Categories
#catatan-harian #menulis

Kesadaran (Menjelang) Ber-Lebaran

Aku mulai melihat banyaknya orang yang mulai ‘sadar’ akan hal ini (menjelang) ber-Lebaran. Ya, mulai banyak yang cukup ‘sadar diri’ untuk mengganti template ragam pertanyaan ‘basa-basi’ usang yang kerap bikin yang ditanya meradang. Syukur-syukur tidak sampai ada keinginan menendang. (Jangan, alamat bisa kembali musuhan!)

“Kapan nikah?”

“Kok gendutan?”

“Udah isi belum?”

“Gak nambah?”

(Oke, khusus pertanyaan yang terakhir, mari berasumsi bahwa mereka tengah menawarkan kita untuk makan lagi. Jadi, cukup segera ke meja prasmanan sambil dengan ceria membalas: “Beneran boleh nambah nih, Tante/Om/Kak? Asiiik, porsi keduaaa!”)

Hehe, tentu saja ini tidak terjadi dalam semalam. Masih banyak sih, mereka yang keukeuh beranggapan bahwa daftar pertanyaan di atas itu  “B AJA. ELU KALI YANG BAPERAN!” Jujur, argumen macam ini juga sudah teramat membosankan. Untung semakin banyak juga yang melawan dengan edukasi dan argumen cerdas sekaligus berkelas. Tak perlu panas kayak cuaca akhir-akhir ini.

 

“Kapan Nikah?”

Kalau yang ditanya sudah punya pacar/pasangan (dengan waktu cukup lama, misalnya setahun), bolehlah ditanya seperti ini. Tentu saja, dengan catatan kamu tidak langsung sok-sok menasehati mereka agar jangan lama-lama menunda. Woy, orang tinggal tunggu undangan kok, malah sok ngatur? Kecuali kalau kamu sudah siap membayari akad, resepsi, dan DP rumah untuk mereka selepas ijab kabul. Ada?

Yang pasti, pertanyaan di atas sangat tidak disarankan untuk ditanyakan pada yang masih lajang. Itu sama saja menyindir orang miskin yang belum punya tabungan milyaran dolar atau rumah bertingkat tiga di tengah kota. Jangan salahkan si lajang yang kemudian jadi malas berurusan sama kamu. Jangan juga sok-sok mengatur perasaan mereka dengan ucapan macam: “Gak boleh kesel, ‘kan cuman nanya.”

Eh, gimana kalo mulutmu yang diatur dulu? Sesekali perhatikanlah gajah di pelupuk mata, alih-alih sibuk meributkan semut di seberang lautan.

 

“Udah isi belum?”

Seorang teman pernah ditanya ibunya soal temannya yang sudah menikah: “Itu si A udah hamil apa belum?”

Jawaban teman tentu saja diplomatis sekaligus menohok. Teman enggan bertanya soal itu dan memilih menunggu temannya bercerita. Siapa tahu, temannya teman sedang berusaha dan merasa tidak perlu laporan ke siapa-siapa. Siapa tahu temannya teman baru saja keguguran dan bisa trauma karena terpicu pertanyaan yang niatnya ‘hanya basa-basi’ itu. Siapa tahu dia malah baru saja ditinggal wafat anaknya.

Dan siapa tahu-siapa tahu lainnya …

 

Tanya-tanya Hal Pribadi Tanpa Paham Konteks dan Sikon

Sayangnya, netizen Indonesia sudah terlanjur terkenal sebagai netizen paling nggak sopan se-internasional. Lihat saja, mereka hobi membanjiri media sosial dengan komentar keji dan hujatan tanpa henti saat tengah menggunjingkan yang lagi viral – entah itu sesuatu atau seseorang.

Tidak usah memungkiri bila di dunia nyata pun demikian. Saking banyaknya yang kepo nggak perlu, sampai nggak (mau?) sadar kalo sebenarnya kebiasaan itu nggak sopan dan nggak berguna. Bahkan, orang yang nggak kenal-kenal kita amat bisa lancang bertanya hal pribadi, tanpa tahu jelas manfaatnya. Contohnya, seorang driver ojol (ojek online) pernah bertanya begini padaku: “Ibu/Mbak udah nikah?”

“Sebentar,” balasku. “Bapak nanya itu ke saya tujuannya apa?”

“Ya, nanya aja.”

“Iya, tapi mau tahu soal itu untuk apa?”

“Ya, ngobrol aja.”

DUH, GREGETAN!! “Iyaa, tapi manfaat dari mengetahui informasi itu soal saya apa untuk Bapak?”

Krik … krik … krik … sampai sini, rupanya baru sadar dia. Entah sadar kalau pertanyaannya tidak berguna … atau sadar kalau yang ditanya ternyata perempuan galak. Ada sih, yang kemudian berkilah dengan alasan: “Saya cerita-cerita ke orang soal saya sudah menikah biasa saja” atau “Ada penumpang yang nggak keberatan cerita.”

HHH … “Ya, itu ‘kan, Bapak sama mereka. Tidak semua orang sama. Ada yang tidak mau cerita dan kita harus menghargai pilihan dan privasi mereka.”

Semoga jadi bahan pemikiran dan pertimbangan untuk percakapan dengan penumpang berikutnya.

“Ih, anak-anak zaman sekarang ribet amat. Apa-apa nggak boleh ditanya.”

Yee, kok ngambek doang bisanya? Sekarang udah era digital. Informasi melimpah. Kalo pun males baca, cukup tanya kabar dan biarkan mereka bercerita.

Yuk, bisa yuk. Mulai variasikan basa-basimu agar saat Hari Raya, tidak ada yang kesal lalu balas menyindir: “Kamu nanyeak?”

 

R.

By adminruby

Pengajar, penerjemah, penulis, dan pemikir kritis. Jangan mudah baper sama semua tulisannya. Belum tentu sedang membicarakan Anda.

Juga dikenal sebagai RandomRuby di http://www.pikiranrandom.com/ dan GadisSenja di http://www.perjalanansenja.com/. Kontributor Trivia.id (http://trivia.id/@/rubyastari) dan beberapa media digital lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *