“JUJUR = KASAR?”
Baru-baru ini saya keluar dari salah satu grup kepenulisan di Facebook. Bukan karena berantem sama anggota lain atau melanggar peraturan, tapi karena banyak sekali anggota yang – jujur aja – hobi ‘nyampah’ dengan tulisan-tulisan nggak bermutu.
Nggak bermutu? Lalu tulisan saya apa namanya, ya?
Entahlah, terserah yang baca. Hehe. Yang pasti, ada tulisan seorang laki-laki yang bikin saya gerah. Dari judulnya saja, jelas-jelas dia dengan sengaja mengejek para perempuan beragama tertentu karena hobi sharing artikel tentang larangan pacaran dalam agama tersebut, namun pada saat yang sama begitu gandrung dengan ‘Drakor’ (yang ternyata singkatan dari ‘drama Korea’. Sekilas kedengaran mirip ‘Drakula’.)
Nggak tanggung-tanggung, dia menyebut mereka sebagai perempuan-perempuan yang mau-maunya dibego-begoin ama Drakor.
WOW. Saya sendiri memang bukan penggemar drama Korea, namun saya menangkap nada misoginis yang sangat tajam di sana.
Nggak setuju sama pilihan orang lain? Ya, sudah. Nggak usah kasar dan sok ngatur-ngatur selera orang, apalagi sampai menghina segala. Memberi stereotipe miring seperti itu justru malah menunjukkan kualitas kepribadian si penulis yang – sekali lagi jujur aja, nih – ‘enggak banget’.
Sebelum keluar dari grup tersebut, sialnya saya masih sempat tergoda membaca komentar-komentar di bawah postingan tulisan tersebut. Seperti layaknya di media sosial, ada yang pro dan kontra. Bahkan, untungnya nggak sedikit yang nganggep si penulis sinis, dangkal, sombong, sekaligus menggelikan.
Jangan-jangan diem-diem dia baper karena pernah ditolak cintanya sama perempuan penggemar serial drama Korea.
Apa kemudian saya ikut komentar? Enggak. Ngapain? Saya nggak punya waktu untuk berdebat dengan orang-orang yang sedemikian haus perhatian, yang tujuan utama mereka dalam perdebatan hanya untuk menyerang, menang, dan selalu diiyakan.
Ternyata, puasa dan Lebaran hanya ‘numpang lewat’ bagi sebagian orang. Begitu kembali ke hari-hari biasa, mereka mulai lagi deh, dengan kebiasaan buruk yang sama: menghina dan merendahkan sesama. Melelahkan.
Sepertinya masih banyak yang baru belajar sampai sebatas memberi opini. Yang penting jujur, meski kasar. Perkara berguna dan nggak nyakitin orang lain, lain cerita. Mungkin juga bukan urusan mereka, meski lucunya mereka hobi banget ngomentarin urusan pribadi orang lain.
Yah, begitulah. Daripada ikutan sinting, ada kalanya lebih baik melipir dan biarkan orang-orang ini nyinyir di media sosial hingga jari-jari pada keplintir…
R.
6 replies on ““JUJUR = KASAR?””
Ternyata, puasa dan Lebaran hanya ‘numpang lewat’ bagi sebagian orang.
——
benar, banyak yg lupa maut bisa menjemput kapan aja, astaghfirullah
diistighfarin aja mbak
Iya, terima kasih sudah diingatkan. 🙂
memang begitulah dunia sekarang mbak, semau dinyinyirin
Makanya mending cabut daripada ikutan sinting. Biarin aja mereka negatif terus. Toh, cewek2 yang nonton Drakor itu gak pernah minta dibayarin TV kabel sama mrk. 😛 Hihihi.
saya setuju mendingan cabut dari sana dari pada nanti ikut-ikutan nyinyir hehe…..berkaryanya disini aja mb saya suka baca artikelnya
Hahaha, bisa aja. Makasih, ya.