Contohnya, pernah ada yang curhat begini soal orang yang sama-sama dikenal:

“Pokoknya dia nyebelin!”

“Iya, tapi nyebelinnya kenapa? Kasih contoh, dong.”

“’Kan barusan gue bilang dia nyebelin. Ngertiin, dong!”

“Lha, gimana bisa ngerti kalo ceritanya nggak lengkap gini – apalagi nggak ada bukti?”

“Nggak usah pake bukti! Pokoknya gue lagi kesel.”

*krik…krik…krik…*

Jangan tanya saya gimana rasanya saat waktu terbuang percuma, ikut dibikin kesal pula. Padahal, yang dengar juga nggak tahu pasti masalahnya, namun kayak dituntut untuk langsung paham dan setuju, gitu. Ini sama dengan satu contoh kasus lagi.

Nggak ada angin, nggak ada apa, ujug-ujug ada kenalan yang main share konten bermuatan politik (yang sayangnya negatif) di mutual group kami. Terus, habis itu langsung memaki-maki – pakai laknat atas nama Tuhan lagi.

Salah seorang teman di dalam grup tentu saja bingung dan bertanya: “Maksudnya apa, nih?”

“Baca, dong! Biar paham.”

“Iya, udah baca. Tapi maksudnya apa nih, share kayak begini?”

“Gue ‘kan udah bilang tadi. Masa gitu aja masih nggak ngerti juga, sih?”

Butuh beberapa anggota grup lain untuk menengahi, sebelum terjadi pertengkaran di dunia maya. Sayangnya, suasana sudah terlanjur nggak enak, apalagi si penyebar berita ngotot bahwa dirinya nggak salah.

Biasanya, kalau sudah bertemu model begini, saya memilih untuk tidak bicara apa-apa sama sekali. Jujur, saya malas setengah mati. Ya, kalau nggak perlu-perlu amat berurusan dengan mereka, ngapain juga cari-cari perkara? Ya, nggak? Hidup sudah ribet, nggak perlu ditambah lagi dengan drama bikinan sesama.

Saya suka gerah dengan mereka yang hobi bercerita setengah-setengah, pakai emosi pula. Manusiawi sih, ada orang yang memang emosian sehingga susah membagi informasi dengan lancar dan benar.

Sayangnya, orang-orang seperti ini suka nggak (mau?) mempertimbangkan dampak perbuatan mereka ke orang lain. Udah buang-buang waktu pendengar mereka, pake bikin keki segala lagi. Mungkin mereka juga bukan orang yang mau mendengar saran dari saya. (Halah, lagipula siapa sih, saya?)

Namun, bagi yang tidak keberatan, saran-saran ini mungkin bisa jadi pengingat bagi kita semua. (Ingat, saya bukan sekadar mengkritik, tapi sebisa mungkin juga nawarin solusi – yang kalau bisa biar semua pihak sama-sama enak.)

  1. Berilah jeda untuk diri sendiri dulu sebelum mulai bercerita.

Lagi kesal dengan seseorang atau sesuatu? Tarik napas pelan-pelan. Minum air putih. (Buat yang beragama, silakan membaca doa sesuai keyakinan masing-masing untuk menenangkan diri.)

Jangan biasakan diri mendadak ngamuk-ngamuk nggak jelas, ya. Masalahnya, nggak semua orang mau (dan bisa) mengerti Anda.

  • Coba tulis dulu di selembar kertas.

Sebelum asal mengirim pesan (apalagi ke grup online), coba tulis dulu yang ingin dikatakan di selembar kertas (atau di mana, kek. Di jidat sendiri juga nggak ada yang melarang.)

Sampai selesai, lalu baca lagi hingga habis. Dari situ, kita bisa mempertimbangkan dengan lebih cermat:

Sebenarnya, penting banget nggak sih, harus share informasi kayak gitu ke orang banyak? Apakah akan ada gunanya?

  • Pertimbangkan cara penyampaiannya.

Apa iya, harus pakai bentak-bentak atau kata-kata makian? Apa iya harus melaknat atas nama Tuhan? Memangnya Anda sendiri senang diperlakukan demikian?

Mau itu curhat politik, pribadi, atau apa pun, bukankah lebih enak bila disampaikan dengan cara yang lebih santun dan bijak? Kesal sih, boleh. Tapi, nggak perlulah sampai memaki-maki segala. Memangnya lupa dengan ajaran cara bercerita yang baik dan benar di sekolah dulu?

  • Anda tidak bisa mengontrol reaksi orang lain.

“Suka-suka gue dong, mau ngomongnya kayak apa! Situ kok jadi baperan?”

“Ya udah, lain kali nggak usah dengerin cerita gue kalo elo emang nggak suka!”

Sikap defensif jelas banget pada jawaban pertama di atas. Yang kedua lebih bersifat menyalahkan pendengar, hanya gara-gara reaksi mereka yang jauh dari harapan si pembagi informasi.

Tuh, ‘kan? Padahal, kenyataannya, kita nggak bisa mengendalikan reaksi orang lain atas cara kita bercerita. Yang ada malah kita yang terlihat labil di mata mereka. (Itu kalau peduli, ya.)

  • Hati-hati bila ingin melaknat orang lain atas nama Tuhan.

Bukan apa-apa, gimana kalau yang kebetulan kita laknat itu ternyata sebenarnya tidak bersalah? Gimana kalau suatu saat ternyata mereka diberi kesempatan oleh-Nya untuk bertobat tanpa sepengetahuan kita, sementara kita sendiri malah jadi yang melenceng gara-gara kesombongan diri sendiri?

Kalau dikira saya nggak pernah kayak gini, salah besar. Justru saya sendiri juga belajar dari pengalaman, makanya berani menulis yang seperti ini. Ngapain takut, bila demi kebaikan?

R.

By adminruby

Pengajar, penerjemah, penulis, dan pemikir kritis. Jangan mudah baper sama semua tulisannya. Belum tentu sedang membicarakan Anda.

Juga dikenal sebagai RandomRuby di http://www.pikiranrandom.com/ dan GadisSenja di http://www.perjalanansenja.com/. Kontributor Trivia.id (http://trivia.id/@/rubyastari) dan beberapa media digital lain.

2 replies on ““Baca, Dong! Biar Paham””

kalo skr ini, jujurnya udh ga banyak orang2 yg model gini di grupku, ato medsos :D. karenaaa, aku pasti bakal lgs mendepak mereka wkwkwkwkwk.. ntah napa mata gatel kalo udh baca kalimat2 yg pake melaknat, marah2 sambil nyebarin fitnah dll. serius, itu bikin mood ku suka naik ato jd jelek. krn segitu ngaruhnya, aku lbh milih utk nyingkirin org2 tipe begitu supaya grup dan timeline juga adem dan hanya berisi yg positif :D.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *