Wabah Corona memaksa kami semua berhenti ke kantor. Untungnya, tidak sampai berhenti bekerja. Bahkan, jam bekerja kami semakin fleksibel layaknya pekerja lepas / freelance. Meskipun jam kantor resminya 9 to 5, gara-gara beralih jadi WFH (Work From Home), ada kalanya kami dihubungi di luar jam-jam kerja yang wajar. Bahkan, sampai rapat video-call segala.
Jujur, kadang aku sebal dengan kebiasaan baru ini. Misalnya: rapat sesudah jam makan malam. Biasanya, pada waktu itu aku sudah leha-leha di depan TV, nonton serial favoritku. Kadang aku juga duduk membaca buku atau mendengarkan lagu di radio. Kalau sudah terlalu lelah, biasanya aku memilih tidur lebih cepat.
Apa boleh buat. Karena kebanyakan staf kantorku juga orang tua (termasuk si bos), waktu bekerja disesuaikan. Kebanyakan dari mereka harus memenuhi kewajiban sebagai orang tua dulu. Mengurus anak, termasuk menemani mereka belajar – berhubung sekolah mereka juga ikutan online. Berbelanja bahan makanan. Membayar tagihan. Membersihkan rumah dan masih banyak lagi.
Ada untungnya sih, masih melajang di era Corona ini. Apalagi bila tinggal sendirian seperti aku. Aku hanya harus mengurus diriku sendiri. Merasa sepi, sesekali pasti terjadi. Tapi, nikmati saja waktu luang yang ada sebisa mungkin. Setidaknya aku masih punya pekerjaan, meskipun gaji terpangkas sedikit karena kita tidak perlu lagi uang transport untuk ke kantor.
Malam Selasa, ternyata ada rapat tim. Seperti biasa, aku sudah siaga di depan laptop kesayanganku. Meskipun di rumah, aku tetap mengenakan kemeja rapi dan rok panjang. Biasa, untuk berjaga-jaga bila tiba-tiba harus berdiri di depan webcam. Aku tidak ingin terlihat tidak pantas, berhubung hitungannya masih bekerja.
Singkat cerita, rapat berlangsung selama sejam. Kebanyakan rekan kerjaku tampak cuek, hanya mengenakan kaus dan jins. Tidak apa-apa sih, sampai tiba-tiba salah seorang hampir berdiri, sebelum tersadar dan buru-buru menutupi bawahannya dengan selimut. Di kamera, kami semua nyengir geli. Ada yang terkikik.
Hmm, makanya berdandan rapi saat rapat live di chatroom tetap penting. Beda kalau hanya chatting dengan teman-teman dekat.
“Ran, tumben kamu pakai rok panjang,” tegur Anna, salah satu rekan kerjaku di tim. Waktu itu, aku sedang berdiri sebentar untuk meluruskan punggungku sebelum duduk kembali.
“Lagi malas pakai celana panjang,” ujarku cuek.
Ketika rapat sudah selesai, aku mematikan webcam, laptop dan bernapas lega. Dengan perlahan aku beranjak ke tempat tidur. Setelah duduk di ranjang, dengan hati-hati kulepaskan satu kaki palsuku sebelum tertidur.
Selama ini, aku berhasil menyembunyikan rahasiaku di kantor. Sebelum pindah ke perusahaan ini, aku pernah mengalami kecelakaan yang membuat satu tungkaiku harus diamputasi. Untunglah, berkat terapi berbulan-bulan, akhirnya aku bisa kembali berjalan seperti orang normal. Tidak ada yang curiga, karena aku tidak pernah terlihat pincang. Toh, yang diamputasi masih di bawah lutut. Aku masih bisa menekuk kakiku.
Bukan apa-apa, aku hanya tidak ingin dikasihani. Bayangkan, apa jadinya kalau tadi aku rapat tanpa bawahan yang cukup panjang…
R.