Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Kebiasaan Ini Nggak Akan Bikin Anda Lebih Baik Meski Sudah Married


5 Kebiasaan Ini Nggak Akan Bikin Anda Lebih Baik Meski Sudah Married

Beginilah risiko hidup di Indonesia. Sampai melewati batas kemuakan siapa pun, perdebatan soal kualitas hidup si lajang versus yang sudah menikah beneran awet tenan. Yakin nih, udah nggak ada topik lain yang lebih penting?

Sebenarnya, saya juga bosan menulis soal ini. Tapi gimana ya, kalau kualitas berpikir orang Indonesia masih banyak yang kayak begini? Saya juga nggak anti pernikahan, tapi…tolong, deh. Ini lima (5) kebiasaan yang nggak akan bikin Anda lebih baik meskipun sudah married:

  • Merasa sudah ‘laku’.
Gambar: thedesignerprotraitstudio.com

Hadeuhh…hari gini masih mau menyamakan diri dengan barang dagangan? Merasa lebih ganteng/cantik/baik, hanya karena ada yang suka dan mengajak/menerima tawaran hidup bersama dalam ikatan pernikahan? Kok menyedihkan?

Sebelum dihargai orang lain, hargailah diri sendiri dulu. Jadi, Anda nggak akan terjebak dengan anggapan bahwa pasangan adalah sumber kebahagiaan paling utama di dunia bagi Anda, mengalahkan Sang Pencipta kalian berdua.

  • Langsung merasa bahwa “Dunia nggak seburuk itu, kok.”

Oke deh, bila Anda memang lagi happy banget. Dunia terasa lebih indah dan sempurna dengan adanya si dia. Semua kebahagiaan dan masalah dibagi bersama. (Semoga ini beneran lho, ya.)

Tapi, kayaknya naif banget bila lantas beranggapan bahwa dengan menikah, semuanya akan selalu baik-baik saja. Apalagi kalau menikahnya belum lama, hihihi…

Mungkin dari kacamata Anda, dunia sepertinya sudah tanpa cela. Namun, sayangnya Anda jadi terkesan tidak punya empati dan menutup mata sama realita.

Pernikahan Anda bahagia? Baguslah. Jangan lupa, tidak semua orang seberuntung Anda (dan maksud saya bukan selalu karena mereka masih jomblo, ya.) Ada pernikahan yang dirusak perselingkuhan dan KDRT. Ada yang berakhir dengan perceraian atau kematian salah satu pasangan.

Ada juga yang menikah karena paksaan. Tahu anak-anak perempuan yang dipaksa menikah di usia remaja, terutama karena keluarga mereka dalam kemiskinan dan harus bayar banyak utang? Yakin dunia nggak seburuk itu?

Tentu saja, ini kembali pada pilihan Anda. Kalau mau cari aman dan nyaman, silakan tetap di dalam lingkaran kecil Anda. Bila masih mau memperluas pergaulan, silakan juga. Minimal mainnya ‘agak jauhan dikit’ – lah, biar pengetahuan bertambah dan (semoga) kepekaan empati terasah.

Siapa tahu juga, pasangan Anda sebenarnya juga masih butuh kehidupan lain, alias nggak hanya menjadikan Anda pusat dunia mereka 24 jam sehari. Masa, sih? Ya, tanya mereka dong, jangan saya.

  • Masih hobi nyinyir sama yang masih single (apalagi bila mereka perempuan di atas usia 30).

Kalau masih percaya bahwa perempuan yang masuk dalam kategori ‘perawan tua’ (masih lajang di usia 30 ke atas) adalah tukang nyinyir, mending cek akar permasalahannya dulu, deh. Intinya, siapa sih, yang mulai cari gara-gara dengan mereka, padahal bisa jadi mereka tengah mengurus urusan mereka sendiri?

Ngomong-ngomong, barusan pertanyaan retoris. Masa masih harus saya jawab di sini, sih? Yang dialami salah seorang teman bukan cerita baru. Ada tetangga yang kebetulan bermasalah dengannya dan malah sengaja mencari-cari ‘cacat’ si teman.

“Kayaknya perempuan kayak kamu harus buruan nikah deh, biar nggak nyinyir dan jahat sama orang!”

Padahal, kalau tahu masalahnya, Anda pasti bakal bilang bahwa argumen di atas sama sekali nggak ada hubungannya. Tapi memang dasar masyarakat Indonesia suka masih ada yang begitu. Kalah argumen, yang diserang malah status seseorang. Kekanak-kanakan.

Pada kenyataannya, semua orang berpotensi nyinyir, kok. Ya, termasuk Anda yang dengan sangat bangganya pamer status nikah, lantas mengerdilkan pendapat orang lain hanya karena kebetulan mereka masih single. Bukankah itu sangat dangkal?

  • Merasa bahwa dengan menikah berarti dapat menghindari perkosaan.

Ini lagi logika absurd. Kesannya selama masih single, Anda berpotensi jadi pelaku (terutama bila laki-laki) atau korban (terutama bila perempuan). Bukankah ini namanya penghinaan?

Jujur, saya paling ngeri dengan orang yang berpikir menyimpang seperti ini. Mungkin mereka menganggap bahwa orang yang masih single sulit mengendalikan diri dan bernapsu seperti binatang liar. Pasangan hanya jadi pelampiasan seksual di ranjang. Asli, seram.

Padahal, kalau mau ‘melek statistik’ sedikit saja, banyak kok, korban yang statusnya ternyata sudah menikah. Banyak pelaku yang ternyata punya istri di rumah. Istri (dianggap) ‘kurang melayani’? Belum tentu.

Masih mau menyalahkan perempuan yang keluar rumah sendirian? Lalu apa kabar mereka yang jadi korban perkosaan di rumah, oleh keluarga sendiri pula? Tolong, deh. Stop cari-cari alasan untuk membenarkan pelaku pelecehan seksual apa pun, termasuk perkosaan.

Lagipula, siapa sih, manusia waras yang senang bila harus menikah karena diancam-ancam atau ditakut-takuti?

  • Intinya, selalu merasa lebih baik daripada yang masih single, apalagi janda.

Saya lebih sering mendengar ejekan untuk para lajang. Jomblo ngenes (jones) adalah salah satunya. Seolah-olah status itu begitu hina dan Anda yang sudah terbebas darinya (dengan menikah) berhak mencela-cela. Mungkin karena merasa di atas angin, mengingat kultur di Indonesia begitu memuja-muja pernikahan, terlepas ada yang selingkuh atau babak-belur di belakangnya.

Lalu, apa bedanya Anda dengan orang kaya yang pamer harta di depan mereka yang Anda anggap tak berpunya?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Alasan Logis Sebaiknya Tidak Buru-buru Saat Memulai Hubungan Baru

5 Alasan Logis Sebaiknya Tidak Buru-buru Saat Memulai Hubungan Baru

Baru putus atau malah ditinggal nikah? Pastinya menyakitkan. Ada perasaan marah, kalah, sekaligus gundah. Bahkan, meski sudah termasuk pihak yang berusaha keras mempertahankan hubungan, risiko ditinggal sayangnya tetap ada.

Mungkin sudah banyak yang menyarankan Anda untuk segera move on. Bahkan, banyak juga yang langsung berusaha menjodohkan Anda dengan siapa pun yang mereka kenal. (Semoga masih sama-sama single juga, ya. Kalo nggak, percuma.)

Harapan mereka? Tentu saja agar Anda tidak sedih lagi dan segera punya pasangan hidup (yang syukur-syukur bisa langgeng hingga akhir hayat).

Nggak apa-apa, sih. Mungkin ada yang langsung berhasil dengan cara itu. Ya, kira-kira secepat anak kecil yang gembira lagi, karena ada yang membelikannya mainan baru setelah yang lama hilang.

Oh, saya kedengaran nyinyir ya, barusan? Maaf, saya sebenarnya hanya mau bilang bahwa cara di atas belum tentu berhasil untuk semua orang. Jangan langsung menuduh mereka kurang berusaha dulu, karena ini dia lima (5) alasannya:

  1. Anda memulai hubungan dengan alasan salah.

Klise memang, tapi ini beneran. Mulai dari takut kesepian, cari pelarian, hingga ngikutin omongan orang (mulai dari perkara umur, permintaan ortu soal cucu, dan entah apa lagi.) Masalahnya, Anda yang nanti akan menjalani hubungan itu, bukan mereka. Pastikan Anda melakukannya karena murni keinginan dan kesiapan pribadi, bukan kata orang.

  1. Anda masih sering terbayang-bayang atau bahkan ngomongin mantan.

Mungkin ini sering Anda lakukan tanpa sadar. Bahkan, saat akhirnya ‘jadian’ lagi sama yang baru, Anda masih melakukannya. Jangan salahkan si dia bila akhirnya malah menjauh. Siapa sih, yang sudi saingan sama masa lalu?

Gambar: thedesignerprotraitstudio.com

  1. Si mantan udah punya yang baru dan Anda merasa ‘kalah’.

Haduh, masih zaman yah, soal beginian? Jangan kayak anak kecil, ah. Apalagi, menikah itu komitmen serius lho, bukan soal balapan atau ‘laku’ duluan. Janganlah suka membandingkan diri dengan barang dagangan di pertokoan. Nggak ada istilah diskon-diskonan, apalagi sampai banting harga!

  1. Punya harapan tidak realistis pada calon pasangan baru.

Ini bukan hanya soal mencari ‘ganti’ yang mirip dengan mantan, baik dari segi penampilan hingga kepribadian. (Berhubung nggak mungkin ada manusia yang 100% sama dengan yang lainnya, siap-siap aja kecewa. Kembar identik aja juga punya perbedaan.)

Ini juga bukan soal mencari sosok yang (menurut Anda nih, ya) jauh lebih baik daripada mantan. (Duile, segitu dendamnya. Lagi-lagi main perbandingan!) Sadar atau enggak, Anda pasti punya harapan bahwa hubungan berikutnya jangan sampai putus lagi.

Nggak salah sih, berharap yang terbaik. Namun, jangan sampai jadi obsesi. Yang ada malah stres sendiri dan ini juga mempengaruhi pasangan. Ingat, semua perlu proses dan pembelajaran, disertai dengan sabar. (Padahal yang nulis ini juga lagi belajar sabar, hihihi.)

Kalo sukses, syukurlah. Kalo enggak, anggep aja sebagai bahan pembelajaran atau pengalaman. Boleh usaha, tapi jangan lupa santai dan berbahagia.

  1. Belum bisa atau bahkan lupa berbahagia saat sedang sendiri.

Oke, saya sedang tidak menyangkal. Ya, kadang-kadang memang suka ada rasa sepi. Namun, inilah bahayanya bila Anda sampai segitu butuhnya punya pasangan, biar nggak kesepian dan merasa bahagia:

Anda jadi cenderung menggantungkan seluruh kebahagiaan Anda pada si dia. Yang ada, si dia malah jadi terbebani dan Anda jadi kayak lepas tanggung jawab sama perasaan sendiri.

Klise sih, tapi bahagia itu sebenarnya pilihan. Mau sedang sendiri atau bersama orang lain (terutama pasangan, hehe), bahagia itu perlu. Lagipula, orang yang bahagia akan memancarkan aura menyenangkan. Jadinya, mereka lebih mudah didekati, karena auranya positif. Percaya, deh.

R.

 

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis #tips

“Yuk, Ikut Melakukan Pencegahan ‘Stunting’ Demi Indonesia Sehat”

“Yuk, Ikut Melakukan Pencegahan ‘Stunting’ Demi Indonesia Sehat”

Sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/?s=stunting

Sebagai bangsa yang mencintai negerinya, visi menciptakan Indonesia Sehat merupakan keinginan kita. Tentu saja, untuk mewujudkannya juga tidak mudah. Mengingat masih banyak rakyat yang hidup di bawah garis kemiskinan, ada salah satu masalah yang berpotensi menciptakan ‘the lost generation’ atau generasi yang hilang di masa depan. Ya, masalah tersebut bernama ‘stunting’.

Sangat disayangkan bila hingga kini, masih banyak yang belum akrab dengan istilah ini. Tidak perlu menjadi dokter gizi atau ahli kesehatan untuk tahu. Yang diperlukan adalah kepedulian terhadap anak-anak sebagai generasi penerus bangsa. Untuk itu, mari kita lihat dulu sekilas tentang masalah ini.

Sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/?s=stunting

Sekilas Tentang ‘Stunting’

Bersiaplah, karena definisinya mengerikan. ‘Stunting’ adalah kondisi seorang anak yang kronis akibat sangat kurangnya asupan gizi ke dalam tubuh. Bahkan, stunting sudah mulai terjadi bila sejak dalam kandungan, ibu hamil tidak mendapatkan gizi yang cukup. Sayangnya, kondisi ini baru bisa terdeteksi saat anak menginjak usia dua tahun.

Jangan heran bila menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO atau World Health Organization), Indonesia menempati urutan kelima di dunia untuk kasus ‘stunting’ pada anak. Ini bukan prestasi. Daerah dengan kasus tertinggi masalah ini ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI). Riskesdas saja menyatakan bahwa hampir setengah populasi balita di sana – atau lebih tepatnya sekitar 40.5% – mengalami ‘stunting’.

Yang cukup memprihatinkan, rata-rata nasional kasus ‘stunting’ mencapai angka 37%.

Data WHO cukup mencengangkan: satu dari empat anak di seluruh dunia menderita pertumbuhan yang terhambat alias ‘stunting’. Ini berarti sekitar 178 juta anak yang berusia di bawah lima tahun mengalami pertumbuhan yang super lambat akibat masalah ini.

Ciri-ciri dan Gejala Penderita ‘Stunting’:

UNICEF mwmbagi kasus ‘stunting’ ke dalam dua kategori, yaitu:

  1. Kelas sedang dan berat.

Penderitanya anak-anak berusia 0 hingga 59 bulan, dengan tinggi jauh di bawah rata-rata alias minus.

  1. Kelas kronis.

Penderitanya anak-anak yang tinggi badan mereka di bawah 3 cm (masih di dalam kategori rentang umur yang sama.)

Tidak hanya tinggi badan yang jauh di bawah rata-rata untuk ukuran balita, anak-anak yang menderita ‘stunting’ juga mengalami perkembangan otak yang sangat lambat. Hal ini akan mempengaruhi kesehatan mental mereka serta mengganggu kemampuan belajar dan berprestasi di sekolah.

Beberapa risiko kesehatan lain yang mengintai anak-anak ini nantinya termasuk:

  • Diabetes.
  • Hipertensi.
  • Obesitas.
  • Kematian karena kasus infeksi.

Bayangkan bila jumlah ini bertambah setiap tahunnya. Bukan tidak mungkin lagi negara-negara berkembang (yang mempunyai masalah kemiskinan akut) akan semakin tertinggal dalam pembangunan. Selain berisiko menciptakan ‘the lost generation’, biaya kesehatan yang harus ditanggung pemerintah akan semakin membengkak.

Bagaimana Cara Mengatasi Masalah ‘Stunting’ Pada Anak Balita?

 

Sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/?s=stunting

Pemerintah Indonesia telah menyerukan ajakan bersama untuk melakukan pencegahan stunting pada anak. Ajakan ini resmi dimulai pada tanggal 16 September 2018 kemarin, tepatnya di Monumen Nasional.

Mengapa hanya mencegah, bukannya sekalian mengobati?

Kabar buruk bagi kita: ‘stunting’ atau terhambatnya tumbuh kembang anak akibat kurang gizi tidak bisa diobati bila sudah terlanjur terjadi. Yang bisa dilakukan hanyalah meminimalisasi kerusakan yang sudah ada. Pastinya, ini penyebab biaya kesehatan membengkak, mengingat ini sama saja dengan perawatan seumur hidup.

Berhubung masalah ini terbukti sudah dimulai sejak bayi masih berada di dalam kandungan, maka fokus pertama adalah ibu-ibu hamil. Bila ibu-ibu hamil tidak mendapatkan akses gizi yang cukup, maka jangan heran bila mereka kesulitan menjaga kesehatan janin di dalam kandungan.

Demi masa depan anak dan untuk mencegah kemungkinan lahirnya ‘the lost generation’ dalam jumlah banyak, sebaiknya kesejahteraan ibu jangan hanya jadi slogan. Sebelum menjadi ibu, setiap anak perempuan juga wajib mendapatkan akses pendidikan dan pekerjaan yang cukup memadai.

Terlepas dari tuduhan sinis seputar feminisme, sesungguhnya masalah ini juga menjadi perhatian para feminis. Inilah sebabnya pendidikan seks untuk remaja yang memadai jangan ditabukan, meski tetap harus disesuaikan dengan perkembangan usia mereka. Justru dengan pengetahuan yang cukup akan menghindari mereka dari hubungan seksual yang tidak aman (dan di luar nikah pula). Sehingga dapat menghindari kehamilan yang tidak direncanakan, apalagi dalam usia yang masih sangat muda (16 tahun ke bawah).

Bukankah jauh lebih aman bila pernikahan terjadi karena kedua belah pihak sudah sama-sama siap, baik secara fisik, materi, hingga emosional? Jadi, perempuan jangan hanya dianggap sebagai sumber fitnah maupun beban ekonomi. Bila tidak ingin mereka jadi beban ekonomi, pastikan mereka mendapatkan pendidikan dan pekerjaan yang baik selain gizi yang cukup.

Pernikahan dini juga rentan dari segi ekonomi, kesiapan mental, psikologis, hingga kesehatan fisik. Kehamilan remaja (dengan organ reproduksi yang belum tentu berfungsi sempurna untuk melahirkan) juga berpotensi menciptakan anak-anak dengan kondisi ‘stunting’. Apalagi bila ibu tidak lagi punya akses ke pendidikan, terutama kesehatan reproduksi dan gizi. Akses ke pekerjaan? Apalagi.

Kemungkinan di atas juga dapat diperparah dengan suami yang berpenghasilan rendah, kurang paham dengan pentingnya gizi bagi ibu hamil dan bayi, belum siap secara mental untuk mengayomi, dan malah tidak peduli.

Sudah banyak pernikahan dini, terutama di kelas ekonomi menengah ke bawah, yang berakhir dengan perceraian atau suami yang kabur untuk kawin lagi. Sementara itu, istri yang ditinggal dalam keadaan hamil atau harus mengurus bayi tidak mendapatkan dukungan berupa akses edukasi, pekerjaan yang mencukupi, dan bantuan mengurus anak selama dia harus bekerja mencari nafkah.

Jadi, jangan heran bila pernikahan dini juga berkontribusi besar dalam menciptakan anak-anak dengan kondisi ‘stunting’.

Setelah gizi ibu hamil tercukupi, barulah fokus ke bayinya saat lahir. Tidak hanya ayah yang berhak makan dengan gizi lengkap, ibu dan anak juga. Itulah cara efektif untuk melakukan pencegahan stunting.

Sumber: http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/?s=stunting

Program Pencegahan ‘Stunting’

Banyak program pencegahan ‘stunting’ yang dapat dilakukan. Tidak hanya pemerintah, keterlibatan masyarakat juga sangat dibutuhkan. Di Indonesia sendiri ada program Kampanye Gizi Nasional (KGN) yang menyasar posyandu-posyandu di Indonesia. Bahkan, para ibu juga diajak turut aktif berpartisipasi dalam penyuluhan, demi pengetahuan dan pelaksanaan program tersebut. Selain itu, tentu saja masih ada imunisasi sebagai perlindungan ekstra pada anak.

Sebagai sesama anak bangsa, kita bisa berpartisipasi mencegah masalah ini dengan beberapa cara sederhana. Selain lebih aktif menyumbang dana bagi kaum yang membutuhkan, sebisa mungkin jangan lagi suka membuang-buang makanan. Daripada tidak mampu menghabiskannya, lebih baik bagi porsinya kepada ibu-ibu dan anak-anak yang kekurangan gizi, namun tidak punya akses ke makanan yang lebih sehat.

Ingin mewujudkan Indonesia Sehat? Jangan sampai ada lagi satu orang anak pun yang menderita ‘stunting’ di negeri ini. Jangan hanya menunggu program dari pemerintah. Kita sebagai warga negara juga bisa terlibat dalam pencegahan ‘stunting’ – sekarang juga.

Sumber:

http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/rilis-media/20180916/2427924/27924/

https://www.idntimes.com/hype/fun-fact/siti-anisah-2/fakta-penting-tentang-stunting-yang-wajib-kamu-tahu-c1c2/full

https://lifestyle.kompas.com/read/2017/02/08/100300123/mengenal.stunting.dan.efeknya.pada.pertumbuhan.anak

 

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Kemungkinan Pahit Si Dia yang Anda Kenal Lewat Aplikasi Kencan Malas Lanjut Penjajakan

5 Kemungkinan Pahit Si Dia yang Anda Kenal Lewat Aplikasi Kencan Malas Lanjut Penjajakan

Banyak tips untuk perempuan mengenai cara bersikap, terutama pada laki-laki. Padahal, perempuan juga punya keinginan, berhak didengar, dan dipahami. Mari sama-sama bersikap adil.

Kesal karena sering mengalami hal ini? Baru kenalan dengan perempuan lewat aplikasi kencan. Awalnya hangat, lama-lama kok, dingin? Lalu, tahu-tahu dia ‘menghilang’ begitu saja. Paling parah Anda sampai diblokir atau dilaporkan ke admin segala dengan tuduhan pelecehan.

Nah, sebelum menuduh perempuan itu tukang PHP (pemberi harapan palsu), sok kecantikan, hingga lebay binti baperan (biasa banget, ‘kan?), coba cek dulu lima (5) kemungkinan pahit di bawah ini. Jangan-jangan Anda tanpa sadar melakukannya.

  1. Anda cuek sama profil yang sudah dia bikin dengan susah-payah.

Oke, istilah ‘susah-payah’ mungkin memang agak berlebihan. Tapi, tinggal asal klik ‘like’ sama ‘swipe right’ (geser kanan) hanya karena tertarik dengan foto cantiknya memang gampang.

Padahal, sebuah hubungan serius tidak hanya mengandalkan ketertarikan fisik belaka. Memang, mungkin banyak yang suka berbohong lewat profil mereka, entah soal berat badan atau kesukaan. Tapi, bukan berarti nggak ada yang serius, lho.

Ayolah, era digital jangan dijadikan alasan untuk malas membaca.

  1. Memang belum bertemu yang cocok saja.

Nah, mungkin awalnya kalian baik-baik saja. Setelah beberapa saat, kok chemistry tidak kunjung ada? Belum tentu karena Anda yang dianggap nggak cukup baik atau si dia yang sok laku atau kecakepan.

Ada banyak faktor lain di luar kendali Anda. Visi dan misi yang berbeda. Anda sendiri masih ingin pacaran dulu, sementara dia sudah ingin menikah – atau bahkan sebaliknya. Yang pasti, perasaan juga tidak bisa dipaksa.

  1. Bersikap posesif dan terlalu menuntut macam-macam, termasuk tidak menghargai privasi dan ruang geraknya.

Anda mudah kesal saat dia lama membalas pesan Whatsapp dari Anda. Bahkan, saat jelas hanya dibaca tanpa dibalas seketika, pikiran Anda negatif duluan. Begitu pula dengan telepon dari Anda. Akhir pekan selalu maunya ketemuan, tanpa peduli saat itu dia juga butuh berkumpul bersama keluarga maupun teman-temannya.

Singkat cerita, Anda seakan tidak peduli kalau si dia juga manusia dengan kehidupannya sendiri. Maunya, perhatian si dia hanya tercurah untuk Anda 100%. Lha, Anda siapa? Bahkan, Anda tidak peduli saat dia memberi alasan sedang jam kerja, makanya tidak menjawab telepon atau pesan dari Anda seketika.

Yang paling ganggu, Anda meneleponnya tengah malam. Bukan buat kasih kejutan ultah (padahal resmi jadian saja belum) maupun keperluan mendadak seperti Anda-nya kecelakaan dan minta dijenguk. Mungkin ini hanya dianggap romantis di film-film drama Korea.

Di dunia nyata? GANGGU BANGET. Asli. Ngebet sih, ngebet. Tapi siap-siap aja dijauhin karena jadi terkesan creepy. Nakutin banget. Kayak nggak ada kerjaan lain gitu.

  1. Lupa bahwa masih ada proses penjajakan yang harus dilalui, alias nggak beda sama kenalan lewat dunia nyata.

Jangan mentang-mentang kenalannya lewat aplikasi kencan, maunya semua harus serba cepat. Padahal, ini sama saja dengan kenalan lewat dunia nyata. Ada proses penjajakan yang tetap harus dilalui. Lain cerita sih, kalau Anda dan si dia sudah sama-sama sreg dan mau langsung lanjut serius.

Gambar: https://unsplash.com/photos/z40srU0ugCk

  1. Masih terjebak pola pikir ‘berburu dan menaklukkan’.

Eh, kok mendadak jadi kayak di hutan belantara begini, sih? Coba tanya lagi deh, sama diri sendiri:

Mau cari pasangan hidup – atau berburu hewan langka?

Selain itu, ini dia satu kesalahan klasik yang masih lazim dilakukan banyak orang. Anda lalu berusaha mengubahnya agar sesuai dengan maunya Anda. Contoh: meski menurut Anda cantik dan seru, si dia ternyata tomboi dan suka musik metal. Anda maunya dia lebih feminin sedikit, seperti lebih sering pakai gaun dan mendengarkan lagu pop.

Hah, selamat mencoba. Kalau dia memang ikhlas ingin berubah karena keinginan diri sendiri (dan merasa itu baik), baguslah. Kalau tidak? Ya, siap-siap saja kehilangan. Lucu sekali, bukan? Anda enggan menerima dia apa adanya, sementara dia dituntut untuk selalu mengerti maunya Anda. Standar ganda.

 

Moga-moga sih, lima (5) kemungkinan di atas tidak pernah terjadi dalam usaha Anda mencari pasangan. Kalau sudah terlanjur, Anda bisa bersabar dan introspeksi agar tidak mengulangi kesalahan yang sama lagi. Semoga jodoh pasti bertemu ya, biar kayak lagunya Afghan.

R.

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis #tips

Masih Suka Transaksi Manual? Coba Mandiri Online, Deh!

Masih Suka Transaksi Manual? Coba Mandiri Online, Deh!

Era digital ini telah banyak mempermudah kegiatan kita sehari-hari. Contoh: tadinya belanja harus ke toko, sekarang bisa online. Begitu juga dengan transaksi keuangan. Buat kamu nasabah Bank Mandiri, pasti juga sudah transaksi secara online, dong.

Belum? Padahal, sebagai nasabah langsung kamu sudah bisa lho, memanfaatkan kemudahan transaksi menggunakan mandiri online. Apalagi bagi kamu yang sudah punya laptop sendiri dan ponsel pintar. Tinggal manfaatkan keduanya untuk transfer maupun terima uang.

Mari cek dulu dua versi aplikasi Bank Mandiri, yaitu:

  • Mandiri online app alias Mandiri Mobile Banking.
  • Mandiri online web alias Mandiri Internet Banking.

Yang online app atau mobile banking dapat langsung diakses lewat ponsel pintar kamu. Yang online web alias internet banking bisa kamu cek di laptop. Enaknya, cukup dengan satu ID, kamu bisa langsung akses keduanya.

Aman Bayar Belanja Online dengan Bank Mandiri

Bayar belanja online dengan Mandiri dijamin aman, karena sampai dua lapis, yaitu:

  1. Lapis pertama:

Seperti yang sudah disebutkan tadi, kamu tinggal mengakses aplikasi digital Mandiri-mu dengan ID dan PIN akun yang sama. Mau di Mobile Banking atau Internet Banking juga bisa.

  1. Lapis kedua:

Setelah melalui lapis pertama, kamu masih harus menggunakan MPIN. MPIN ini adalah Kode Persetujuan atau Otentifikasi pemilik akun. Kamu bisa menggunakannya lewat device token Mandiri milikmu. Pastinya MPIN sudah harus dibuat saat kamu mendaftar langsung di kantor cabang Bank Mandiri.

Untuk lapis kedua, kamu bisa memilih menggunakan token atau langsung lewat ponsel. Ya, kecuali bila ponselnya kebetulan sedang di-charge atau ketinggalan di rumah.

Buat yang banyak keperluan, menggunakan dua aplikasi Mandiri ini bisa sangat membantu kamu, lho. Contoh: membayar tagihan bulanan listrik, air, ponsel, dan masih banyak lagi. Daripada meluangkan seharian untuk mengantri di kantor PLN seperti zaman ortu, mending pakai cara ini.

Apalagi bila kamu termasuk generasi milenial super sibuk. Senin sampai Jumat kerja, belum lagi kalau kena lembur. Akhir pekan lebih seru bila kamu ikut komunitas tertentu. Padahal, bisa jadi kamu juga masih perlu berbelanja ini-itu.

Nah, dengan aplikasi digital dari Mandiri ini, kamu bisa menghemat waktu. Misalnya: sebelum joging bersama si dia dan geng kalian, kamu masih sempat bayar belanja online untuk produk fashion favoritmu atau buku keluaran penulis keren. Waktu jadi tidak terbuang percuma alias efektif sekali.

Era digital juga semakin mempermudah generasi milenial untuk berinovasi. Misalnya: menciptakan aplikasi, membangun website, hingga mendesain toko online sendiri. Bukan cerita baru lagi bila banyak media digital untuk berbagi informasi. Salah satunya adalah Jadi Mandiri.

Apa Itu Jadi Mandiri?

Komunitas ini berisi banyak anak muda yang peduli dengan perkembangan diri, namun masih bisa tetap santai dan bersenang-senang. Makanya, banyak banget konten informatif dan mendidik di sini.

Di Jadi Mandiri, ada empat (4) kategori konten yang bisa kamu nikmati, yaitu:

  • Destinasi (terutama buat yang suka berwisata).

Sesuai nama rubriknya, Mandiri akan membuatmu lebih cepat mandiri dalam hal pengetahuan tentang keuangan. Tips dan info keuangan yang ada tidak akan bikin kamu pusing, karena bahasa yang dipakai ringan dan khas anak muda banget.

Generasi milenial terkenal dengan ide-ide segar dan keinginan mereka untuk cepat mencari penghasilan sendiri. Mereka juga lebih berani dalam bereksplorasi dan mengambil risiko keuangan.

Makanya, Jadi Mandiri bisa bikin kamu cepat sukses dalam berusaha. Ragam tips dan cerita inspirasional seputar entrepreneurship ada di sini. Jadi, kamu yang tadinya ragu untuk mulai berbisnis sedini mungkin udah nggak perlu takut lagi. ‘Kan banyak caranya di sini. Tinggal ikuti mana yang paling cocok dengan passion kamu.

Mau Daftar Mandiri Online? Buruan!

Segera datangi Kantor Cabang Bank Mandiri terdekat untuk daftar Mandiri Online. Cukup dengan KTP, Buku Tabungan, dan kartu ATM, kamu langsung mendaftar sebagai pengguna Internet Banking dan SMS Banking. Harus yang versi lengkap ya, biar bisa menikmati layanan transaksi finansial.

Setelah itu, barulah mengaktivasi akunmu.

Cara Mengaktivasi Mandiri Online

  1. Mobile Banking:
  • Untuk versi Mobile Banking, kamu bisa buka aplikasi digital Mandiri di ponsel kamu. Setelah itu, tinggal klik aktivasi.
  • Baca dulu syarat dan ketentuan yang muncul setelah klik aktivasi. Sesudah paham, tinggal klik ‘accept’.
  • Masukkan 16 digit nomor kartu debit Mandiri kamu, masa berlaku, dan tanggal lahir kamu. Sesudah lengkap, tinggal klik ‘Lanjut’.
  • OTP adalah One Time Password dan terdiri dari enam digit kode. Sesudah menerimanya lewat sms atau pop up, silakan gunakan nomor itu sebagai password untuk aplikasi digital kamu.
  • Lengkapi profile form yang muncul sesudahnya, mulai dari alamat email hingga foto profil. Setelah lengkap terisi, tinggal klik ‘Register’.

Nah, aplikasi digital Mandiri kamu sudah langsung bisa digunakan dari ponsel.

  1. Internet Banking.
  • Kunjungi website resmi Bank Mandiri. Klik Link Aktivasi Mandiri Online.
  • Lakukan langkah-langkah serupa seperti aplikasi digital Mandiri versi Mobile Banking di atas.

Nah, aplikasi digital Mandiri kamu sudah bisa langsung diakses melalui laptop.

Ragam Fitur Transaksi dengan Mandiri Online:

  1. Transaksi

Riwayat transaksi, mutasi rekening sebulan, hingga info saldo terkini dapat kamu cek.

  1. Transaksi untuk Bayar, Beli, dan Transfer.

Pembayaran tagihan, pembelian secara online, hingga transfer ke sesama pemilik akun Mandiri maupun antar bank bisa kamu lakukan di sini. Mengangsur pakai multipayment feature pun bisa.

  1. Online Extraordinary.

Mau buka deposito berjangka, top up e-money, dan top up e-cash? Gunakan fitur ini.

Proses Transaksi dengan Mandiri Online:

  1. Cek dashboard dan jumlah saldo. Lalu klik tiga garis horizontal di kiri atas.
  2. Pilih salah satu fitur yang tersedia. Setelah itu, klik transfer.
  3. Pilih menu transfer yang ada. Klik rekening tujuan dan jumlah uang yang mau kamu transfer. Klik “Tambah sebagai tujuan baru”.
  4. Jangan lupa konfirmasi bahwa nama dan nomor rekening tujuan sudah benar. Setelah itu, lengkapi data transfer, termasuk nominal dana dan berita acara. (Contoh: ‘bayar utang’.) Bila sudah, tinggal klik lanjut.
  5. Yakin sudah benar semua? Klik ‘Kirim’.
  6. Jangan lupa masukkan kode MPIN. Rampung deh, transaksi online Mandiri kamu.

Gangguan atau Kendala?

Seperti biasa, ada Mandiri Call: 14000 yang bisa kamu hubungi 24 jam seminggu. Kamu pasti akan dibantu dan dipandu.

Jadi, gimana? Masih mau pakai yang manual? Manfaatkan saja kemudahan transaksi menggunakan Mandiri online.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Diam Atas Nama Kemuakan

Diam Atas Nama Kemuakan

Sesungguhnya ada kemuakan tak terkira saat berkali-kali harus menghadapi hal yang sama. Kadang diam (dan bersikap masa bodoh) adalah satu-satunya cara untuk tetap waras.

Lagipula, malas juga buang-buang waktu dan tenaga. Untuk apa ribut dengan mereka yang mentalitasnya begitu – dan hanya segitu – saja?

Bayangkan bila ada sesama perempuan yang tidak Anda kenal dengan dekat. Entah demi bisnis atau keperluan sementara, Anda terpaksa harus berbaik-baik dengan mereka, terlepas dari perilaku mereka yang sesungguhnya tidak patut.

Entah ada angin apa, ujug-ujug perempuan itu banyak menanyakan hal yang sangat pribadi. Bayangkan perasaan Anda (sebagai sesama perempuan) saat harus terlibat dalam percakapan tidak menyenangkan ini:

“Sudah nikah?”

“Belum.”

“Umurnya berapa?”

“36.”

“Kenapa belum menikah?”

“Ya, belum ada aja.”

Lalu, tatapan perempuan itu jatuh ke tubuh Anda yang kebetulan tambun. Dari caranya melirik, yaitu ke atas dan ke bawah, Anda langsung tahu. Anda sedang dinilai, seperti biasa. Ini bukan peristiwa perdana.

“Nggak mau coba diet? Udah pernah belum?”

Tuh, ‘kan?

Kadang Anda terlalu malas dan muak berurusan dengan pencari drama yang caranya sama. Memang ada orang-orang yang merasa hidup mereka terlalu biasa, kurang istimewa. Agar lebih bahagia, mereka sampai harus merendahkan – kalau perlu menjatuhkan – sesama, di depan umum pula.

Karena itulah, orang-orang seperti mereka hanya patut mendapatkan satu senyuman ‘sopan’. Cukup satu saja, tidak perlu lebih dari itu. Orang-orang seperti mereka tidak berhak mendapatkan senyum tulus dari Anda. Toh, belum apa-apa mereka sudah menilai dan menghakimi.

Belum kenal? Tidak masalah. Tidak perlu kenal bagi mereka yang merasa sudah tahu segalanya.

Kadang diam adalah tembok penanda kemuakan. Biarkan mereka berpikir suka-suka, sementara Anda tinggal melenggang saja. Semoga mereka nanti masih cukup sabar saat orang lain berbuat sama pada putri-putri mereka.

Atau, jangan-jangan mereka malah memperparah suasana, sehingga putri-putri tercinta sendiri semakin merasa JELEK luar biasa?

Ah, sudahlah. Anggap saja bukan urusan Anda. Anggap saja mereka belum lulus dari “ujian menjaga lisan”.

Sayang sekali.

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

7 Tips Receh Biar Nggak Mudah Nyinyir

7 Tips Receh Biar Nggak Mudah Nyinyir

Duh, kok saya malah jadi ngebahas ini lagi, ya? Abis gimana? Udah menjelang Pilpres (Pemilihan Presiden) lagi dan mulut-mulut nyinyir (serta jari-jemari jahil di atas papan ketik) kembali beraksi.

Eh, sebenernya enggak juga, deh. Manusia emang punya kecenderungan doyan nyinyir. (Sialnya termasuk saya juga kadang-kadang, hehehe. Serius. Beneran kadang-kadang.) Biar nggak jadi kebiasaan, ini dia tujuh (7) tips receh yang bisa Anda coba. Gampang banget, kok.

  1. Terimalah fakta bahwa setiap orang itu emang…BEDA.

Kalo ada yang hobi banget nyuruh-nyuruh Anda supaya jadi sama atau malah berubah seperti orang lain, rasanya gimana? Pastinya nggak mau, ‘kan? Apalagi bila kebetulan orang itu nggak Anda suka.

Begitu pula sebaliknya. Nah, biar adil dan sama-sama enak (semoga), terima aja fakta bahwa manusia itu nggak ada yang sama. Beneran, lho. Jangan sampai sebatas ucapan aja, tapi nggak ada praktiknya.

  1. Segera sadar diri begitu mulai banyak yang menjauhi.

Nggak hanya jumlah followers yang berkurang di media sosial. (Itu juga kalo Anda peduli, ya.) Di dunia nyata, orang seakan enggan mendekat. Ada apa, ya?

Jangan-jangan karena selama ini Anda punya hobi nyinyir terang-terangan. Apa-apa harus jadi bahan sindiran. Sekali-dua kali mungkin masih nggak masalah. Lama-lama, siapa juga sih yang tahan? Anda sendiri juga belum tentu kalo saban hari urusan sama model begini.

  1. Jangan keseringan berurusan dengan tukang nyinyir.

Emang, mutusin tali silaturahim itu nggak baik, apalagi bila yang termasuk manusia model begini itu masih teman, rekan kerja, atau bahkan…keluarga sendiri. (Ups!)

Sayangnya, keseringan deket sama pemilik mulut nyinyir juga nggak sehat. Selain bikin Anda jadi ikutan mikir negatif melulu, lama-lama bisa jadi stres, deh.

Habis itu, bertambahlah jumlah orang nyinyir di dunia. Kayak yang udah ada belum cukup bikin pusing aja.

Biar aman, mending interaksinya sama tukang nyinyir seperlunya aja. Serius. Biar tetap waras juga.

  1. Hindari sirik nggak penting gara-gara postingan di media sosial.

Nah, ini kebiasaan yang harusnya udah hilang, tapi kok rasanya sulit, ya? Padahal udah pada tahu ‘kan, kalo semua yang tampak ‘indah’ di postingan IG temanmu belum tentu aslinya sesempurna itu? Bisa aja cuma pencitraan.

Terus, kalo ternyata emang terbukti pencitraan kenapa? ‘Kan yang repot harusnya mereka, bukan Anda. Kalo nggak suka, tinggal unfollow biar nggak usah lihat atau baca. Kalo Anda sendiri mau ikutan pencitraan juga terserah. Apa pun itu, toh Anda juga yang harus bertanggung jawab sendiri nantinya.

  1. Bila sulit, minimal kurangin berdebat atau sindir-sindiran dengan orang lain – siapa pun itu – di media sosial maupun dunia nyata.

Nggak capek, apa? Meski yakin Anda yang benar, belum tentu mereka mau terima. Yang ada malah tanding nyinyir-nyinyiran (yang jelas-jelas nggak ada di cabang olah raga mana pun hingga berakhir jadi debatan macam anak kecil ngambekan:

“Iya, deh. Kaum elo nggak pernah salah. Kaum gue salah melulu.”

“Lo kayaknya doyan banget deh, playing victim. Makanya jadi orang jangan baperan mulu.”

Saya yakin Anda masih punya pekerjaan lain yang lebih penting daripada meladeni macam mereka. Ya, kecuali bila ada kegiatan nyinyir yang dibayar, bahkan kalo perlu sampai ngalahin gaji bulanan Anda.

  1. Lebih baik diem-diem aja tapi banyak berprestasi (yang sungguhan lho, ya.)

Ini mungkin juga udah sering banget diulang-ulang. Ampe bosen? Biarin. Nggak usah banyak omong. Biarkan prestasi yang bicara. Mungkin sebagian tukang nyinyir akan diam, mungkin malah makin cari-cari kesalahan. Nggak apa-apa. Anggep aja latihan jadi selebriti nanti.

Siapa tahu? Suatu saat Anda akan jauh lebih berguna bagi dunia, sementara mereka nggak ke mana-mana. Ya, masih di situ-situ aja, jadi yang mensukseskan Tim Nyinyir Nasional.

  1. Nggak (mudah) baperan begitu kelar baca tips receh ini.

Merasa ada yang ‘makjleb’ di hati begitu kelar baca tulisan ini? Maaf, itu bukan tanggung jawab saya sama sekali. Hihihihi…

Kalo nganggep saya pun nyinyir dengan cara ini, silakan balas di komen. Saya termasuk nyante nanggepin kritikan. Siap-siap aja tambah baper. Hihihihi (lagi.)

 

Jadi, udah pada siap ngurangin hobi nyinyir? Ayolah. Jadiin dunia ini tempat lebih ramah, biar sama-sama bahagia. Ya, nggak?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Perang Komentar di Media Sosial Bikin Stres? Ini 4 Strateginya

Perang Komentar di Media Sosial Bikin Stres? Ini 4 Strateginya

Ingin anteng-anteng saja ber-media sosial? Balaslah komentar negatif secara cerdas. Kalau nggak penting-penting amat, diamkan saja.

  1. Lihat dulu masalah yang sedang diperdebatkan.

Apakah masalahnya secara langsung relevan dengan hidup Anda sehari-hari? Misalnya: selebriti A digosipkan berkelakukan buruk karena suatu hal. Bila kebetulan kenal dengan si A dan kabar itu nggak benar, sebagai teman silakan membela – dengan bahasa yang masih sopan, ya.

  1. Melihat nama-nama yang berkomentar.

Apakah ada yang dikenal? Bila ada, silakan ajak bicara baik-baik secara japri (jalur pribadi). Mereka boleh saja nggak sepakat sama suatu hal, namun tidak perlu memaksakan pendapatnya pada orang lain. Bila sampai marah, biarkan saja. Yang penting sudah menegur dengan baik-baik.

  1. Berusaha nggak mudah terpancing emosi, meski mendapat ‘serangan’ berupa ucapan kasar.

Namanya juga manusia, pasti beda-beda. Ada yang kalem, ada yang enggak. Bukannya memaklumi sih, tapi kita nggak bisa mengendalikan pikiran dan perasaan orang lain. Kalau misalnya malah balik diserang dengan ucapan kasar, usahakan agar nggak mudah terpancing. Kelihatan sekali bahwa orang itu nggak bisa berdebat secara dewasa, karena lawan bicara selalu diserang secara personal. Entah dibilang masih kecil, sok tahu, atau kurang beribadah.

  1. Memilih untuk diam.

Choose your battles wisely. Ini kata Ibu dan beberapa teman. Bukannya pengecut ya, tapi masih banyak kerjaan lain dalam hidup yang lebih penting daripada meladeni semua orang yang nggak setuju atau nggak suka sama kita. Toh, kita juga nggak bisa mengendalikan pola pikir mereka, begitu pula sebaliknya.

Ingin anteng-anteng saja ber-media sosial? Balaslah komentar negatif secara cerdas. Kalau nggak penting-penting amat, diamkan saja.

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Sumber Ide Menulis Andalan

Banyak teman dan kenalan yang bertanya mengenai cara saya bisa menulis begitu banyak. (Haduh, padahal belum sempet nerbitin buku lagi, nih!) Dari mana semua idenya? Kenapa saya memilih topik tersebut? Apakah saya punya ritual khusus atau harus berada dalam kondisi tertentu? Hmm, kayaknya harus dijawab satu-satu ini.

Daftar ini bisa bertambah panjang. Banyak alasan untuk menulis topik tertentu. Ritual khusus? Hmm, kayaknya enggak ada, tuh. Untuk lebih jelasnya, inilah lima (5) sumber ide menulis andalan sejauh ini:

1.Memperhatikan keadaan sekitar.

Apa iya hidup saya selalu seru? Nggak juga. Kadang biasa aja. Kalo terlalu seru, salah-salah saya malah nggak sempet nulis apa-apa dan dalam waktu lama.

Kadang banyak hal menarik di sekitar yang justru sering kita acuhkan. Misalnya: salah seorang editor saya paling suka mendokumentasikan kebiasaan dua kucing peliharaannya yang aneh-aneh. Saya hobi nguping obrolan orang-orang nggak dikenal yang kebetulan semeja makan saat di warung.

2.Membaca dan menonton film.

Gambar: https://unsplash.com/photos/2aKwWD-VuU8 (by.Luo Ping)

Kayaknya udah keniscayaan kalo mau nulis banyak harus banyak baca (dan nonton film). Intinya, belajar juga dari karya orang lain (bukannya nyontek lho, ya. Beda banget.) Bahkan, ada seorang teman yang pernah menyarankan saya untuk menambah variasi bacaan dan tontonan. Jadi, jangan hanya mau dengan yang saya suka dan sudah terbiasa.

3.Mimpi dan khayalan.

Gambar: julian-santa-ana-111265-unsplash

Jangan pernah menganggap diri terlalu tua untuk kedua hal ini kalo mau bisa sering menulis. Memang, tetap menjejak realita itu penting. Namun, jangan sampai kreatifitas kita jadi kering, gara-gara kita ‘membunuh’-nya dengan anggapan kita terlalu tua untuk bermimpi, berkhayal, dan menganalisa keduanya. Justru, dari situlah ide-ide segar dan kadang gila tercipta.

Makanya, saya juga punya jurnal mimpi atau dream journal. Sebisa mungkin, setiap mimpi yang saya ingat begitu bangun langsung saya catat. Siapa tahu bisa jadi ide cerita seru.

4.Ikut tantangan menulis.

Gambar: https://unsplash.com/photos/RdmLSJR-tq8 (by.Thought Catalog)

Ada yang butuh dorongan untuk menulis, terutama bila sedang bingung atau mengalami writers’ block. Solusinya bisa dengan banyak ikutan tantangan menulis. Nggak hanya lomba berhadiah dan pekerjaan sampingan (sebagai penulis konten), saya juga mendapatkannya dari klub menulis dan komunitas puisi yang saya ikuti.

5.Postingan media sosial.

Suka pusing baca status curhatan atau meme aneh-aneh yang diposting orang lain? Eneg baca twitwar atau sindiran #nomention? Geli ama curhatan yang kayaknya…ah, kok lebih cocok jadi konsumsi pribadi, apalagi seputar urusan ranjang? Percaya deh, bukan hanya kita yang merasakannya. Bahkan, sadar nggak sadar, kita juga suka melakukan hal serupa.

Jadi, hati-hati ya, sebelum main tuding ke wajah sesama.

Selain dengan harapan bisa sekalian numpang viral, kadang ini juga cara saya memberi komentar dengan lebih hati-hati. Daripada cenderung reaktif dan langsung menjawab di kolom komentar (apalagi bila yang ngajak debat sebenernya hanya mau cari menang), mending saya kasih tulisan panjang sekalian.

Nah, ini baru lima (5), lho. Kalo kamu sumber ide nulisnya dari mana aja?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

“3 HAL YANG BIKIN ILFIL PEREMPUAN SAAT KENALAN LEWAT ONLINE DATING”

“3 HAL YANG BIKIN ILFIL PEREMPUAN SAAT KENALAN LEWAT ONLINE DATING”

Oke, kemungkinan besar bakal ada yang kesinggung dengan tulisan ini. Gimana enggak? Selama ini, mungkin mereka menganggapnya biasa aja.

Sebagai perempuan lajang yang kadang menggunakan aplikasi online dating (masalah pilihan, nggak ada yang hina, kok!), saya bisa memahami rasa frustrasi seorang teman. Gimana enggak? Saya juga kadang mengalaminya. Ini dia tiga (3) hal yang bikin ilfil perempuan saat kenalan lewat online dating:

1.Mengandalkan sapaan standar “Salam kenal dariku, ya.”

“Memang apa yang salah, sih? Terus harusnya gimana?” Mungkin itu reaksi pertama Anda. Namun, coba perhatikan, deh. Setelah mengandalkan greeting template di atas, habis itu apa yang terjadi?

*krik krik*

Persis. Yang ada malah ‘mematikan’ kelanjutan percakapan. Habis ‘salam kenal’, terus apa? Berharap si dia langsung melanjutkan pembicaraan dan mengumbar cerita tentang dirinya? Sori, Anda nggak bisa berharap dia akan membaca pikiran Anda dan berinisiatif seketika. Apalagi bila Anda menulis pesan dengan gaya super alay seperti: “Lam knal daryq y.”

Duh, bisa nggak sih, nulis pesan kayak orang normal? Padahal udah nggak zaman SMS dengan batasan 140 karakter, lho.

Saran: Beneran tertarik sama si dia? Jangan setengah hati. Baca profilnya di akun baik-baik. Bisa kok, memulai obrolan dari situ.

Contoh: si dia ternyata menulis bahwa beberapa film yang sudah pernah dia tonton termasuk “The Avengers: Infinity War” dan “The Incredibles 2”. Awali saja percakapan dengan: “Kamu suka film superhero juga? Menurutmu bagusan DC apa Marvel?”

2. Kebanyakan basa-basi ‘remeh’ tapi ganggu.

Sumber: me.me

“Udah makan?”

“Baru pulang kantor?”

“Belum tidur?”

Okelah, niatnya baik, yaitu memberi perhatian. Bahkan, hal ini udah dianggap lumrah sama orang Indonesia.

Sayangnya, kebanyakan basa-basi remeh begitu lama-lama jadi terasa basi. Membosankan. Rasanya nggak beda dengan kayak dianggap anak kecil. Ya, kurang lebih kayak ortu yang hobi nanya-nanya interogatif gitu.

Kalo ortu sih, masih wajar, ya. Beda cerita kalo baru dalam hitungan hari kenalan, belum apa-apa udah sering berlaku sama. Hmm, nggak ada topik lain, ya? Mungkin saya terdengar kejam karena sejujur ini. Tapi, saya juga bukan tipe pengeluh tanpa kasih solusi.

Saran: Bolehlah sesekali berbasa-basi seperti itu. Namun, jangan sampai berlebihan, sehingga membuatnya merasa diperlakukan seperti anak kecil atau tahanan kota. Caranya? Mari kita lihat contoh di bawah ini:

Anda: “Sudah makan?”

Dia: “Sudah.”

Anda: “Barusan aku nyoba menu baru di (nama resto atau kafe). Udah pernah ke sana belum? Gimana kalo weekend berikutnya kita makan di sana?”

Tuh, lebih enak, ‘kan? Nggak hanya basa-basi remeh tanpa ujung jadinya.

3.Belum apa-apa udah nunjukin gejala posesif.

Sama kayak kenalan di dunia nyata, ssemua ada prosesnya. Nggak bisa diburu-buru, apalagi dipaksa.

Jujur, saya langsung ilfil seketika saat laki-laki yang baru saja saya kenal (entah lewat online dating atau dunia nyata) udah mulai menunjukkan gejala ‘haus perhatian’ alias posesif. Mulai dari menuntut agar saya segera membalas pesan WA-nya, mengeluhkan kesibukan saya, hingga kepo banget soal teman-teman saya yang kebetulan juga laki-laki.

Yang paling bikin saya murka – alias nggak hanya ilfil – adalah waktu seorang laki-laki dengan seenaknya menelepon ke rumah ortu saya…tiga kali sehari. Ya, betul. Serius, dari pagi, siang, hingga malam. Nggak beda sama jadwal makan dan minum obat.

Saya sampai kena tegur ibu saya yang merasa amat terganggu. Malunya bukan main. Mending telepon sering-sering karena urusan penting. Ini hanya ngajakin ngobrol ngalor-ngidul, padahal saya juga lagi banyak kerjaan…banget. Mana nggak sensitif lagi pas saya lagi kena radang tenggorokan dan diminta dokter istirahat ngomong sampai benar-benar sembuh.

“Kangen…pengen denger suara kamu…”

Astaga, creepy banget. Mungkin dia kira dia perhatian dan romantis banget. Padahal, saya malah curiga dia nggak punya kerjaan lain.

Akhirnya, saya meminta dengan tegas agar dia jangan pernah menelepon lagi. Benar-benar mengganggu. Memangnya orang nggak punya kegiatan?

Saran: Mentang-mentang online dating, jangan lantas berharap hasilnya bakalan instan. Bolehlah ingin lebih saling mengenal, tapi nggak usah buru-buru – apalagi sampai terlalu menggebu-gebu. Perlakukankah dia sebagai manusia atau individu dengan kehidupan sendiri, termasuk privasi yang harus Anda hargai.

Dengan kata lain, nggak usah grusa-grusu ala pemburu mengejar target. Jadinya malah rusuh dan nakutin, tahu?

Kalo ada chemistry dan sama-sama suka (serta keluarga pada suka juga), siapa tahu memang jodohnya. Kalo enggak, masih bisa jadi temen aja kalo mau. Nggak perlu maksa, apalagi sampai nyindir dan ngancem-ngancem segala. Nggak oke, ah.

Terus, tinggal cari yang lain lagi. Nggak usah terlalu ‘kemakan’ sama deadline bikinan sesama manusia mengenai kapan Anda harus menikah. Lha, ‘kan yang nentuin jodoh juga tetap Tuhan?

R.