Categories
#catatan-harian #menulis

Kedai Kopi Lucu di Jakarta: The French Oven

Kedai Kopi Lucu di Jakarta: The French Oven

Banyak kedai kopi lucu di Jakarta. Aku akan review setiap kali dapat peluang datang ke satu tempat. Ini yang pertama untuk tahun ini:

Selasa kemarin (13 Februari 2024) sebelum Hari Pilpres, aku ke French Oven bareng Adik jam sembilan pagi. Tempatnya sudah buka sejak pukul 7:30 sampai 19:30.

The French Oven ada di Pakubuwono, Jakarta Selatan. Tempatnya ada di lantai dua gedung SADA. Menurut barista yang bertugas hari itu, The French Oven sudah buka sejak pertengahan November 2023 kemarin.

Kenapa sih, pemiliknya memilih nama “The French Oven”? Awalnya, pemilik kafe ini lebih fokus bikin kue sebagai hobi sekaligus bisnis mereka. Berhubung tahu banyak orang Jakarta yang suka ngopi di kedai, akhirnya mereka juga buka kedai kopi ini.

Kedai kopi ini lucu dengan dekorasi bergaya Perancis. Tempatnya nyaman buat nge-date sama pasangan, nongkrong bareng sekelompok kecil teman-teman, atau kalo lagi mau sendirian dengan buku. Kamu penulis yang lagi cari tempat sepi dengan kopi enak dan cemilan sambil menulis cerita? Ke sini saja.

Apa yang kupesan pagi itu? Es cappuccino, tentu saja. Bahkan meski aku dan Adik tidak memesan cemilan, minuman kami dihidangkan bareng tiga jenis kue untuk dicicipi.

Pastinya, aku ingin balik lagi ke French Oven buat mencoba menu lain. Musik lounge Perancis bikin vibe-nya lebih kalem. Aku juga penasaran dengan variasi kue lidah kucing mereka. Masa ada yang rasa … teh Earl-Grey?

Yah, buat yang lagi di Pakubuwono, Jakarta Selatan, cek saja salah satu #kedaikopilucu ini dan kasih tahu pendapatmu.

The French Oven

Jalan Pakubuwono VI No:100
The 2nd floor of The SADA Building
South Jakarta

Instagram: @thefrenchoven.id

R.

Foto-foto oleh: @renaldirindra

Categories
#catatan-harian #menulis

Pilpres 2024: Semakin Dekat, Semakin Malas Ikutan Debat

Pilpres 2024: Semakin Dekat, Semakin Malas Ikutan Debat

Jedaku
Foto: unsplash.com

Tanggal 14 Februari 2024 bukan hanya Hari Kasih Sayang (Valentine’s Day) bagi yang (memilih) merayakan. Bagi seluruh rakyat Indonesia, hari ini merupakan Hari Piplres (Pemilihan Presiden).

“Jadi kamu mau milih siapa?”

Pertanyaan bagus. Jujur, sekarang aku malas cerita-cerita ke siapa pun soal ini. Hakku juga untuk tetap merahasiakannya. Kenapa?

Aku kapok. Dulu pernah terlalu jujur dengan pilihanku. Saat pilihanku kemudian melakukan kesalahan, aku sempat kecewa dan mengkritik beliau di Facebook. Seorang teman lama yang melihat langsung nyinyir berkomentar:

“Presiden ELO, tuh.”

Dih, apaan sih? Pikirku sebal. Waktu itu, langsung saja kubalas begini:

“Oh, sekarang elo dah ganti WN dan tinggal di luar negeri, ya? Di negara mana lo sekarang? Selamat, ya!”

Hehe, dia nggak jawab, lho! Aku memang sudah malas berdebat maupun saling sindir soal politik. Membaca debatan sesama orang Indonesia soal tiap paslon di X saja sudah bikin mual. Makin mual bila yang kayak begini sampai bikin orang lebih semangat saling memaki dan musuhan.

Makanya, aku memilih diam saja soal calon yang nanti akan kupilih. Bukan apa-apa. Pada akhirnya akan selalu sama.

Kita akan memilih calon sesuai hati nurani. Kalau yang menang kerjanya benar, kita apresiasi. Kalau kerja mereka salah, wajib kita kritik.

Kalau mereka lantas jadi baperan, lalu mendadak gila kuasa dan berubah jadi tukang main ancam rakyat yang mengkritik mereka? Yah, paling alamat kudeta lagi kayak 1998. Lagian, hari gini udah gak jaman kali, main ancam-ancaman tanpa risiko mendapatkan perlawanan dari rakyat …

 

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

3 Kemungkinan Alasan Orang Terdekat Takut Jujur Sama Kamu

3 Kemungkinan Alasan Orang Terdekat Takut Jujur Sama Kamu

Harusnya mereka jujur sama kamu, seperti biasa dan kayak dulu. Apa yang berubah akhir-akhir ini? Kenapa mereka seperti menunggu ‘ditodong’ dulu, baru (berani) ngomong? Sebelum langsung beranggapan (cuma) mereka yang ber(ma)salah, coba cek diri sendiri dululah. Bisa jadi kamu ada andil juga yang menyebabkan mereka bersikap demikian.

1. Kamu sendiri juga suka tidak jujur sama mereka.


Memang, tidak mungkin kita bisa 100% jujur sama semua orang. Bahkan, kita juga tetap harus menjaga perasaan orang terdekat dengan tidak selalu jujur sama mereka.

Namun, ada kalanya kita tetap harus jujur, sepahit apa pun kenyataannya. Misalnya: sesuatu yang sedang atau telah kita lakukan akan berdampak buruk ke mereka juga – baik secara langsung maupun tidak langsung. Jangan suka main standar ganda. Jangan berharap mereka mau jujur dengan sendirinya, kalau kamu sendiri juga punya banyak rahasia yang bisa mempengaruhi mereka.

2. Kamu lebih sering tidak antusias mendengarkan cerita mereka.


Kebiasaan ini terkesan sepele, padahal akibatnya bisa serius. Memang, semua orang punya masalah. Tapi nggak berarti kita berhak main standar ganda soal “siapa yang lebih berhak untuk banyak curhat”, cuma karena menurutmu masalah mereka “cuma segitu doang”. Tolong ya, ini bukan kompetisi.

Semua orang bisa merasa lelah dan bosan. Cuma, salah gak sih, kalau orang yang selama ini rela mendengarkan curhatmu – apalagi yang itu-itu terus – meski sedang lelah atau bosan, suatu saat bakal berharap perlakuan serupa darimu pas giliran mereka butuh pendengar?

Mengapa sepertinya kamu sulit berusaha melakukan hal yang sama untuk mereka?

3. Diam-diam, kamu berharap mereka sempurna.


Mungkin kamu tidak bermaksud demikian. Sayangnya, tanpa sadar sikap sekaligus ekspektasimu menjadi beban mental buat mereka. Misalnya: selama ini, mereka nyaris nggak pernah curhat atau kelihatan kayak lagi ada masalah. Padahal, belum tentu mereka baik-baik saja.

Bisa saja mereka sebenarnya sangat ingin bercerita. Sayangnya, masih ada rasa takut yang mengganjal. (Salah satu sebabnya ada di poin nomor dua.) Apalagi, kamu juga gemar memuji-muji mereka ke semua orang sebagai sosok mandiri.

Mungkin juga mereka pernah trauma dengan ulahmu. Mereka pernah beberapa kali jujur padamu mengenai masalah mereka. Sayangnya, bukan simpati maupun pengertian yang mereka dapat. Kamu malah lebih banyak marah-marah dan langsung menghakimi, bahkan tanpa mau mendengar penjelasan mereka atau memberi mereka kesempatan untuk membela diri bila salah. Begitu tahu begini, mereka berpikir: “Lain kali tidak usah cerita saja sekalian. Menyesal jadinya.”

Nah, sebelum mereka keburu memilih diam dan terus berahasia karena merasa tidak aman denganmu, mending lain kali biarkan mereka bercerita sampai selesai. Hindari memotong cerita mereka di tengah jalan, apalagi langsung menambahnya dengan celaan. Kamu nggak perlu otomatis langsung mengerti atau menemukan solusi, kok.

Menjadi pendengar aktif saja dulu, jangan setengah-setengah.
Selain tiga (3) contoh di atas, apalagi sih, yang bisa bikin orang takut jujur sama orang terdekat?

R.