“Saat Hujan Bagai Peluru…”
Kadang tetes hujan melesat bagai peluru,
berkali-kali menghajar wajahku
Setidaknya, mereka tidak kejam menghunus
menembus hati yang sedang membiru
Lalu, ada saja duka lama
menggedor-gedor pintu
bagai candu yang menuntut lebih dari sebelumnya
membuatku lari bersembunyi
merebahkan diri di lantai
Ah, kukira sudah kutendang pergi
Itukah tawa Iblis?
Tak pernah kudengar dia begitu sinis
Aku tetap sendiri berjuang
menyuruh mereka diam
Diamlah!
Kepala ini sudah penat oleh masalah
hingga dingin kuacuhkan
meski hanya angin penawar dekapan…
Kata mereka, para malaikat turun bersama hujan
mendengarkan setiap doa,
yang mengirim mereka kembali pada Sang Maha Pencipta
Inginkah Dia agar aku melalui hal yang sama?
Baiklah
Tergantung Kebijakan-Nya
kapan ingin mengangkat semua luka…
R.
(Jakarta, 14 Oktober 2016 – 5:00)