Andai semua ini adalah mimpi, aku tidak ingin segera bangun. Masih mau terus di sini.
Gelap sekali malam itu, terutama oleh pepohonan rimbun layaknya di taman kota. Jakarta tidak punya ini. Rerumputan kering bergemerisik karena terinjak oleh kaki-kaki kami saat melangkah.
Angin dingin di musim gugur bulan Mei berembus. Brrr…aku menggigil. Kenapa kutinggalkan jaketku di Honda putihnya tadi? Kaos hitam berlengan panjang dan scarf merah tuaku tidak cukup menghangatkan. Kulitku mulai meremang.
Kubuka mulut dan mulai menghirup. Astaga, rasanya seperti berada di dalam kulkas raksasa. Hidungku mengendus aroma rumput kering. Begitu asing. Lidahku juga jadi dingin. Tenggorokanku ikutan kering.
“Lihat.” Abangku menunjuk ke seberang perairan. Kurasakan mataku melebar takjub.
Opera House dan sekitarnya tampak begitu kecil. Lampu-lampu gedung kota yang berwarna-warni begitu kontras dengan Mrs. Macquarie’s Chair yang malam itu minim cahaya, tempatku dan Abangku berada malam itu.
“Kamu baru saja melihat keseluruhan kota Sydney,” katanya. Dia tampak tidak terganggu dengan angin dingin yang berembus, meski hanya berkemeja. Sudah biasa pastinya.
“Wow,” desahku. Entah apa yang harus kukatakan. Yang kutahu, aku telah jatuh cinta. Aku ingin kembali ke sini suatu saat nanti. Secepatnya kalau bisa.
“Sudah kuduga kamu akan menyukainya.”
Kami memang tidak sedarah, tapi aku sering berharap bahwa dia adalah abangku. Sangat lama kami berdua sudah saling mengenal, sampai-sampai dia bisa membaca perasaanku dengan mudah. Bahkan, seringnya sebelum aku berbicara.
Angin masih berembus, namun ada hangat yang menyeruak di hati. Aku tahu, dia sudah bisa menebak ucapanku berikutnya:
“Aku nggak mau pulang.”
Abangku tertawa. Dia menganggapku lucu dan konyol.
“Ya, ampun. Baru juga malam pertamamu di sini.”
Iya juga. Aku tersenyum geli, seiring celotehan samar flying fox di antara pepohonan.
R.
(Jakarta, 5 Juli 2018, pukul 21:00 – 21:30, MacDonald’s, Sarinah-Thamrin – Tantangan Menulis Mingguan Klub Penulis Couchsurfing Jakarta: “Gambarkan satu tempat favoritmu dengan menggunakan lima panca indera”.)