DI DAPUR
Anak:
Semalam aku mendengar Papa dan Mama bertengkar di dapur lagi. Lagi-lagi soal uang. Sudah hampir seminggu kami tidak makan. Aku mulai kelaparan sekali. Tubuhku semakin kurus dan lemah. Aku sudah semakin sulit bangkit dari tempat tidur.
“Kita masih punya air minum, ‘kan?” bentak Papa. “Puasa aja dulu. Aku belum dapat kerjaan lagi.”
“Ya sudah, kalo begitu aku saja yang kerja!” balas Mama tak kalah keras. “Mbok Mini dari kemaren nawarin aku jagain warungnya.”
“Kamu perempuan dan istri, di rumah saja! Apa kata tetangga nanti, kalo liat suami nganggur tapi istrinya kerja?”
“TRUS ANAK KITA MAU MAKAN APA, HAH?!”
PLAK. Sunyi seketika. Kuputuskan untuk memejamkan mata …
Aneh, keesokan siangnya Mama membangunkanku sambil tersenyum. Beliau menyuapiku daging yang baru dimasak. Enak, karena aku sudah sangat kelaparan. Namun, aku merasa aneh dengan rasa daging ini …
“Ma, ini daging apa?”
“Sssh, sudah. Makan saja biar kamu cepat sembuh.”
Ibu:
Aku lega anakku akhirnya mau makan. Pipinya mulai semburat pink. Dia menghabiskan makanannya.
“Papa mana?”
“Kamu udah nggak usah mikirin Papa lagi. Yang penting kamu makan.”
Yang penting anakku makan. Laki-laki yang hanya tahu cara bikin anak tanpa mau peduli cara mengurusnya. Kutatap gundukan tanah di kebun belakang yang masih baru dan tersenyum puas.
Pengorbananmu tidak sia-sia, bahkan meski kamu takkan pernah menyadarinya. Aku mulai sibuk mencuci seprai bernoda darah dengan sisa sabun yang masih ada. Sekarang anak kita bisa makan, meski aku tak yakin kami bisa menghabiskanmu. Kamu menjual satu-satunya kulkas bulan lalu.
Besok aku akan mulai bekerja dengan Mbok Mini. Bila ada yang bertanya tentangmu, cukup kubilang saja kamu kabur dengan perempuan lain. Cerita suami tak bertanggung jawab sudah terlalu banyak di negeri ini …