Categories
#catatan-harian #menulis

“SENDIRIAN VERSUS BARENGAN”

“SENDIRIAN VERSUS BARENGAN: Mau Mandiri atau Main Tunggu-tungguan?”

Dalam perjalanan ke bioskop terdekat, saya papasan sama teman dan pacarnya. Kami pun terlibat dalam percakapan ini:

Teman: “Mo kemana?”

Saya: “Nonton.”

Teman: “Nonton apaan?”

Saya: (menyebutkan judul film)

Teman: (sumringah) “Wah, aku juga mo nonton itu sebenernya.” (langsung nyenggol dan berpaling pada pacarnya) “Tapi dia gak mo nonton itu, sih.”

Pacar: (nyengir)

Teman: (melihat saya) “Mo nonton ama siapa?”

Saya: “Sendiri.”

Teman: (kaget) “Kok sendiri?”

Oke, adegannya saya pause dulu sampai sini, ya. Ntar lanjut lagi.

Pasti sudah banyak yang membahas ini di artikel-artikel lainnya. Saya sendiri pernah menulis tentang ini di sini. Seorang teman dengan blog film-nya, Distopiana, juga pernah menulis hal serupa.

Kenapa, ya? Apa yang salah dengan melakukan apa-apa sendirian? Lagipula juga nggak ganggu orang. Hak asasi pribadi lho, sama kayak bernapas.

Entah kenapa banyak yang langsung memandang saya dengan aneh – atau bahkan terang-terangan menganggap kebiasaan ini menyedihkan, kayak yang bersangkutan nggak punya teman sama sekali.

Oke, sekarang kita lanjutkan lagi sisa obrolan tadi:

Saya: “Iya, sendiri.”

Teman: “Minggu depan aja, deh. Aku gak bisa kalo sekarang atau weekend ini.”

Saya: (menaikkan sebelah alis) “Aku bisanya sekarang.”

Teman: (tampak kecewa) “Oh, oke. Met nonton kalo gitu.”

Bisa dibilang, saya suka menjaga keseimbangan sebisa mungkin dalam hal ini. Nggak ada hubungannya dengan fakta bahwa saya anak tengah. Ada kalanya saya memang ingin bersenang-senang dengan orang lain atau sekelompok orang, seperti: keluarga, teman, atau siapa saja.

Ada kalanya saya hanya ingin melakukan sesuatu sendirian dan rasanya seru juga. Lagipula, kalo dipikir-pikir, nonton film di bioskop sendirian juga nyaman. Kenapa harus selalu menunggu teman? Toh, pas film diputar, kita akan sibuk dengan alam pikiran masing-masing saat menonton. Kalo ngobrol mah, namanya ganggu penonton lain. (Ini juga etiket yang entah kenapa masih belum juga dipahami mayoritas penonton Indonesia, sayangnya.)

Kalo mo nonton sambil ngobrol mah, mending di rumah aja. Nunggu film itu keluar di saluran berbayar macam HBO atau TV lokal (iya kalo ditayangin).Cari DVD ori (kalo ada budget dan bila Anda sangat menghargai karya seni) atau bajakan – atau ngunduh sekalian yang gratisan kalo emang udah nggak sabaran. (Risiko tanggung sendiri, seperti biasa.)

“Tapi ‘kan lebih seru kalo abis nonton langsung ada temen yang bisa diajak diskusi soal film itu.”

Hmm, mungkin itu menurut Anda. Terserah, sih. Tiap orang ‘kan, beda-beda. Termasuk saya. Mungkin saja ada yang tidak merasakan hal itu sebagai kebutuhan yang sangat mendesak.

Butuh banget diskusi sama teman? Nontonnya juga nggak perlu selalu barengan. Bisa aja Anda nonton sekarang sementara besok giliran teman, terus pas ketemu langsung diskusi, deh.

Salah satu yang kadang bikin saya segan saat harus melakukan sesuatu barengan orang lain adalah…perkara main tunggu-tungguan. Ya, nunggu semua teman segeng punya waktu luang di saat yang sama. Nunggu si dia lagi nggak sibuk.

Nunggu ada yang mau nemenin…

Apa iya semua harus kayak gitu? Apalagi bila misalnya selera hiburan Anda termasuk minoritas. Teman-teman segeng lebih suka K-Pop, sementara Anda sukanya musik indie. Si dia ogah diajak nonton musikal, sementara Anda muak nemenin dia nonton film action yang premis ceritanya begitu-begitu aja.

Selain itu, bayangin juga bila Anda sudah janjian sama mereka, entah itu untuk nonton bareng atau cuma ketemuan. Ehh, di saat-saat terakhir mereka malah batal datang. Masih bagus kalo ngabarin atau ngasih alasan.

Kalo enggak? Tinggal coret nama mereka dari daftar undangan, apalagi bila keseringan. Tunggu aja mereka ngabarin bila udah nggak sibuk lagi. Gitu aja, nggak usah pake drama.

Paling parah bila Anda sudah kepalang beli tiket. Meskipun misalnya mereka janji akan mengganti duit yang terlanjur hilang, tetap saja menjengkelkan.

Bila acaranya memang benar-benar yang ingin Anda tonton, apakah lantas nggak jadi cuma gara-gara “nggak ada yang nemenin”? Justru malah Anda yang rugi.

Takut garing atau mati gaya? Justru ini saat Anda bisa fokus total sama yang Anda tonton. Nggak perlu keganggu sama temen yang suka komentar atau nyalain hape yang sinar di layarnya bisa bikin sakit mata dan Anda jadi ingin membanting hape mereka ke lantai.

Nggak perlu keganggu pas si dia mendadak ngajak ngobrol atau… (*silakan isi sendiri, saya malah ngeri, hihihi*) Bukannya sok moralis ya, tapi saya bukan orang yang rela buang-buang duit dengan niat nonton film di bioskop…buntutnya malah “bikin adegan film sendiri”. Males banget.

Selain itu, Anda pegang kendali penuh atas hiburan yang Anda inginkan hari itu. Nggak perlu kalah suara sama teman-teman segeng soal selera. Nggak perlu berdebat dengan si dia soal genre pilihan.

Dengan kata lain, ini hari bebas konflik. Silakan puas-puasin memanjakan diri. Nggak perlu tergantung atau menuruti siapa saja (kadang dengan setengah hati, dengan alasan nggak mau ribut atau dicap perusak suasana alias “nggak asyik”.)

Lagipula, kalo merasa bahwa menghabiskan waktu dengan diri sendiri adalah menyedihkan, bayangkan anggapan mereka yang menghabiskan waktu dengan Anda.

Ya, persis.

R.

 

By adminruby

Pengajar, penerjemah, penulis, dan pemikir kritis. Jangan mudah baper sama semua tulisannya. Belum tentu sedang membicarakan Anda.

Juga dikenal sebagai RandomRuby di http://www.pikiranrandom.com/ dan GadisSenja di http://www.perjalanansenja.com/. Kontributor Trivia.id (http://trivia.id/@/rubyastari) dan beberapa media digital lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *