Categories
#catatan-harian #menulis

Katanya Kalo Perempuan Jadi Pemimpin Negara Mainnya Ngambekan

Katanya Kalo Perempuan Jadi Pemimpin Negara Mainnya Ngambekan

Bagi yang ngaku netizen di jagad medsos, barangkali pernah lihat meme kayak gini:

Sumber: https://www.facebook.com/photo.php?fbid=1017747711763149&set=gm.1963006487120565&type=3&theater&ifg=1

“If women ruled the world, there would be no wars – just a bunch of jealous countries not talking to each other.”

Nih, saya bantu pake terjemahan, ya:

“Jika perempuan jadi penguasa dunia, nggak akan ada perang – hanya sekelompok negara yang nggak saling komunikasi karena sirik/iri.”

Intinya, meme ini lagi-lagi ngeledek perempuan dengan premis “Gimana ya, kalo perempuan yang jadi pemimpin negara?” Seperti biasa, yang nggak gampang baperan (atau mungkin malah nggak pedulian) hanya menanggapinya dengan ringan. Ya, namanya juga perempuan. Hobinya ngambekan, bukan ngomong terang-terangan.

Bahkan, sesama perempuan sendiri juga mengamini fakta tersebut. Iya sih, memang rata-rata perempuan kalo lagi marah suka milih diem-dieman. Waktu zaman remaja aja, saya kenal cukup banyak teman laki-laki yang bangga berkoar-koar – hingga hampir mendekati pongah:

“Kayak cowok, dong. Biarpun berantem ampe babak belur, yang penting kita masih fair-fair-an. Abis itu urusan kelar. Lebih sportif-lah.”

Hahahaha, yakin?

Cuma, kalo kita lihat lagi meme barusan, ketimbang langsung ngejadiin bahan ledekan buat perempuan, mari baca dan pikirin lagi konteksnya:

“Nggak akan ada perang…karena lebih milih diem-dieman…”

Apa iya, kesannya sejelek itu? Apa iya, memilih untuk menghindar selalu tindakan pengecut, bukan kesatria yang kapan aja harus siap maju ke medan pertempuran? Agak miris juga sih, mengingat kultur patriarki yang kental dengan maskulinitas beracun bikin lebih banyak yang mendukung penyelesaian masalah pake kekerasan.

Saya termasuk orang (bukan hanya spesifik nyebut diri perempuan) yang memilih sebisa mungkin semua masalah diselesaikan segera. Jadi, nggak ada lagi rasa segan atau keberatan yang masih ‘ngegantung’ di udara. Jangan ampe diem-diem masih menyimpan dendam, trus di lain waktu baru nyerang lagi. Ya, judulnya nggak kelar-kelar.

Kadang ada alasan kenapa dua orang yang mungkin tadinya saling bicara (entah kamu sama gebetan atau kamu sama si dia sebelum jadi mantan, aih!) mendadak jadi diem-dieman. Apakah selalu rasa iri yang jadi alasan? Yakin bukan karena keegoisan atau kekeraskepalaan satu atau kedua belah pihak?

Padahal, bisa jadi ajang diem-dieman ini karena satu pihak enggan mendengar dan selalu merasa paling benar. Ya udah, ketimbang debat terus nggak kelar-kelar, mending cukup sampai di sini aja. (Kalimat khas orang kalo putus.)

Abis itu, bisa jadi sama-sama move on dan berusaha nggak saling ganggu lagi. Bisa jadi salah satu atau keduanya diem-diem masih saling ngomongin sesamanya di belakang. Ini bukan kerjaan perempuan doang lho, ya. (Nggak mau ngaku juga nggak apa-apa. Nggak perlu pembuktian. Saya bicara dari pengalaman.)

Lha, terus kenapa demikian? Bisa aja masih ada kesal mengganjal. Bisa aja kedua belah pihak sebenernya masih saling sayang (mau teman atau pacar, ya), namun emang lagi selisih paham aja. Siapa tahu pihak luar yang mereka curhatin bisa kasih solusi atau minimal jadi pendengar yang nggak menghakimi. ‘Kan hitung-hitung lumayan nenangin hati. Yakeun?

Terus, kata siapa mereka akan selalu musuhan? Klise sih, tapi kadang waktu emang nyembuhin luka. Abis itu begitu ketemuan lagi (minimal Lebaran kalo sesama Muslim), saling bermaaf-maafan, dan masalah selesai. Ada juga yang sama-sama beritikad baik ngomongin solusi buat masalah mereka sebelumnya biar nggak dendaman lagi.

Kalo enggak? Ya, udah. Tinggal move on aja. Gitu aja kok repot?

Nah,balik lagi kita ke ngebandingin cara laki-laki sama perempuan biasanya ngelarin perselisihan. Padahal, kalo dalam dunia politik, ajang diem-dieman ini juga dikenal dengan sebutan “putus hubungan diplomasi”. Jadi, kedua negara yang tadinya saling bekerja sama memutuskan untuk udahan. Ya, kayak kamu ama si dia yang sekarang jadi mantan, meski prosesnya nggak gampang.

Contohnya: kemaren Taiwan memutuskan hubungan diplomatiknya dengan El Savador. Ini juga gara-gara salah satu negara Amerika Selatan itu memutuskan untuk membangun relasi diplomatik dengan Tiongkok. Lha, tau sendiri ‘kan, kalo Taiwan sama Tiongkok nggak akur, meski sama-sama Asia Timur?

Meskipun Presiden Taiwan kebetulan juga perempuan, yaitu Tsai Ing Wen, pastilah keputusan diplomatik ini nggak hanya dari beliau seorang. Jadi, bukan perempuan doang kok, yang hobi diem-dieman.

Kalo mau cek zaman dulu pun, Ratu Elizabeth yang pertama pun turut berperang. Jadi, kata siapa perempuan selalu mainnya ngambekan?

Lagipula, emang perang itu enak? Bolehlah berbangga-bangga bikin lawan babak belur biar dianggap lebih kuat, ditakutin, dan – secara kasar – keluar sebagai pemenang. Tapi, pernah mikir nggak, kalo cara ini juga bisa nyasar orang-orang yang nggak mau ikutan? Belum lagi banyak korban berjatuhan – dari yang luka sampai meninggal, lokasi perang rusak, dan biaya perbaikan yang nggak murah. Siapa yang rugi? Dua-duanya bukan?

Nggak usah jauh-jauh ngomongin perang, deh. Suporter sepakbola aja udah bisa saling bunuh-bunuhan, bahkan untuk perkara yang menurut saya – maaf nih ya, buat yang baperan soal tim jagoan mereka di lapangan – remeh banget. Remeh, karena sebenernya bisa diselesain tanpa harus ada yang mati.

Emang abis itu masalah selalu kelar? Belum tentu. Bisa jadi lawan yang kalah mewariskan dendam dan sakit hati ke generasi berikutnya. Jadi, siap-siap aja terima balasan. Beda dengan diem-dieman. Nggak ada yang harus mati, nggak harus merusak lahan orang, ampe nggak harus bayar biaya reparasi yang pasti mahal sekali. Hiii…

Jadi, enaknya yang mana, sih? Hmm, apa pun jenis kelamin pemimpin negara, kalo bisa sih, lebih banyak pake dialog damai, ya. Capek soalnya, mau itu perang terus atau diem-dieman hingga saya kurus. (Eh, itu kapan, ya?)

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Kuat Bersama Kalian (Donggala dan Palu)

Kuat Bersama Kalian (Donggala dan Palu)

Kalian butuh kami dan kami butuh kalian

bagai kemanusiaan butuh kesejatian

Mengapa kita harus diingatkan

dengan tragedi pemberi kehancuran?

 

Satu guncangan buat kalian goyah

pasang surut air bah yang tumpah

Tiada tempat sembunyi

Hilang semua yang dihuni

dan sosok-sosok terkasihi

 

Hentikan tikai

Tiada guna politik basi

Kalian butuh kami dan kami butuh kalian

Kita butuh sejatinya kemanusiaan

 

Kami akan kuat bersama kalian selalu,

Donggala dan Palu

 

R.

 

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis

Temukan Apartemen Impian dengan Jendela 360

Temukan Apartemen Impian dengan Jendela 360

Sebagai warga Jakarta, saya menyadari semakin berkurangnya lahan yang tersedia untuk pemukiman. Makanya, salah satu cita-cita saya adalah tinggal di apartemen sendiri. Bila belum bisa membelinya, saya tidak keberatan bila mewujudkannya dengan cara menyewa lewat Jendela 360.

Berhubung tinggal di daerah Jakarta Selatan, lokasi ini menjadi pencarian pertama saya. Apalagi, ibu saya pernah separuh bercanda bilang ingin saya menemukan apartemen impian saya. Beliau memang sudah lama mengetahui keinginan saya untuk tinggal di apartemen sendiri, namun juga ingin bisa berkunjung dengan mudah.

Karena itulah, sewa apartemen di Jakarta Selatan menjadi pilihan saya. Apalagi bila apartemennya punya kolam renang. Bayangan mengundang para keponakan yang lucu-lucu untuk berkunjung dan berenang sudah di pelupuk mata. Hehehe, memang lebay, tapi tetap angan-angan yang menyenangkan.

Sebagai seorang penulis lepas, kadang saya suka lupa keluar kamar. Apalagi bila sudah asik banget sama pekerjaan. Bila bosan dan ingin keluar, ada kalanya saya enggan pergi terlalu jauh, apalagi bila hanya untuk mendapatkan keperluan sehari-hari. Contohnya: berbelanja, periksa kesehatan di klinik, makan-makan atau ngopi di kafe bila sedang bosan, hingga berolahraga.

Intinya, kalau bisa sih, apartemen tempat saya tinggal nanti ibarat toko serba ada. Dalam satu gedung atau area yang sama, semua kebutuhan sudah terpenuhi. Ibaratnya seperti kota satelit atau vertical cluster.

Di Jakarta Selatan, Namun Tepatnya Di Mana?

Hmm, bila ada yang menanyakan hal ini seputar apartemen impian, jawaban saya mungkin butuh waktu agak lama. Masalahnya, saya melihat beberapa daerah ideal, meski belum tahu apakah harga sewanya juga sesuai dengan kemampuan saya. (Untuk sementara, boleh dong, saya punya mimpi?)

Namun, bila harus memilih, sepertinya saya akan memilih sewa Apartemen Taman Rasuna. Mengapa saya memilih daerah ini?

Bisa dibilang, saya sudah jatuh cinta dengan Apartemen Taman Rasuna sejak kunjungan pertama. Waktu itu, seorang teman yang pernah tinggal di sana mengundang saya untuk berkunjung. Teman yang tidak lama kemudian menjadi sahabat dekat sering sekali mengundang saya untuk nongkrong bareng hingga memasak bersama.

Oke, saya memang sentimental. Saya akui demikian. Namun, bukankah kenangan yang baik justru bisa membuat siapa pun memilih untuk bertahan dan tinggal di tempat yang sama? Begitu pula dengan saya saat melihat Apartemen Taman Rasuna. Setiap kali melihat, saya hanya teringat yang indah-indah.

Jadi, seperti apakah apartemen idaman saya?

Sekilas saya sudah memberi gambaran jelas mengenai apartemen yang saya inginkan. Namun, untuk lebih detailnya, inilah beberapa pertimbangan saat menemukan apartemen idaman saya:

  1. Dari segi lokasi.

Meskipun lahir dan lebih lama besar di Jakarta, Selatan, sebenarnya saya lebih suka bila tinggal di daerah yang agak ke pusat. Tidak perlu sampai ke Jakarta Pusat banget, sih. Daerah semacam Kuningan dan Menteng sebenarnya sudah cukup lumayan agak ke tengah.

Meskipun saat ini masih berprofesi sebagai penulis lepas, ada kalanya saya tetap butuh bepergian ke tempat-tempat yang jauh. (Ya, jangan salah sangka, penulis tidak selamanya ngendon di kamar terus.) Untuk itu, saya membutuhkan lokasi yang akses transportasinya bagus, sehingga saya tidak terlalu lelah di perjalanan dan tidak membuang-buang waktu.

  1. Dari ketersediaan fasilitas.

Saat ini, saya yakin sudah banyak apartemen yang berusaha melengkapi fasilitas secukup mungkin. Pokoknya, harus sesuai kebutuhan penghuninya. Misalnya: ada pasar swalayan, ada klinik, ada resto atau kafe mungil untuk tempat nongkrong, gym buat olahraga, kolam renang, hingga taman bermain untuk nongkrong bareng sekaligus bagi yang punya anak kecil.

  1. Dari keamanan lokasi dan properti.

Meskipun relatif lebih tertutup daripada perumahan biasa, saya tetap mempertimbangkan keamanan lokasi apartemen tersebut. Misalnya: apakah lokasinya di tengah-tengah daerah rawan tindakan kriminal, sehingga kalau mau pulang malam pakai acara deg-degan? Apakah penghuninya tidak hanya ramah, namun dapat menjaga ketertiban bersama?

Apakah properti apartemen terawat secara teratur, sehingga tidak mudah rontok, terutama saat gempa? Apakah fasilitas keamanan, seperti tangga darurat hingga tabung semprot untuk kebakaran, dapat digunakan secara maksimal?

Itulah pertimbangan saya saat mencari apartemen impian. Semoga saya segera mendapatkannya. Tentu saja, dengan bantuan Jendela 360, apartemen impianmu dapat segera ditemukan.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Paranoia Dalam Dialog Kepasrahan

Paranoia Dalam Dialog Kepasrahan

Tuhan…
Aku…
Aku takut…
Aku ketakutan…
Takut apa?
Banyak.
Salah satunya jatuh…
Apalagi jatuh cinta…
Jatuh cinta?
Iya.
Kenapa?
Jatuh bukannya selalu sakit, ya?
Ah, masa?
Iya.
Ah, tidak juga.
Masa??
Ah, kamu ternyata masih sama,
padahal sudah dewasa.
Tapi, orang dewasa ‘kan, juga bisa terluka.
Memang iya. Terus kamu mau apa?
Aku tetap ingin cinta…
Lha?
…tapi tanpa perlu jatuh segala. Bisa nggak, ya?
Bisa, bisa saja.
Bagaimana?
Bagaimana apanya?
Bagaimana caranya?
Kita harus sering-sering mengobrol kayak begini,
nanti biar Aku yang kasih Solusi.
Bagaimana?
Oke.

R.

(Jakarta, 30 September 2015 – 21:45)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Perempuan Lajang yang Bekerja dan yang Menikah

Tentang Perempuan Lajang yang Bekerja dan yang Menikah

Sepanjang sisa September kemarin sempat ramai soal ini di media sosial. Singkat cerita, semua gara-gara meme bergambar seorang perempuan yang inti dialognya adalah merasa lelah bekerja dan ingin menikah saja.

Jujur, saya bacanya juga lelah. Belum lagi dengan ragam komentar yang entah kenapa langsung mengaminkannya begitu saja. Sungguh benar-benar bikin geleng-geleng kepala.

Apakah saya anti pernikahan? Eits, jangan langsung asal menuduh. Saya hanya anti kalau pernikahan dipakai buat ajang pamer status sosial. “Lihat, gue udah laku, nih.” Biasa banget, ‘kan? Sampai mereka tidak sadar kalau tengah merendahkan diri sendiri. Lha, istilah ‘laku’ bukannya buat barang jualan, ya? Mereka ‘kan, manusia.

Saya juga anti kalau pernikahan hanya dipakai sebagai solusi kilat masalah ekonomi atau sekadar membunuh sepi. Yang lebih populer lagi di sini, banyak yang buru-buru menikah hanya gara-gara takut tidak bisa menahan diri dari godaan zina. Hiii…

Sudah paham, ya? Jadi, jangan ada lagi yang asal menuduh.

Untungnya, masih banyak yang waras menanggapi meme dengan pesan ajaib itu. Saya sendiri juga gregetan, karena masalah-masalah cetek yang ditulis di meme tersebut sebenarnya masih punya solusi lebih logis lain daripada sekadar “melepas masa lajang”:

  1. Bokek?

Ya, jangan ke mana-mana sama beli apa-apa dulu. Belajar lebih hemat lain kali. Jangan jadi perempuan yang tahunya hanya berbelanja dan menghabiskan uang, karena dunia ini serba salah. Kita akan selalu diejek dan direndahkan. Mendingan disangka sombong karena sudah bisa menghasilkan uang sendiri daripada tergantung terus sama orang lain.

Padahal bekerja dan berkarya itu suatu keniscayaan semua manusia bukan, apa pun jenis kelaminnya? Heran deh, orang-orang.

  1. Lelah bekerja?

Ya, ampun. Ngapain pakai drama segala? Tinggal istirahat di rumah. Tidur atau leha-leha barang sebentar. Belanja atau ke salon buat refreshing. Main sama binatang peliharaan kalau punya. Baca komik atau nonton film lucu. Ambil cuti buat liburan. Travelling ke tempat kesukaan.

Sudahlah. Jangan meracuni otak perempuan Indonesia agar malah jadi lemah, manja, dan mata duitan. Setahu saya sih, menikah itu buat ibadah. Lagipula, lajang atau menikah, perempuan sama-sama wajib berkontribusi buat masyarakat. Bekerja dan menikah capeknya juga beda. Ya, tidak mungkin bisa dibandingkan.

Kerja ‘kan, lazimnya minimal delapan jam sehari. Kalau pun ada lemburan, biasanya ada gaji tambahan dan belum tentu sering-sering juga. Pulang tinggal istirahat, tiap bulan digaji pula. Kalau bos bikin stres dan memang sudah tidak kuat lagi, ya tinggal cari pekerjaan lain sebelum resign.

Namanya juga perjuangan. Mana ada leha-leha doang? Kalau mau mendapatkan sesuatu yang berguna (dan nggak cuman uang), pastilah ada capeknya.

Begitu pula dengan menikah. Kata siapa nggak ada capeknya? Hidup bukan cerita dongeng. Meskipun mendapatkan jodoh yang tajir melintir, bagaimana kalau ternyata dia laki-laki yang pelit? Bagaimana kalau ternyata dia abusive, nggak pernah peduli maunya Anda, ternyata tukang selingkuh, dan buntutnya meninggalkan Anda juga?

“Ih, mikirnya jelek-jelek amat deh, soal pernikahan.”

Tuh, ‘kan? Padahal saya hanya bicara kemungkinan dan kenyataan. Bayangkan perempuan dengan pola pikir demikian menikah. Yang ada malah gampang berantem sama suaminya saat suaminya lagi nggak punya uang banyak. Buntutnya? Perempuan juga yang disalahkan karena mata duitan dan kurang pengertian. Susah, ya?

Mau menikah, wis monggo. Tapi, pastikan alasannya tepat dan Anda (dan si dia, siapa pun orangnya yang sudah memilih dan dipilih Anda) sudah benar-benar siap lahir dan batin.

Yang pasti, tidak perlu menakut-nakuti yang masih lajang dan bersenang-senang juga. Masih ada cara lain yang lebih cerdas, bukan?

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Geram

Geram

Aku sangat membenci kalian

wahai, lelaki yang suka permainkan

hati dan pikiran perempuan

lalu menghina mereka baperan

demi kabur dari pertanggung jawaban.

 

Benci, benci sekali

Kadang ingin kalian mati

demi rasa aman kami

hidup di dunia ini

Kadang enggan peduli dengan sepi

 

Lalu, argumen itu lagi:

“Halooo, tidak semua laki-lakiii!”

Aku butuh bukti

bukan retorika basi

dan semua pemakluman yang memuakkan sekali:

 

“Namanya juga laki-laki.”

Mau sampai kapan nalar pincang begini?

Sesama manusia, tapi seperti tidak punya hati

mendewakan napsu hewani

Kenapa harus menunggu punya saudari, istri, atau putri?

 

Sialnya, masyarakat ini masih membela kalian

lalu menyalahkan korban

yang begitu mudah ‘termakan’

Berkat macam kalian,

kami harus selalu waspada

 

Jangan berani bawa-bawa cinta

Jangan lancang mengumbar kata sayang

bila bagimu, kami hanya mainan

atau sekadar menghangatkan ranjang

lalu dengan kejam, kalian tinggalkan

seperti sampah yang dibuang

 

Tahu dirilah,

sebelum menuntut perawan di pelaminan

Berkacalah,

untuk melihat penyebab terbesar kerusakan

 

Ya, kalian.

Sayang, tetap kami yang disebut “MURAHAN”!

 

R.

 

 

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis #tips

Yuk, Aktif Jadi Pendonor Darah untuk #AksiSehatCeria

“Yuk, Aktif Jadi Pendonor Darah untuk #AksiSehatCeria”

Semua pasti sudah tahu, kesehatan adalah anugerah tak terhingga. Bila termasuk yang bugar dan tahu cara menjaga kesehatan, pasti lebih mudah melakukan #AksiSehatCeria. Sebagai rasa syukur atas kesehatan tubuh, boleh dong, berbagi dengan sesama. Tidak perlu uang, bisa juga dengan donor darah.

Sumber: biologimu.com

Nah, apa saja manfaat donor darah? Anda yang bergolongan darah O (universal) adalah pendonor yang paling dibutuhkan, terutama dalam kondisi darurat. Bayangkan banyaknya orang yang dapat tertolong, bahkan yang berbeda golongan darah.

Beberapa manfaatnya pasti sudah Anda ketahui bila sudah rajin melakukannya, yaitu:

  1. Mengurangi kadar zat besi dalam darah dan menyelamatkan kesehatan jantung Anda.

Kelebihan zat besi dalam darah sangat berbahaya bagi jantung, karena menyebabkan kardiovaskular. Jangan sampai Anda mendadak terkena serangan jantung atau stroke, hanya karena jarang – atau malah tidak pernah – menjadi pendonor darah.

  1. Tidak hanya jantung yang selamat, hati pun juga.

Zat besi yang berlebih di dalam darah tidak hanya membahayakan jantung. Organ lain yang terancam olehnya adalah hati. Karena hati berfungsi menetralisir racun, jangan sampai hati teracuni oleh banyaknya zat besi di dalam darah.

  1. Menambah pasokan sel darah merah.

Mungkin sewaktu kecil ada yang pernah takut kehabisan darah hanya gara-gara menjadi pendonor. Padahal, yang terjadi justru sebaliknya. Ibarat daur ulang, darah yang didonorkan akan langsung diganti dengan yang baru berkat fungsi sumsum tulang belakang.

  1. Sebagai program diet yang aman.

Percaya atau tidak, menjadi pendonor darah juga dapat membantu menurunkan berat badan. Yang pasti, bukan berarti Anda harus menguras darah lebih banyak lagi, ya. Cukup 450 ml saja dan 650 kalori sudah bisa dibakar. Ini setara dengan usaha merampingkan pinggang dengan olahraga biasa.

  1. Merasa lebih positif dan bahagia karena bisa membantu sesama.

Beramal tidak melulu dikaitkan dengan uang. Bahkan, manula yang masih rajin jadi pendonor darah (ini dengan catatan kondisi tubuh mereka masih memungkinkan, ya) mengaku merasa lebih sehat, bugar, dan bahagia. Positif sekali, bukan?

  1. Hitung-hitung sekalian tes kesehatan gratis.

Ini berlaku bagi yang suka lupa untuk melakukan medical checkup. Saat mau mendonor darah, sebelumnya Anda akan dites kesehatan dulu. Tes ini untuk menentukan kelayakan kondisi fisik Anda sebagai pendonor darah.

Jika belum sempat melakukan medical checkup, ini dia manfaat donor darah untuk Anda. Anda bisa sekalian memeriksakan diri, terutama mulai dari: nadi, tekanan darah, suhu tubuh, hingga kadar Hb atau Hemoglobin.

Semoga setelah dicek, Anda tidak menemukan beberapa virus penyebab penyakit membahayakan, termasuk: Hepatitis B dan C, HIV, sifilis, dan masih banyak lagi. Bila sampai ada, sayangnya Anda sudah tidak boleh mendonorkan darah lagi.

  1. Menurunkan risiko kanker.

Bagi yang rajin menjadi pendonor darah, Anda bisa sekalian mencegah sel-sel kanker agar tidak berkembang di dalam tubuh.

Lalu, bagaimana cara menjadi pendonor darah yang baik?

Yang pasti, jangan sampai kurang tidur sebelum mendonorkan darah. Sebagai pemilik golongan darah O (universal), saya suka sedih saat ditolak menjadi pendonor hanya gara-gara kurang tidur. Selain itu, perbanyak minuman air putih dan makanan sehat (jangan yang berlemak seperti menu cepat saji dan es krim).

Menu seperti daging merah dan sayuran yang kaya akan zat besi sangat penting bagi pendonor darah.

Khusus perempuan usia produktif dan subur: pastikan tidak sedang datang bulan, karena termasuk yang dilarang untuk mendonorkan darah. Jika sudah selesai, beri jeda minimal seminggu sebelum boleh menjadi pendonor darah.

Jangan lupa, pakailah baju yang lengannya mudah digulung untuk mempermudah proses pendonoran darah.

Selesai mendonorkan darah, bangunlah ke posisi duduk pelan-pelan. Jangan langsung memaksakan diri bila merasa pusing atau mual. Tunggulah lima jam sebelum melepas perban. Angkat lengan lebih tinggi bila darah masih keluar dan tekan sampai pendarahan berhenti.

Kompres es selama 24 jam setelah perban dibuka dapat mengurangi nyeri pada luka terbuka. Bila masih nyeri, ganti dengan kompres air hangat.

Tuh, manfaat donor darah ternyata banyak, lho. Ingin melakukan #AksiSehatCeria lainnya? Cek saja DokterSehat untuk inspirasi Anda.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Balasan yang Lamban

Balasan yang Lamban

Silakan tinggalkan pesan di teleponku

Mungkin nanti akan kubalas,

segera setelah tak terlalu sendu.

Kirimkan pesan untukku,

namun takutnya akan kubalas tanpa gegas.

Malam ini,

aku hanya ingin bersua dengan diri sendiri.

 

Silakan email bila mau,

tapi maaf kau harus menunggu.

Malam ini, aku sedang malas berpikir.

Bagaimana bila kita serahkan semua pada Sang Pencipta Takdir?

Hanya untuk malam ini?

 

Boleh, ya?

 

R.

(Jakarta, 20 November 2015 – 22:45)

 

Categories
#catatan-harian #menulis

Pemerkosaan Bukan Bahan Bercandaan!

Pemerkosaan Bukan Bahan Bercandaan!

Satu malam, saya pergi ke sebuah warung indomie dan roti bakar. Saat itu memang sedang cukup ramai, sehingga butuh waktu agak lama untuk mendapatkan roti bakar cokelat favorit saya.

Malam itu, saya duduk di antara dua pengunjung yang kebetulan sama-sama menjengkelkan. Lelaki besar di samping kanan saya merokok sambil bercanda dengan teman-teman se-gengnya. Tidak masalah sih, namun nggak perlulah sampai harus heboh menggebrak-gebrak meja beberapa kali.

Sialnya, lelaki itu tidak peduli saat saya meliriknya dengan tatapan sinis, sambil berusaha memastikan teh hangat saya tidak tumpah oleh ulahnya. Apalagi, kaki mejanya juga sudah agak reyot. Dasar sial, lelaki itu malah balas melirik saya dengan ekspresi terganggu. Huh!

Awalnya, saya kira perempuan di samping saya masih mendingan. Namun, telinga saya langsung sakit seketika saat dia bercanda dengan teman lelakinya yang duduk pas di depannya. Sepertinya mereka sedang membahas teman mereka yang juga seorang lelaki, hingga tahu-tahu perempuan itu mencela dan menakut-nakuti sambil tertawa:

“Jangan mau dateng sendirian ke rumah cowok itu kalo diundang. Ntar diperkosa, lho!”

Entah apa mereka sedang mengejek teman lelaki mereka yang mungkin termasuk kategori LGBT. Yang pasti, saat itu juga saya gatal ingin langsung menegur:

“Pemerkosaan bukan bahan bercandaan, Mbak!”

Sayangnya, saya bukan orang yang mudah mau ribut sama orang yang nggak dikenal, bahkan meskipun saya yakin saya benar. Dengan miris saya harus menerima, bahwa masih banyak sekali manusia Indonesia yang nggak peka. Nggak lelaki maupun perempuan. Masih banyak yang berasumsi bahwa korban pemerkosaan pasti HANYA perempuan.

Kalau sampai lelaki jadi korban pemerkosaan, pasti gara-gara LGBT. Pasti gara-gara lelakinya lemah sehingga tidak bisa melawan.

Pokoknya, di benak mereka, motif pemerkosaan pasti dan selalu seksual. Padahal, jelas-jelas karena relasi kuasa.

Saya harap banyak yang mau lebih membuka mata, hati, dan berempati. Bukan, bukan meminta untuk mengasihani mereka, seolah-olah mereka sudah tidak berharga lagi.

Cobalah mendengarkan cerita mereka tanpa interupsi. Kurangi menghakimi. Apa pun yang pernah mereka alami, mereka masih manusia berharga yang berhak untuk hidup bahagia.

Tidak ada yang minta diperkosa. Tidak ada yang lucu juga dari tindakan kekerasan, tak terkecuali secara seksual. Bayangkan Anda dipaksa melakukan sesuatu oleh orang lain dengan ancaman dan hinaan, hanya karena mereka merasa bisa dan berkuasa.

Bayangkan tubuh, jiwa, pikiran, dan perasaan Anda dijajah dan disakiti sedemikian rupa, hanya demi kesenangan mereka. Bayangkan perjuangan mereka untuk merebut hidup kembali. Transisi dari merasa jijik, kotor, malu, dan bersalah – menuju benci dan amarah – hingga usaha berdamai dengan diri sendiri.

Tidak bisa atau tidak mau membayangkan? Ya, sudah. Saya juga tidak mau memaksa. Namun, jadilah manusia yang baik dengan tidak lagi menertawakan penderitaan sesama. Sekali lagi, jangan jadikan pemerkosaan, pelecehan seksual, dan isu kekerasan lainnya sebagai bahan bercandaan.

Buat yang berprofesi sebagai komedian, semoga bisa mencari topik yang lebih cerdas dan tidak menyakiti perasaan sesama, ya. Saya tahu, profesi Anda harus selalu punya bahan bercandaan yang up-to-date atau sebisa mungkin lebih kekinian.

Kalau sudah kehabisan bahan, mungkin bisa beralih profesi. Pasti juga sudah pada tahu ‘kan, pepatah ini?

“Diam saja bila tidak yakin bisa berbicara yang baik.”

Masa perlu menunggu jadi korban dulu supaya tahu? Saya yakin Anda tidak ada yang mau.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Usai untuk yang (Sudah) Usang

Usai untuk yang (Sudah) Usang

Kita sudah lama tiba

di halaman terakhir kisah yang sama

Kau ingin kembali membaca

sementara aku sudah hapal di luar kepala

 

Yakin ingin mengulang yang sudah pasti?

Ah, kau begitu cinta ilusi

sementara aku bosan dan muak setengah mati

dengan egomu yang rapuh sekali

 

Aku ingin usai

Sudah lama kisah ini usang

Tiada sisa lagi

Hanya kemuakan

 

Masih banyak perempuan

yang siap menghangatkan

ranjang yang bagimu selalu dingin

bukan aku, meski kau ingin

Jangan terus meminta seperti orang sinting

 

Kita sudah lama usai

Mengapa kau ingin meneruskan lagi?

Tidak bila maumu sendiri

dari dulu hingga kini

tidak pernah pasti…

 

R.