Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Mau Survive Sebagai Perempuan Lajang Usia 40-an di Jakarta Hari Gini?

Mau Survive Sebagai Perempuan Lajang Usia 40-an di Jakarta Hari Gini?

  1. Semoga keluargamu gak termasuk toksik, ya? (Dan semoga kamu juga gak toksik buat mereka.)

Kalo belum bisa punya rumah sendiri, apalagi nyewa, seenggaknya masih bisa tinggal bareng mereka dulu sembari nabung. Beruntunglah kamu tinggal di Jakarta, Indonesia, bukan di negara Barat – tempat kamu bakal diketawain hanya gara-gara udah dewasa tapi masih tinggal sama nyokap.

  1. Apa pun perasaanmu, pertahankan dulu pekerjaanmu saat ini.

Serius. Lowongan kerja di Indonesia saat ini udah makin gak ngotak, saking seksis dan ageist-nya. Gak usah dengerin para misoginis fakir kemampuan yang mencoba membohongi kamu. Fakta di lapangan tetap sama: masih lebih banyak lowongan pekerjaan untuk laki-laki. Bahkan, pihak HRD banyak yang memajang iklan lowongan pekerjaan dengan kriteria ‘di luar nurul’ macam ini:

 

  • Usia maks. 21/25/27/30/35/40. (Yang dua terakhir jarang banget, loh!)
  • Pengalaman kerja maks. 3 tahun (diutamakan di bidang yang sama.)
  • lulusan S1.

Tuh, ‘kan? Coba hitung sendiri, deh.

Meskipun dipanggil untuk wawancara, siap-siap saja dapat pertanyaan seksis seputar status pernikahan. Mengapa belum menikah juga? Apakah ada waktu akan menikah dalam waktu dekat ini?

Apa pun jawabanmu, gak usah berharap terlalu banyak, deh. Entah kamu bisa ditolak dengan alasan “overqualified” (berkualifikasi terlalu tinggi), mereka lebih berharap kamu segera menikah saja.

Intinya, mereka berasumsi bahwa semua perempuan berusia 30 ke atas harusnya sudah menikah dan cukup mengandalkan nafkah suami saja – dengan harapan suami mereka berpenghasilan cukup … atau malah kaya raya sekalian!

  1. Carilah pekerjaan lepas (freelance) atau coba buka bisnis sendiri.

Pilih bidang yang paling kamu suka, tapi pastikan juga risikonya gak terlalu besar. Contoh: aku juga berprofesi sebagai penulis dan penerjemah lepas. Bukannya gak mau bersyukur, tapi kenyataannya … hari gini penghasilan dari satu pekerjaan fulltime sudah gak cukup lagi.

Pastinya bakalan lebih capek sih, cuma … hari gini, kerjaan apa sih, yang gak capek? Apa pun bisa terjadi.

Tip tambahan: sebisa mungkin jangan sampai kamu ‘colongan’ ngerjain kerjaan freelance pas lagi jam kantor. Bukan apa-apa, serem aja kalo sampai kepergok. Gak adil dan gak profesional juga.

  1. Nongkrong demi berjejaring.

Udah bukan saatnya lagi kamu hangout hanya buat senang-senang tapi berujung foya-foya belaka. Senang-senangnya sih, boleh. Tapi jangan lupa juga untuk mendapatkan manfaatnya. Menjaga silaturahmi dengan orang-orang terdekat itu memang penting.

Berjejaring itu juga penting. Memang sih, kata orang, semakin tua, lingkaran pertemanan kita biasanya semakin mengecil. Tapi ‘kan, itu hanya untuk hubungan dekat/pribadi. Contoh: sistem dukungan kamu berupa teman-teman dan kerabat dekat.

Ya, gak berarti kamu gak boleh juga bikin lingkaran-lingkaran kecil baru. Cuma ya, pastikan juga isinya bermanfaat dan membuat hidupmu terasa lebih berarti.

Gak cuma soal keuangan, hati-hati juga saat kamu menginvestasikan waktu, tenaga, dan kewarasanmu.

  1. Baik-baik sama orang.

Serius. Kita gak pernah tahu dari mana pertolongan akan datang, bila suatu saat kita membutuhkannya. Etapi, gak usah langsung ngarep balasan dulu, ya.

Kalo orangnya emang asli toksik sampai bikin lelah hati, ya gak usah sampai dibenci. Kasihan kamu-nya nanti. Mereka sih, bodo amat, ya. Hihihihi …

Cukup jauhi. Interaksi seperlunya saja. Gak semua orang layak kamu dekati. Cukup fokus sama yang terbaik bagi diri sendiri.

Hmm, mungkin segitu aja dulu. Kalo kepikiran ide lain, nanti aku tambahin lagi …

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Ini 6 Hal yang Harus Kamu Persiapkan Saat Terjerat Utang

Ini 6 Hal yang Harus Kamu Persiapkan Saat Terjerat Utang

Aku nggak akan menghakimi kamu yang sedang terjerat utang saat ini. Apa pun alasanmu, aku juga tidak perlu tahu. Semoga kamu mau berusaha keluar dari jeratan utang, apa pun itu dan bagaimana pun caranya.

Nah, bila kamu sedang terjerat utang banyak, inilah enam (6) hal yang harus kamu persiapkan:

  1. Mental, spiritual, dan psikologis.

Merasa panik saat sadar sulit melunasi utang dalam jumlah besar itu wajar. Kamu pasti stres. Apalagi, hal ini berdampak serius pada keuanganmu dan juga kehidupanmu sehari-hari.

Sayangnya, kamu nggak bisa menuruti perasaanmu terus. Persiapkan mental, karena kamu harus mulai gercep (gerak cepat). Teror dari DC (debt collector) takkan berhenti. Entah bagaimana caranya, kamu tetap harus (berusaha) membayar utang.

Selain mental, persiapkan juga kondisi spiritual dan psikologismu. Banyak-banyaklah berdoa serta memohon ampun dan petunjuk kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita nggak pernah benar-benar tahu segalanya, lho. Bisa saja ada dosa-dosa kita yang tengah ingin Tuhan hapuskan melalui cobaan ini.

Kelilingi dirimu dengan sosok-sosok positif dan suportif. Syukur-syukur mereka bisa membantu. Mereka tidak sampai menghakimimu saja sudah bagus.

  1. Singkirkan gengsi dan siap terima bantuan.

Terimalah kenyataan. Kamu tuh, sedang butuh bantuan. Kamu tidak bisa selalu melakukan semuanya sendirian. Lain cerita bila kamu keturunan keluarga tajir, sultan, dapat warisan mendadak berupa uang yang sangat banyak, dan sebagainya.

Dengan kata lain, ini darurat.

Bantuan dari mereka bisa apa saja. Meskipun belum tentu uang banyak untuk membantu membayar utang, terimalah. Misalnya: uang untuk membantumu menyewa jasa mediator finansial seperti Dolpheen ID atau tawaran pekerjaan freelance untuk penghasilan tambahan.

  1. Lupakan semua rencana yang butuh biaya banyak.

Serius, sampai semua utangmu lunas, kamu praktis nggak bisa ke mana-mana maupun berbuat banyak. Mau nonton konser musisi luar negeri? Lupakan saja. Traveling? Apalagi.

Sayangnya, niat ‘mulia’-mu untuk kuliah lagi atau ikut kursus pengembangan keahlian tertentu juga terpaksa ditunda dulu. Lain cerita kalo kursusnya gratisan, hehehe.

  1. Saatnya hemat … lebih ketat.

Mau nggak mau kamu harus menata ulang perencanaan keuanganmu secara radikal. Kurangi belanja dan jajanan yang tidak perlu. Mulai sering bawa makanan dari rumah. Sekalian belajar masak saja dari mama atau saudaramu kalo perlu.

Lebih sering naik kendaraan umum atau terima tumpangan gratis searah juga bisa kamu lakukan. Serius, buang dulu gengsimu. Kamu sedang SANGAT BUTUH bantuan.

  1. Siap-siap kehilangan teman-teman yang tahunya (dan maunya) hanya bersenang-senang denganmu.

Pas lagi banyak duit dan bisa diajak sering nongkrong bareng, mereka hadir. Bahkan, bisa jadi mereka juga menganggapmu teman paling asyik.

Giliran kamu lagi susah, ada teman-teman yang tiba-tiba mangkir. Eits, jangan berprasangka buruk dulu! Belum tentu karena mereka jahat atau nggak peduli. Bisa jadi, mereka nggak punya kapasitas memadai untuk menemanimu saat jatuh. Nggak melulu karena finansial, bisa juga karena emosional dan spiritual. Kecewa atau sedih itu wajar, tapi janganlah terlalu diambil hati, apalagi sampai terbit rasa benci.

Anggap saja begini: Gak semua orang bisa, cocok, atau mau jadi tempat curhat. Jangan paksa mereka, apalagi pake main gaslighting segala. Anggap saja setiap orang dalam hidupmu punya peran mereka masing-masing. Kamu sendiri juga belum tentu bisa jadi segalanya buat mereka, bukan? Mustahil malah!

  1. Perbanyak usaha mencari penghasilan tambahan.

Misalnya: kerja jadi penulis, penerjemah, atau pembuat konten secara freelance. Etapi pastiin pekerjaan tambahan ini nggak sampai mengganggu pekerjaan utamamu, ya.

 

Terjerat utang memang nggak enak. Sayangnya, penyelesaian utang membutuhkan waktu lama. Kamu hanya punya satu pilihan:

Jalani saja dulu satu-persatu hingga lunas, meski harus bertahap. Semoga masalahmu segera selesai. Semangat, ya!

 

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

3 Cara Mengatasi Perubahan Negatif Sikap Sahabat

3 Cara Mengatasi Perubahan Negatif Sikap Sahabat

Ada yang bilang, kejadian semacam ini biasanya terasa lebih berat saat kamu masih muda. (Contoh: masa remaja.) Kata mereka, semakin dewasa rasanya semakin mudah saja.

Pada kenyataannya, tidak selalu demikian. Apalagi bila sahabat ternyata tidak hanya sudah cukup lama berada di dalam hidupmu. Sahabat sudah dekat juga dengan teman-temanmu yang lain dan keluargamu. Makanya, saat ada masalah besar dan kalian saling menjauh, rasanya seperti kehilangan anggota keluarga. Lebih menyakitkan.

 

Penyebab Rusaknya Persahabatan

Ada banyak sebab perusak persahabatan, mulai dari yang remeh sampai serius. Yang pasti, kalau urusannya sudah sampai soal prinsip, saling ngotot juga tidak akan mendapatkan titik temu.

Yang pasti dibutuhkan kedewasaan semua pihak dalam persahabatan untuk “agree to disagree” (paham kalau kalian tidak akan selalu sepakat dalam segala hal).

 

Cara Mengatasi Rusaknya Persahabatan

Sayangnya, kamu tidak bisa mengendalikan semua hal dalam hidup. Bila ini yang terjadi, ada tiga (3) cara untuk mengatasinya:

  • Terimalah kenyataan.

Merasa sedih, marah, atau kecewa dengan perubahan negatif sikap sahabat itu wajar. Sama seperti urusan putus cinta, berpura-pura sahabat tidak pernah ada dalam hidupmu justru malah akan semakin menyakitkan.

Namun, hindari juga membiarkan perasaan sedih berlarut-larut. Ingat, hidup terus berjalan. Gak ada yang mau selamanya nungguin kamu berhenti merasa sedih dulu.

  • Pertimbangkan dulu matang-matang sebelum memutuskan untuk mengakhiri persahabatan selamanya.

Manusia memang mudah berubah hatinya. Yang kemaren ngaku sayang, hari ini bisa benci setengah mati. Yang dulu kompak, sekarang bisa berseberangan – dan bahkan sampai musuhan.

Bila mengikuti emosi, mungkin kamu bisa mengambil keputusan gegabah. Misalnya: memutuskan untuk mengakhiri persahabatan karena sakit hati. Wajar sih, tapi apa kamu yakin itu satu-satunya cara terakhir yang mau kamu ambil?

Bagaimana kalau ternyata masih ada cara untuk memperbaikinya? Bagaimana bila suatu hari, ternyata salah satu dari kalian – atau kalian semua – terpikir untuk menjalin kembali persahabatan?

Ya, semuanya mungkin saja, sih. Namun, pastikan bila ternyata persahabatan kalian benar-benar sudah tidak bisa dilanjutkan lagi, alasannya masuk akal. Contoh: sahabat berubah menjadi sosok yang berpotensi mengancam kesehatan mentalmu serta keselamatan nyawamu. Bukan lebay, lho.

  • Selain introspeksi diri, siapkan diri melangkah maju dengan cara elegan.

Jangan lupa introspeksi diri. Mungkin saja kamu juga punya andil dalam berakhirnya persahabatan kalian.

Namun, bila memang benar-benar sudah tidak bisa diperbaiki lagi, cukuplah berusaha tidak mengulangi kesalahan serupa dengan teman lain.

Melangkah maju dengan cara elegan bisa kamu mulai secara bertahap. Gak perlu menjelek-jelekkan mantan sahabat atau pun mengumbar semua ‘rahasia kotor’-nya ke semua orang karena dendam.

Kamu bisa memilih menyibukkan dirimu, seperti layaknya orang yang baru putus cinta. Kamu bisa fokus pada pekerjaan, ibadah, keluarga, dan teman-temanmu yang lain, hingga pasangan. (Kalau ada).

Hidup terus berjalan. Orang-orang datang dan pergi, termasuk (yang merasa ingin atau sudah jadi) sahabat (yang katanya sejati). Tak ada yang abadi. Semoga kamu tetap bisa berbahagia, meski tak lagi sejalan dengan sahabat.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Mudahnya Bikin Website untuk Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb

Mudahnya Bikin Website untuk Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb

Rumahweb, aku pun tergoda untuk bikin blog untuk diri sendiri. Berawal dari senang-senang, kemudian aku ingin lebih serius. Salah satunya adalah mewujudkan Mudahnya Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb. Kenapa tidak? Kini sudah banyak blogger dan content writer yang mengawali bisnis mereka dari blog pribadi.

Banyak Cara Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb Dengan Domain Murah

Sebagai salah satu provider layanan jasa pembuatan domain, hosting, hingga website, Rumahweb sangat user-friendly. Aku dapat menciptakan branding produkku sendiri lewat blog pribadi. Aku memang belum terpikir sampai membuat toko online sendiri, namun anggap saja semua tulisan di blog-ku sebagai portofolio.

Lalu, bagaimana agar blog kamu dapat dijadikan tempat untuk memulai bisnis online di rumah bersama Rumahweb? Inilah lima (5) cara untuk memanfaatkan Rumahweb sebagai bisnis online:

  • Rancang platform sesuai kebutuhan bisnismu, seperti: blog, website, hingga toko online. Untuk blog, kamu dapat menggunakan platform WordPress, Blogger (Blogspot), atau yang lain.
  • Tujuan tujuan dan konten atau materi blog kamu. Misalnya: kamu ingin mempromosikan tulisan, desain, atau bahkan barang-barang yang kamu mau jual di toko online kamu. Mau promosi jasa lainnya juga boleh.
  • Tentukanlah target pembaca atau konsumen berdasarkan demografi standar, seperti: rentang usia, jenis kelamin, dan lain-lain.
  • Beli domain saja bila platform pilihanmu adalah Blogger (Blogspot). Bila ingin membeli domain berikut hosting, kamu dapat menggunakan WordPress dan platform lain.
  • Update isi blogmu secara konsisten agar pembaca atau konsumen selalu tahu yang terbaru. Misalnya: artikel atau produk terbaru. Tidak perlu setiap hari bila sulit, namun tentukan jadwal. Misalnya: dalam seminggu, kamu wajib update tiga (3) kali – yaitu setiap Senin, Rabu, dan Jumat.

Banyak cara untuk mewujudkan Mudahnya Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb. Inilah tiga (3) contoh utama:

  • Menjadi seorang blogger atau content writer.

Seperti yang sudah disebutkan tadi, aku juga berprofesi sebagai seorang blogger atau content writer. Memang, akhir-akhir ini aku sedang jarang menulis di blog-ku sendiri. Alasannya adalah kesibukan di pekerjaan utama disertai menulis untuk pesanan orang lain atau ghostwriting.

Namun, bagi pemula dalam bidang ini, mempunyai blog pribadi dengan domain buatan sendiri merupakan langkah awal branding yang baik. Lewat contoh semua tulisanmu di blog, pembaca bisa mengetahui ciri khas tulisanmu. Siapa tahu ada media digital yang tertarik ingin bekerjasama denganmu perihal penulisan artikel atau proyek sejenis.

  • Membuka kursus online.

Banyak kursus online yang bisa kamu tawarkan lewat domain dan hosting website pribadimu lewat Rumahweb. Misalnya: kursus kepenulisan, kursus penerjemahan, hingga kursus editing. Bila ingin menawarkan kursus desain, kenapa tidak? Tentu saja, website hanyalah media promosi sekaligus ibarat kantor digital untuk bisnismu.

Tentu saja, saat berinteraksi dengan peserta kursus, kamu tetap membutuhkan platform yang interaktif, seperti Google Meet atau Zoom. Jangan lupa sambungkan tautan kelas online dari salah satu platform chat tersebut ke website kamu.

  • Menjual produk berupa barang atau jasa lewat toko online.

Sekarang sudah banyak toko online yang menawarkan produk berupa barang atau jasa. Misalnya: kamu hobi berjualan pernak-pernik buatan sendiri atau membuka jasa terjemahan dan penulisan artikel pesanan (ghostwriting). Meskipun promosi lewat media sosial semacam Instagram dianggap lebih menarik perhatian, bisnismu tetap membutuhkan website atau toko online sebagai tempat resmi untuk berinteraksi.

Ya, sebenarnya di atas cuma sebagian kecil contoh untuk mewujudkan betapa Mudahnya Memulai Bisnis Online Bersama Rumahweb. Bila aku masih konsisten dengan tulis-menulis sebagai bagian dari bisnis, bagaimana denganmu? Apa idemu untuk memulai bisnis online bersama Rumahweb?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Kesalahan yang Masih Sering Dilakukan Pengguna Aplikasi Kencan

https://unsplash.com/photos/KgLtFCgfC28

5 Kesalahan yang Masih Sering Dilakukan Pengguna Aplikasi Kencan

Pandemi #Covid19 masih jadi penghambat berbagai interaksi sosial. Mau ke mana-mana masih diikuti perasaan waswas. Acara kumpul-kumpul di ruang publik masih harus pakai batasan.

Yang masih lajang dan sedang mencari calon pasangan mungkin juga menggunakan aplikasi kencan atau dating app/web. Nah, entah kenapa, saya melihat masih banyak yang melakukan lima (5) kesalahan umum ini.

Obrolan garing sih, masih bisa diasah supaya asik. Cuma, lima (5) kesalahan umum ini dijamin bisa bikin targetmu di aplikasi kencan jadi malas menanggapi atau ilfil sekalian (apalagi kalau mereka mencari yang beneran serius, bukan buat sesaat):

  1. Malas baca profil karena terlalu fokus sama foto.

Oke, saya nggak mau munafik. Siapa sih, yang nggak tertarik sama wajah tampan atau cantik di foto profil seseorang? Perkara asli, hasil photoshop, atau colongan dari punya orang lain itu urusan belakangan. Yang penting suka.

Tapi, hubungan gak cuma mengandalkan tampang yang ‘enak dilihat’, bukan? Gimana kalo pas ngobrol garing? Gimana kalo ternyata aslinya dia kasar, gak sopan, dan gak menghargai kamu? Lain cerita sih, kalo kamu butuhnya hanya ‘piala berjalan’  buat dipamerin ke mana-mana, tapi sebenarnya kamu sama sekali nggak (mau) peduli sama kepribadian, pikiran, dan perasaan mereka.

https://unsplash.com/photos/1-Osp6CvhXc

2. Gak perhatian sama profil.

Sudah capek-capek menulis profil di akun aplikasi kencan, buntutnya nggak dibaca. Malah kasih pertanyaan yang itu-itu saja, padahal di profil sudah tercantum cukup jelas. Contoh: saya sudah menulis profesi saya, buntutnya ada saja yang mengirim DM dengan pertanyaan ini:

“Kerja di mana?”                                              

Itu masih mending. Ada juga dari luar negeri yang pernah bertanya asal negara saya. Selain itu, kadang rasanya percuma saya sudah pasang DISCLAIMER gede-gede soal kebijakan memberikan nomor ponsel. Kalau masih merasa belum nyaman setelah interaksi selama sebulan pertama, ya tidak akan saya berikan. Bahkan, saya nggak merasa perlu menjelaskan apa-apa. Memangnya yakin, mereka nggak akan tersinggung?

Orang yang nggak perhatian sama profilmu sejak awal biasanya nggak cukup perhatian untuk mengenalmu. Maunya kamu yang harus (lebih) perhatian sama mereka.

https://unsplash.com/photos/XL-hPDNeZvs

3. Belum apa-apa sudah berani merayu, bahkan melamar.

Entah scammer atau korban cerita dongeng, strategi awal mereka selalu mirip. Mulai dari memuji foto kita, seperti menyebut kita cantik/tampan, hingga mengaku sudah jatuh cinta pada pandangan pertama. Halah, padahal ketemu beneran aja belum!

Berdasarkan banyak cerita yang sudah beredar, baik di dunia nyata maupun lewat dunia maya, ketemu sama orang kayak gini di aplikasi kencan kudu hati-hati. Berbagai bahaya mengintai, mulai dari kasus penipuan (catfishing / scamming) sampai usaha penculikan yang berujung pada perdagangan manusia. Nah, lho. Gimana nggak ngeri, tuh?

https://unsplash.com/photos/lSMf7GJoDz4

4. Terang-terangan berpikir mesum.

Nah, ini lagi yang menjijikan. Apakah normal bagi orang dewasa untuk mikirin seks? Normal-normal saja. Mau sering berfantasi soal itu juga masih wajar. Gak laki gak perempuan, sama aja.

Yang jadi masalah adalah bila kamu ceritakan fantasimu itu pada sembarang orang. Bila kebetulan yang kamu kenal di aplikasi kencan tidak masalah dengan hal itu, baguslah.

Lain cerita bila orang yang baru kamu kenal di sana ternyata nggak suka dan merasa jijik dengan ulahmu. Bila beralasan “Biasanya nggak apa-apa, kok”, jatuhnya tetap nggak sopan. Memangnya kamu bisa baca pikiran orang? Enggak, ‘kan? Percuma juga main perkara untung-untungan, apalagi mentang-mentang selama ini kamu sudah sering ketemu orang yang nggak keberatan dengan kemesumanmu yang salah tempat.

Jangan salahkan mereka bila kamu ditolak, dimaki-maki, dilaporkan ke admin, hingga diblokir maupun akunmu di-suspend. Kalau mau aman, nggak usah sotoy deh, berasumsi semua orang akan suka dengan pendekatanmu.

https://unsplash.com/photos/8s9cDpite-8

5. Menganggap targetmu bukan orang sibuk.

Mentang-mentang kenalannya di aplikasi digital, kamu jadi lupa tata krama dan batasan. Kamu lupa kalau si dia juga masih manusia biasa. Punya pekerjaan, kesibukan, pokoknya kehidupan sendiri. Sama saja seperti kamu.

Makanya, kamu nggak berhak menuntut si dia untuk segera membalas pesanmu. Apalagi sampai marah-marah dan mengancam segala. ‘Kan bisa tanya baik-baik dulu mengenai kesibukannya, ketimbang menuduhnya hanya ingin mempermainkanmu. Siapa juga sih, yang suka asal dituduh sama orang yang belum kenal pula? Nggak mau gitu juga, ‘kan?

Hargailah privasinya. Kalau masih susah, coba bayangin, deh. Mau nggak, tengah malam kamu mendadak ditelepon sama orang yang ingin ngobrol ngalor-ngidul, tanpa peduli udah ganggu tidur nyenyakmu?

https://unsplash.com/photos/LDcC7aCWVlo

Nah, inilah lima (5) kesalahan yang masih suka dilakukan oleh para pengguna aplikasi kencan digital. Moga-moga nggak termasuk kamu, ya!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Hal yang Harus Disiapkan Saat Menulis dan Memposting Artikel Opini

5 Hal yang Harus Disiapkan Saat Menulis dan Memposting Artikel Opini

Hari gini pasti udah banyak banget yang (doyan) beropini. Gak hanya di media sosial, di media digital lainnya (terutama yang alternatif dan terima karya kontributor lepasan) juga ada. Mau nulis di blog sendiri juga bisa.

Cuma, harus siap-siap bila artikel opini yang sudah terpublikasi – bahkan sampai viral – menuai beragam reaksi. Gak hanya pujian, celaan juga pasti ada. (Makin banyak juga bila isi artikelmu asli ngaco atau dianggep kontroversial – atau malah keduanya.) Tahu sendiri ‘kan, dunia nyata (ternyata) juga sama saja.

Biar nggak kaget, ini lima (5) hal yang harus kamu siapkan saat menulis dan memposting artikel opini:

  • Biarpun opini, lebih oke pake riset.

Seperti yang sudah disebutkan, setiap orang bebas beropini. Meskipun bukan bersifat berita (news), lebih oke lagi kalo tulisanmu pake riset serius juga. Hal ini akan mengurangi kemungkinan tulisanmu dituding pembaca sebagai ‘curhatan doang’  atau tulisan yang bersifat (terlalu) subjektif.

Hmm, kalo pun emang berawal dari curhatan, trus kenapa? Namanya juga sharing pengalaman sendiri. Kalo bohong namanya fiksi.

  • Usahakan melihat/memaparkan setidaknya dua sisi berbeda secara berimbang.

Dalam setiap topik pasti ada beragam opini. Nah, tulisanmu akan semakin kaya bila mau mengulas topik tulisan tidak hanya dari satu sisi. (Baca: pendapat yang paling kamu setujui saja.) Biarkan pembaca belajar menganalisa suatu masalah tidak hanya dari perspektifmu.

Bisa jadi kamu sudah yakin benar akan satu hal. Tidak masalah. Boleh kok, mempertahankan pendapatmu. Selama juga punya bukti pendukung yang kuat, maka makin valid-lah pendapatmu saat ditulis.

Namun, menyebutkan pendapat lain yang berlawanan dengan pendapatmu juga penting, loh. Selain menunjukkan bahwa kamu mengakui adanya perbedaan (termasuk perbedaan pendapat), kamu tidak akan terdengar seperti orang yang ‘merasa paling benar sendiri’. Udah ya, soalnya yang gitu udah banyak banget, nih.

  • Cantumkan sumber-sumber tulisan lain yang mendukung pendapatmu di dalam artikelmu.

Sama seperti di dunia nyata, banyak macam orang di dunia maya. Mulai dari yang hanya asal komentar tanpa membaca (kecuali hanya judulnya), sampai yang punya argument berupa tulisan tandingan.

Bahkan, banyak juga yang emang niat membantah. Nah, kalau sudah begini, siap-siap hadapi aja, deh. Memang, meskipun misalnya argumen mereka (ternyata) terbukti lebih valid, nggak semua tahu atau bahkan peduli untuk pake cara yang santun untuk menegur.

Semoga kamu nggak akan mudah kepancing sama mereka yang sombong dan gemar merendahkan sesama karena merasa lebih benar. Mulai dari yang hobi menyindir “Belajar lagi yang bener deh, baru nulis beginian” sampai yang melenceng jauh – menuduhmu cari sensasi belaka.

Yang penting, sumber-sumber tulisanmu jelas dan dapat dipertanggung jawabkan. Contoh: jurnal ilmiah, media digital yang sudah terkenal bagus reputasinya (bukan yang hobi sebar gosip), dan masih banyak lagi. Mau dari blog orang lain juga boleh, selama isinya benar-benar kredibel.

  • Siapkan mental saat membaca berbagai komentar pembaca.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, ada pembaca yang baru lihat judul artikel saja sudah langsung komentar. Ada juga yang masih bisa objektif saat berkomentar, itu pun karena sudah membaca tulisanmu sampai habis. Yang nggak suka lantas mengajak ribut? Banyak juga.

Apa bedanya orang di dunia nyata dengan dunia maya? Mereka jauh lebih berani di dunia maya, karena bisa pake akun samaran. Yang biasanya kelihatan sopan sehari-hari ternyata malah jauh lebih kasar saat di social media.

Mempersiapkan mental bukan hanya perkara jangan ‘baperan’ (bawa perasaan – satu istilah yang sebenarnya sangat saya benci, karena sudah terlalu sering dipakai mereka yang sok tangguh untuk mengejek dan merendahkan sesama.) Okelah, banyak komentar sadis menyakitkan di dunia maya, tapi nggak semuanya harus atau layak kamu tanggapi.

Sayang bila waktumu terbuang hanya untuk meladeni mereka yang senang cari ribut demi sensasi (viralitas). Hidupmu pasti masih jauh lebih menarik daripada mereka. Lagipula, memangnya mereka sudah berani berkarya?

Yuk, mending nulis lagi aja terus…

  • Siapkan stok untuk ide tulisan-tulisanmu berikutnya.

Sama seperti musisi, hindari hanya menjadi ‘one hit wonder’. Jangan langsung puas hanya karena satu tulisan viral, habis itu berhenti begitu saja. Saatnya menggali ide lain dan terus menulis.

Bila memang suka menulis, lanjutkan saja. Tak perlu terlalu memusingkan komentar orang lain, apalagi yang tidak kamu kenal dan belum tentu punya karya yang (lebih) bagus. Cukup ikuti saran-saran yang menurutmu berguna dan kembali berkarya.

Yuk, mulai menulis.

R.

Categories
Uncategorized

Balas Dendam Terbaik Adalah Ini

Balas Dendam Terbaik Adalah Ini

Gambar: https://unsplash.com/photos/17yojkc2so4

Saya merasa agak tergelitik melihat postingan seorang kenalan di media sosial. Singkat cerita, dia memposting sebuah meme kisah cinta singkat nan tragis:

Perempuan itu memilih meninggalkan kekasihnya yang berprofesi sebagai seorang barista dan menikahi lelaki lain yang lebih kaya. Cerita yang sangat klasik sekali, bukan? Kekasihnya seakan dianggap bukan siapa-siapa, apa lagi apa-apa.

Caption pada meme tersebut ibarat doa / sumpah si lelaki yang patah hati. Katanya, kelak si barista akan lebih sukses dan membuktikan pada sang mantan dan kekasih barunya, bahwa seharusnya dia layak jadi pilihan dan bukan untuk disepelekan. Seharusnya dia tidak begitu saja dicampakkan.

Hmm, sekilas mungkin akan banyak yang berpihak pada si barista yang malang. Kasihan, diputusin hanya gara-gara bukan dari keluarga kaya. Terus, pasti juga banyak yang akan membenci si perempuan itu. Berbagai sebutan familiar macam ‘matre’, ‘mata duitan’, dan sejenisnya pasti akan langsung keluar.

Lalu, bagaimana dengan si lelaki kaya? Pastinya juga kena cela. Mulai dari tuduhan ‘perebut pacar orang’ sampai nyinyiran khas menyentil kelas sosial: “Tajir mah, bebas.”

Mungkin banyak juga yang malah memaklumi pilihan si perempuan. Apalagi, masyarakat patriarki paling hobi bikin perempuan serba salah, apa pun pilihan mereka:

  1. Milih laki-laki yang tidak kaya dicibir, bahkan dianggap bodoh dan nggak realistis. Bahkan, tak jarang banyak juga yang kemudian nyinyir: “Emang hidup enak, makan cinta doang?”
  2. Kalo milih yang kaya juga nggak bebas celaan. Kata mereka, wajar bila perempuan cenderung memilih pasangan yang secara finansial sudah lebih mapan. (Baca: gaji tinggi, kaya, sudah punya fasilitas pribadi, atau minimal dari keluarga tajir melintir hingga bikin yang lain iri hingga nyinyir.) Apalagi, masyarakat masih beranggapan bahwa laki-laki-lah yang nantinya akan jadi kepala keluarga, yaitu pemberi nafkah. Perempuan tinggal ikut saja, karena perempuan-lah yang nantinya akan diurus.

Lucunya, begitu perempuan beneran milih lelaki yang kaya untuk jadi pasangan, masih juga ada yang mencela. Maunya apa?

Sebenarnya?

Bisa jadi, masalahnya lebih rumit daripada yang terlihat oleh mata kita sebagai orang luar.

Seperti biasa, menilai masalah orang lain dari permukaan (belaka) memang kebiasaan banyak orang. Selain gampang, rasanya juga sudah dianggap biasa saja. Apalagi bila ditambah dengan kredo standar bernama ‘kebebasan berpendapat’ dan alasan: “Biasanya kejadian kayak gini banyak dan mirip semua. Jadi benar, ‘kan?”

Ah, masa iya? Darimana Anda tahu? Udah bikin riset resmi – atau hanya percaya sama ‘kata orang’ dan asumsi pribadi? Hobi menggeneralisir emang kebiasaan banyak orang, tapi bukan berarti harus dibiasakan dan tidak membahayakan.

Kalau pun memang benar, haruskah selalu diekspos sedemikian rupa di dunia maya? Apakah ada yang sedang mencari dukungan dan pembelaan atas posisi mereka?

Bukankah malah akan menambah masalah? Ingat, kita nggak bisa mengontrol pikiran maupun pendapat orang-orang (baca: netizen) di luar sana. Selain itu, masih ada UU ITE (Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik). Jujur, saya sendiri bukan penggemar UU tersebut. Menurut pengamatan awam saya sih, UU ITE lebih banyak dipakai orang-orang baperan, cengeng, dan pengecut yang anti kritik – namun sialnya kebetulan lebih punya banyak uang untuk membayar pengacara dan waktu untuk meladeni pengkritik di pengadilan.

Ini pendapat saya doang lho, ya. Boleh nggak sepakat kalau merasa dapat manfaat dari UU tersebut. Kalau saya sih, mending cuekin yang menghina saya di medsos atau mengajak mereka bertemu secara pribadi. Nggak perlu bayar pengacara segala. (Duh, kayak saya mampu aja!)

Yang pasti, saya juga nggak butuh penonton, apalagi rombongan fans fanatik yang khusus membela saya secara militan. Masa menghadapi satu perundung yang menghina saya butuh ditemani? Memangnya anak kecil atau preman?

Bisa jadi, perempuan itu punya pertimbangan lain. Bisa jadi ini bukan melulu soal kekayaan, meski pasti banyak yang berasumsi demikian.

Hei, ini bukan berarti saya hanya dan selalu membela sesame perempuan lho, ya. Untuk soal seperti ini, ada baiknya kita melihat masalah dari berbagai sisi, bukan hanya pihak yang (merasa) jadi?) korban. (Tentu saja, cara ini juga belum tentu bisa diterapkan untuk semua masalah relationship yang ada.)

Yang terlihat di permukaan selama ini belum tentu mencakup semuanya. Kita juga nggak mungkin bisa tahu segalanya. Nggak ada manusia yang bisa begitu.

Kalau memang sudah cukup tahu banyak masalah sejenis, terus kenapa? Apa yang mau kita lakukan? Memangnya kita bisa melakukan sesuatu untuk mengubah keadaan tersebut?

Balas Dendam? Ngapain?

Saya akui, kadang saya sendiri masih suka tergoda untuk membalas dendam pada siapa pun yang pernah menyakiti saya dengan sedemikian rupa. Namun, untuk apa? Untuk apa si barista tersebut membalas dendam dengan cara berusaha mengalahkan si lelaki kaya dalam urusan harta?

Seorang teman (yang lebih bijak daripada saya) pernah bilang begini:

Balas dendam terbaik adalah berlalu tanpa menoleh lagi. Anggap saja mereka yang sudah pernah menyakiti Anda tidak berarti lagi. Memang susah sih, tapi bukannya nggak mungkin. Ini soal kemauan kuat untuk menjadi diri yang lebih baik tanpa (terlalu) memanjakan ego pribadi.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Jangan Sampai Patah Hati Bikin Sakit

Jangan Sampai Patah Hati Bikin Sakit

Hah, apa? Jangan sampai hati bikin sakit? Maksudnya gimana, sih? Bukannya patah hati saja sudah menyakitkan, ya?

Memang. Bohong saja kalo sampai ada yang sok tangguh, mengaku nggak apa-apa. Yang ada hanya mereka yang memutuskan untuk tidak memperlihatkan sakit hati mereka kepada dunia. (Jiaaah…)

Lalu, gimana caranya supaya tidak tambah sakit – alias sakit beneran secara fisik? Oke, waktunya mendetoksifikasi diri sendiri secara bertahap.

  1. Ingat-ingatlah kondisi diri sendiri sebelum bertemu mereka dulu.

Gimana dulu sewaktu belum ketemu / berurusan dengan mereka? Baik-baik saja, ‘kan? Masih punya banyak alasan lain untuk menjalani hidup dengan lebih berbahagia.

Mungkin pas ada mereka, kesannya hidup jadi terasa lebih indah dan penuh warna. Otomatis Anda jadi merasa lebih berbahagia. Pokoknya, luar biasa.

Makanya, begitu mereka pergi (apalagi bila mainnya mendadak begini), Anda langsung patah hati. Wajar sih, tapi usahakan jangan sampai perasaan itu malah bikin Anda jadi sakit badan. Rugi!

Bila sebelum ada mereka hidup masih berjalan, kenapa begitu nggak ada mereka Anda nggak akan mungkin baik-baik saja?

Berilah waktu pada diri sendiri untuk berduka. Tapi, sebaiknya juga jangan terlalu lama. Habis itu, segeralah bangkit kembali.

Dunia ini masih butuh kamu.

  • Sibukkan diri dengan berbagai kegiatan yang lebih berarti.

Ayolah, hidup Anda tidak mungkin hanya berkutat di sekitar mereka. Pasti masih banyak lagi hobi maupun kegiatan yang bisa jadi jauh lebih seru dan bermakna. Bila masih punya pekerjaan bergaji bagus (apalagi di era pandemi #Covid19 ini), bersyukurlah.

Saya nggak menjamin bahwa sakitnya akan langsung hilang karena banyak kegiatan. Saya hanya bisa menjamin bahwa semua kegiatan tersebut adalah pengalih perhatian.

Mau sampai kapan? Maaf, itu bukan keputusan saya. Semua tergantung pada usaha dan kepasrahan Anda. Lho, kok pasrah? Ya, iyalah. Meskipun pengen sembuh patah hatinya cepat, ada kalanya berpura-pura bahwa diri baik-baik saja sama sekali bukan solusi. Jalani saja dulu prosesnya…

  • Tetap menjaga kondisi tubuh.

Sedih kehilangan sosok tersayang itu wajar. Namun, jangan sampai lupa untuk tetap merawat diri. Nggak usah langsung yang serba ekstrim seperti mendadak ganti gaya rambut atau penampilan. Yang sederhana aja dulu, seperti tetap makan makanan sehat, berolahraga teratur, dan tidur yang cukup. Terdengar klise? Coba aja dulu, baru ngomong.

Soalnya, semakin lalai menjaga kondisi tubuh, semakin mudah kita terserang depresi. Nah, nggak mau, ‘kan? Yuk, mulai kembali menyayangi diri sendiri secara bertahap. Yang butuh dukungan orang lain jangan malu untuk meminta tolong.

  • Berproses untuk merelakan.

Untuk melupakan seseorang yang pernah sangat berarti memang berat. Ada yang butuh waktu lama untuk merelakan, ada yang cepat. Nggak ada yang benar atau salah dalam hal ini.

Nggak usah merasa bersalah bila masih susah move on. Setiap orang prosesnya beda-beda, kok. Gak perlu takut juga dibilang ‘bucin’ (budak cinta) bila ketahuan masih sedih gara-gara si penyebab patah hati.

Berproseslah untuk merelakan. Memaksakan diri untuk melupakan atau pura-pura nggak kenal justru malah berbahaya bagi kesehatan mental. Berlagak gak sakit hati? Apalagi. Malah berbahaya sekali bagi kewarasan diri.

Sekali lagi, patah hati itu wajar. Namanya juga manusia. Biar saja sesama manusia lainnya menyebut Anda baper, bucin, atau bahkan pecundang. Mereka hanyalah sekumpulan mahluk pongah sok tegar. Nggak penting!

Jangan lupa juga untuk menyayangi diri sendiri. Jangan putus sumber dukungan mental dan spiritual Anda dengan yang lain. Ada keluarga, teman, hingga Tuhan.

Pokoknya, jangan sampai jatuh sakit beneran hanya gara-gara patah hati. Belum tentu juga mereka peduli, malah Anda yang rugi sendiri.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Tips Anti Marah-marah Terus di Media Sosial Ala Saya

5 Tips Anti Marah-marah Terus di Media Sosial Ala Saya

Hah, blogger pemarah kayak saya berani kasih tips begini? Masa, sih? Gak salah? Emang tips dari saya bisa dipercaya?

Komentar-komentar di atas mungkin bakal lebih banyak keluar dari mereka yang sudah benar-benar mengenal saya. Memang, saya akui saya pemarah. Banyak hal di dunia ini yang bisa memicu emosi saya.

Tapi, apakah berarti saya akan selalu marah-marah? Gak juga, kali. Ya, ada kalanya saya memang berhak marah, terutama bila masalahnya serius.

Contoh: laki-laki yang keseringan bercanda seksis. Biar dia nggak terbiasa bersikap kurang ajar sama perempuan atau siapa pun lewat guyonan seksisnya, pasti bakalan saya tegur. Mau sampai musuhan juga ayo, saya gak takut. Bodo amat saya disebut baperan – argument andalan paling basi yang selalu saya dengar dari model begini.

Namun, saya juga bisa lelah. Saya juga masih punya banyak urusan lain. Percuma juga terlalu banyak buang-buang waktu marah-marah doang di media sosial. Untuk mengatasinya, inilah lima (5) tips dari saya:

  • Jangan terlalu sering mengakses media sosial.

Ayolah, kita masih punya kehidupan nyata. Selama masih banyak pekerjaan lain yang lebih penting di luar sana, ngapain harus selalu memusingkan komentar julid netizen maha benar? Jangan-jangan hidup mereka sebenarnya jauh lebih menyedihkan.

Untuk jaga-jaga, tak perlu terlalu sering mengakses media sosial. Tapi…eh, gimana kalo itu ternyata sudah jadi bagian dari profesi?

  • Khusus pekerja digital, fokuslah sama konten yang menjadi bagian dari pekerjaan.

Godaan mampir ke konten lain atau baca-baca komentar julid netizen maha benar pasti ada. Tapi, selama masih jam kerja, mendingan fokus dulu sama konten yang terkait kerjaan sendiri, deh. Sesudahnya, masih ada kok, cara-cara lain untuk membatasi melihat konten-konten menyebalkan di media sosial. Gak perlu bikin UU segala.

Tentang Ultah, Hadiah, dan Kehadiran
  • Lebih baik mengakses media sosial di pagi hari.

Mengapa demikian? Karena rata-rata orang masih punya mood yang relatif bagus. Postingan pagi biasanya nggak jauh-jauh amat dari quotes inspiratif, tentang semangat pagi, pamer foto sarapan, dan masih banyak lagi. Pokoknya belum butek sama drama dalam sehari.

Kecuali…yah, ada tragedi yang lagi jadi trending topic. Kalau sudah begitu, memilah dan memilih jadi tantangan yang lain lagi.

  • Memilah, memilih, dan konsisten/tegas dalam bersikap.

Nah, kita harus tegas dalam memilih yang ingin kita lihat. Sama saja dengan memilih makanan di daftar menu resto. Gak mungkin juga ‘kan, semuanya mau kita makan sekaligus?

Begitu pula saat mengakses media sosial. Kalo nggak mau merasakan stress yang nggak perlu, saatnya memilah dan memilih yang ingin kita lihat.

Misalnya: saya sangat suka kucing, jadi paling hobi menonton video kucing-kucing lucu di YouTube. Saya juga suka melihat update posting teman-teman yang punya kucing peliharaan. Pokoknya, saya tidak mau ketinggalan ikut menikmati dokumentasi bebas ulah kucing-kucing mereka yang lucu dan selalu menghibur pemiliknya.

Tentu saja, saya juga tidak mau ketinggalan dengan info terkini. Tapi, biar nggak jadi stres hingga marah-marah terus, saya hanya mengaksesnya di pagi hari.

Eh, tapi gimana kalo konten di media sosial masih banyak yang berpotensi bikin naik pitam? Hmm…

  • Sesekali break dari media sosial.

“Ah, susah kalo udah kecanduan.”

Ayolah, masa nggak punya kendali diri, sih? Kebetulan, saya termasuk generasi imigran digital. Saya sudah pernah hidup tanpa internet dan baik-baik saja.

Saya pernah break dari media sosial selama liburan. Kebetulan, saya termasuk pengusung tagar #latepost kala travelling atau sejenisnya. Saya merasa tidak perlu selalu update semua kegiatan saya saat liburan. Jadinya acara jalan-jalan malah kurang fokus gara-gara (merasa) harus selalu update tiap kegiatan – real-time pula.

Lagipula, seluruh dunia nggak wajib untuk selalu tahu segalanya tentang kita, kok.

Nah, inilah lima (5) tips sederhana agar saya nggak marah-marah terus di media sosial. Gimana dengan Anda?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

7 Cara Membunuh Bosan Selama #Swakarantina Ala Saya

7 Cara Membunuh Bosan Selama #Swakarantina Ala Saya

Bersyukurlah bagi yang masih punya pekerjaan. Mau itu yang masih harus ke kantor atau bisa dari rumah, yang penting masih ada kerjaan. Kasihan sama yang enggak soalnya.

Selain pekerjaan di rumah, yang masih lajang biasanya ngapain aja sih, buat membunuh rasa bosan selama masa pandemi Covid-19 ini? Kalau saya sih, bisa melakukan tujuh (7) hal ini. Ada yang ikutan?

Foto: Membaca
  • Membaca buku / koran / majalah / artikel digital.

Ada untungnya bila sudah punya hobi membaca dari dulu. Mau itu artikel berita, fiksi, komik, cerpen, novel, kisah motivasi, dan lain-lain…baca saja terus. Pokoknya, nggak bakalan habis-habis, deh.

Intinya, saya bisa lebih sabar bila di tangan ada buku – atau apa pun yang bisa dibaca.

Foto: Menulis
  • Menulis.

Ingin bisa menulis, pastinya harus punya hobi membaca dulu. Semua penulis tetap butuh ragam referensi bacaan untuk mendukung kualitas tulisan mereka.

Dari kecil, untungnya saya sudah sangat suka menulis. Apa saja sudah saya coba tulis, mulai dari catatan harian, puisi, cerpen, artikel pendek, hingga novel. Fiksi dan nonfiksi juga saya jajal.

Awalnya sih, hanya untuk senang-senang. Hingga kemudian menjadi karir impian, setidaknya secara bertahap…

Foto: Menonton
  • Menonton TV / film.

Sebenarnya, sewaktu kecil hingga remaja, ini juga hobi saya. Sebelum sinetron basi dan norak mulai menjamur, banyak acara TV favorit. Bahkan, andai saja dulu bisa, saya akan memilih tidak sekolah hanya demi menonton serial TV favorit saya.

Pastinya nggak mungkin juga, hehe. Untung saya akhirnya tidak sampai seperti itu…

Meskipun sekarang sudah banyak yang memilih berlangganan Netflix, saya masih tetap setia dengan TV kabel yang biasa. Belum terlalu butuh juga, sih.

Lagipula, saya juga lebih memilih menulis dan membaca buku…

Foto: Mendengarkan Radio
  • Mendengarkan radio.

Ini lagi hobi saya yang dulu sering saya lakukan. Kalau ada kuis atau talkshow dengan topic menarik, kadang saya juga suka ikutan. Pernah sih, menang kuis. Request lagu pernah diputar dan opini pernah dibacakan. Pernah juga beberapa kali on-air sebagai penelepon.

Hmm, sepertinya saya sudah kembali melakukan beberapa hal di atas. Sayangnya, belum sempat menang kuis apa pun juga, sih. Hihihihi…

Foto: Mendengarkan Musik
  • Mendengarkan musik.

Sebenarnya, ini juga nyaris sama dengan mendengarkan radio, sih. Bedanya, saya bisa memilih music dari mana saja. Yang paling sering tentu saja dari YouTube.

Tentu saja, secara otomatis, kegiatan ini nyambung dengan kegiatan berikutnya:

Foto: Menyanyi
  • Menyanyi.

Bukan bermaksud menyombong, suara saya cukup aman untuk bernyanyi, hehe. Setidaknya nggak akan sampai bikin kuping siapa pun berdarah, hehehe… (Ih, lebay.)

Lagi nggak bisa karaoke karena banyak tempat tutup selama pandemi? Kata siapa? Di YouTube banyak karaoke gratisan. Tinggal cari video yang hanya berisi lirik, diiringi lagu. Terus tinggal nyanyi, deh.

Kalau cukup pede, tinggal rekam suara sendiri, terus posting aja, deh. Bisa pakai Soundcloud, Spotify, atau YouTube. Tinggal pilih.

Pengen duet sama orang lain, tapi nggak ada yang bisa diajak nyanyi bareng di rumah? Tinggal andalkan karaoke app semacam Smule. Hitung-hitung uji nyali latihan nyanyi sama siapa pun. Kalau bisa sampai dapat teman-teman baru di situ namanya bonus.

Foto: Menggambar
  • Menggambar.

Sewaktu kecil, saya pernah sangat suka menggambar. Sebelum mulai suka menulis dan membuat cerita, saya memilih untuk ikut menggambar bersama adik lelaki saya.

Lalu, hobi itu sempat terlupakan. Saya lebih suka menulis, meskipun saat kuliah pernah didapuk sebagai pembuat storyboard untuk tugas kelompok. Habis gimana, ya? Dalam satu tim, kebetulan memang hanya saya yang cukup bisa gambar. Hehe.

Sekarang saya menggambar hanya buat iseng-iseng mengisi waktu. Daripada stres terus hanya bisa menggerutu…

Lalu, gimana dengan Anda?

R.