Jika ada yang bertanya mengenai pengalaman saya menjadi seorang narablog atau blogger, ceritanya panjang. Yang pasti, saya mengawalinya saat kuliah di tahun 2000. Waktu itu, blog pertama saya ada di dalam sebuah website berbahasa Inggris. Saya juga menulisnya dalam bahasa Inggris.
Seperti halnya mahasiswi, blog saya awalnya hanya berisi curhatan khas anak kampus. Biasa, cerita hidup saya dan orang-orang di sekitar saya. Ya, soal keluarga, kuliah, teman-teman, sosok lelaki yang saya taksir, hingga tentang pandangan hidup saya sendiri.
Selepas lulus kuliah dan mulai bekerja, saya baru menyadari fungsi dan manfaat lain dari menjadi seorang narablog. Pertama, saya sadar bahwa seharusnya saya tidak secara utuh memperlakukan blog saya sebagai ‘buku harian digital’ yang malah dapat dibaca dan dikomentari oleh semua orang.
Yah, kurang lebih seperti banyak netizen yang hobi curhat atau memaki di media sosial mereka, hehehe.
Secara perlahan, saya mulai sedikit mengubah gaya dan tema penulisan saya kadang-kadang. Makanya, ini yang bikin banyak orang membedakan profesi blogger dengan seorang content writer. Bila seorang blogger masih lebih banyak memasukkan unsur diri mereka ke dalam cerita, maka content writer berbeda.
Seorang content writer bisa menulis tentang review produk, film, buku, atau bahkan resto dan lokasi nge-hits lainnya. Apa bedanya dengan narablog? Menurut pengamatan awam saya, mereka lebih mengandalkan narasumber selain diri mereka agar lebih objektif.
Kurang-lebih, seperti jurnalis – tapi lebih seperti citizen journalist. Tapi, yang saya tulis barusan hanyalah segelintir dari banyak contoh yang ada. Selanjutnya, kalau mau jadi blogger, content writer, atau malah keduanya juga terserah. Tidak perlu saling membatasi diri bila memang suka dan bisa melakukan keduanya.
Intinya, saya percaya bahwa content writer dan narablog punya rezeki mereka masing-masing. Tidak perlu ada yang merasa iri atau tersaingi.
Momen-momen Spesial Saya Saat Nge-Blog:
Saat membahas momen-momen spesial nge-blog, pasti langsung banyak yang mengaitkannya dengan kemenangan saat ikut lomba menulis blog. Jujur, saya tidak pernah menolak rezeki seperti itu. Kebetulan, saya memang juga suka mengikuti lomba menulis blog maupun yang lain.
Bisa dibilang, saya termasuk pecandu writing challenge. Sebagai seorang narablog, saya sudah pernah memenuhi berbagai tantangan menulis. Mulai dari blog tentang opini, fiksimini, cerpen, puisi, hingga review produk. Kadang ada yang berhadiah uang, voucher, hingga sekadar acknowledgment.
Mungkin kesannya saya tidak punya gaya menulis yang tetap atau ciri khas. Padahal, saya masih tetap berusaha konsisten. Misalnya: saya tidak akan berusaha selalu memakai bahasa gaul kekinian bila memang tidak nyaman. Untuk apa memaksakan diri? Pembaca juga cerdas-cerdas, kok.
Selain itu, saya juga tidak akan memaksakan diri mengikuti lomba blog dengan produk yang saya tidak kenal dan tidak pernah pakai. Saya bahkan tidak mau berbohong, bahkan meskipun hadiah lombanya sangat menggiurkan, seperti uang jutaan rupiah, voucher, hingga produk gadget incaran saya.
Beberapa momen spesial saya saat nge-blog tidak selalu berkaitan dengan menang, dapat uang, atau belanja dengan voucher pemberian. Membaca komentar-komentar seru dari para pembaca, hingga pernah mendapatkan klien juga momen-momen spesial saat nge-blog.
Hingga kini, sebisa mungkin saya masih terus menyempatkan menulis blog. Selain sebagai latihan, saya memang menyukainya. Saya juga banyak belajar dari para rekan blogger yang saya kenal agar kemampuan saya tidak mandek di situ-situ saja. Pada kenyataannya, semua orang memang harus berkembang.
Harapan Saya Sebagai Narablog atau Blogger di Tahun 2019:
Di awal bulan Januari 2019 ini, saya memutuskan untuk memulai aktif lagi menulis blog. Saya mulai mencoba-coba mengikuti lomba menulis blog yang ada. Tidak perlu memikirkan ingin mendapatkan hadiahnya dulu (meski nggak bakal menolak kalau memang sudah rezekinya, hehehe.) Yang penting mencoba.
Selain itu, saya berusaha lebih update dengan berita terkini (meskipun menurut saya kadang isunya ‘enggak banget’ alias ‘sampah’). Saya suka menulis opini saya. Orang boleh setuju, boleh tidak. Asal, kalau tidak setuju, bahasanya tidak usah kasar, karena tidak akan saya ladeni sampai kapan pun.
Untuk berlatih variasi menulis, kadang saya juga menjadi seorang blogger tamu di website-website lain. Yang pasti, aturannya berbeda dengan menulis di blog milik sendiri. Tidak boleh egois. Saya harus mengikuti tata cara yang berlaku di dalam website yang ada.
Tidak seperti di blog sendiri, tulisan saya pasti masih akan dikurasi editor dulu sebelum tayang.
Banyak yang menjadi seorang narablog atau blogger demi mendapatkan penghasilan dan ketenaran. Bagi saya, selain penghasilan tentunya (hehehe lagi), saya ingin agar siapa pun yang membaca blog saya merasa menemukan manfaat dan mendapatkan inspirasi, hihihi…
Selain itu, saya punya cita-cita bahwa suatu saat ingin menjadi penulis fulltime yang mandiri. Ya, seperti penulis-penulis favorit saya yang bahkan sudah berjaya sebelum era digital muncul. Tapi, tentu saja saya tidak akan bisa menyamakan diri saya dengan mereka. Pastinya tidak mungkin.
Saya juga tidak mau. Kagum sama mereka boleh, namun lebih baik tetap menjadi diri sendiri dan menemukan gaya menulis sendiri.
Semoga suatu saat blog ini dapat saya monetisasi dengan sepenuhnya. Yang pasti, saya bangga menjadi narablog pada era digital ini.
R.