Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

“KABUT BENAK”

“Kabut Benak”

Kabut menggayut

benak gelap tersaput

Ada lelah dan kalut

 

Wajah-wajah hantu

di balik kabut nan beku

Panas-dingin sendi mengilu

Hati pedih tertikam sembilu

 

Kabut benak

terseret ke peraduan, kau diajak

Lupakan penat

Longgarkan sesak

Belajar pasrah

menerima lelah dan kalah…

 

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

“KOK NGGAK NGUNDANG-NGUNDANG?”

“Kok Nggak Ngundang-ngundang?”

Awal tahun 2017 ini, dua orang kawan baik mengundang saya ke pernikahan mereka. Karena acaranya di luar kota, jauh-jauh hari cuti mengajar hari Sabtu sudah saya urus. Bahkan, sampai niat mau beli tiket kereta segala.

Sayangnya, pas hari H saya malah jatuh sakit. Untung tiket kereta belum terbeli. Daripada konyol pingsan di jalan, mending batal sekalian.

Hiks. Kedua kawan saya untungnya pengertian dan berharap saya cepat sembuh, namun tetap saja saya sedih. Intinya, hari itu saya hanya bisa mengirim doa.

Lima tahunan silam, seorang sahabat lama minta maaf karena tidak bisa mengundang saya ke pernikahannya. Mengapa demikian? Ternyata acaranya di luar negeri, tempat kediaman calon suami.

Selain itu, kedua keluarga calon mempelai sudah sepakat bahwa acaranya akan sangat sederhana dan privat. Hanya keluarga dan kerabat dekat yang diundang.

Karena membayangkan mahalnya biaya (dan saat itu saya juga nggak mungkin ke sana), akhirnya saya hanya menenangkan sahabat dan mengirim doa untuknya.

Saat sahabat kemudian berganti status di media sosial (waktu itu masih era pra-Facebook, alias Friendster) menjadi ‘married’, banyak kawan lamanya semasa kuliah langsung heboh.

“Kok nggak ngundang-ngundang, sih? Kirain kita temen!”

Jujur, saya nggak mau berada di posisi sahabat saat itu. Pasti nggak enak banget, meskipun yang hobi komen gitu justru bukan teman-teman dekat, alias pas masih sekampus pun negur aja enggak.

*krik…krik…krik…*

Tapi, gimana kalo ternyata bener-bener teman dekat? Apa kasusnya selalu seperti saya dan sahabat saya waktu itu?

Sebenernya, saya males banget pake argumen basi macam: “Maklum, namanya juga orang Indonesia. Deket nggak deket, pasti ngarep undangan. Lumayan, sekalian makan gratisan.” Saya juga nggak munafik. Mengingat suka makan, dapet makan gratisan pas kondangan selalu bersyukur.

Siapa juga yang nggak pernah kecewa? Mungkin dulu emang pernah nongkrong bareng sebelum lama terpisah oleh kesibukan masing-masing. Namun, sepertinya mereka lupa mengirimkan undangan saat mau menikah.

Apa jangan-jangan undangannya nyasar, ya?

Ah, sudahlah. Daripada terus nyinyir dan bergunjing gak asyik di belakang mereka, mending cek dulu deh, beberapa kemungkinan di bawah ini:

1. Mereka ingin pernikahan sederhana dan kebetulan dananya terbatas.

Tahu sendiri ‘kan, biaya hidup semakin tinggi setiap tahun? Apalagi bila kedua mempelai memutuskan untuk tinggal di kota besar. Untuk mengakalinya, dana harus dipangkas. Sayangnya, ini juga berakibat ‘terpangkas’- nya daftar undangan. Kebetulan, nama Anda ikut terkena. Kenapa?

Mana saya tahu? Mungkin mereka lebih memprioritaskan keluarga besar, apalagi bila jumlahnya sangat banyak. Yang penting cukup sah, bukan? Selain itu, mereka ingin mencegah kemungkinan Anda datang, namun mengomel-ngomel akibat kehabisan makanan di meja prasmanan.

2. Mereka ingin pernikahan sederhana dan privat.

Ada yang berprinsip bahwa pernikahan yang sah dan sakral tidak perlu mengundang banyak orang. Meskipun selama ini sering nongkrong bareng mereka, Anda nggak bisa berbuat apa-apa bila nama Anda nggak ikut tercantum di daftar undangan. Mau ngatur-ngatur apalagi mengemis? Janganlah.

Nggak perlu ngambek atau nyinyir. Cukup berbesar hati, apalagi bila masih bisa beli makanan sendiri.

3. Ada prioritas di luar resepsi gede-gedean.

Mungkin mereka memilih menabung untuk membeli rumah atau apartemen sendiri dulu, daripada menggelar resepsi gede-gedean – demi mengundang orang banyak – tapi buntutnya masih tinggal di “Pondok Mertua Indah”. Siapa tahu?

4. Undangan nyasar atau hilang di tengah jalan.

Ayolah, nggak semua orang suka menyebar undangan lewat media sosial. Lagipula, cara lama lebih berkesan dan elegan.

Ini bukan cuma terjadi di novel, lirik lagu, atau film. Selain kasus salah tulis alamat, bisa jadi saat baru pindahan, Anda yang lupa mengabari mereka. (Nah, kalo ini salah siapa?)

5. Mereka…lupa.

Hayo, jangan baper dulu. Ini bisa terjadi bila tadinya kalian sering nongkrong bareng, lama-lama makin jarang akibat ‘kesibukan masing-masing’. Apalagi bila sampai beda kota/negara.

Lama-lama? Wajar tho, bila mereka lupa? Siapa tahu bukan Anda satu-satunya (yang merasa) teman dekat mereka. Siapa tahu ada yang benar-benar mereka anggap teman dekat. Siapa tahu sosok-sosok lain itulah yang ada nggak pas mereka lagi gembira aja dan bikin mereka merasa nyaman.

Jadi, mereka-lah yang diprioritaskan.

6. Anda yang justru selama ini terlalu sibuk.

Sering menolak ajakan nongkrong bareng mereka? Bisa jadi, lama-lama mereka malas mengundang Anda untuk ke acara apa pun…termasuk pernikahan mereka.

7. Kalian tidak ‘sedekat itu’.

Meski pahit, terimalah kenyataan ini. Sering nongkrong bareng hingga curhat-curhatan (apalagi termasuk rajin saling memberi likes pada postingan masing-masing di media sosial) nggak lantas menjamin Anda sedekat itu sama mereka.

Solusinya? Cukup beri mereka selamat yang tulus saat bertemu, tanpa menyinggung-nyinggung: “Kok nggak ngundang-ngundang?” Mungkin mereka merasa perlu menjelaskan, tapi jangan banyak berharap. Belum tentu Anda sendiri siap mendengarkan alasannya. Hehehe… *seringai kejam*

8. Teman baik?

Sebelum menuduh mereka sebagai teman yang nggak peduli, coba cek diri sendiri dulu: sudahkah Anda menjadi teman yang baik selama ini? Mungkin, selama ini ada ucapan atau perbuatan Anda yang nggak bikin mereka nyaman. Namun, mereka malas terus terang. Bisa jadi Anda termasuk sosok mudah ngambekan dan selalu merasa paling benar sendiri, bahkan saat ditegur baik-baik sekali pun.

Tapi, gimana kalo mereka yang ‘bermasalah’? Ya, sudah. Ngapain ngarep undangan mereka? Masih banyak kegiatan lain yang bisa Anda lakukan.

Kecewa boleh, asal jangan kelihatan kayak orang yang minta dikasihani. Hargailah diri Anda sedikit.

9. Kombinasi dari kedelapan hal di atas.

Banyak kemungkinan yang terjadi di sini. Sekian.

Karena inilah, saya agak takut menuduh: “Kok nggak ngundang-ngundang?” Memangnya mereka nggak bakalan kecewa, jika teman yang sudah merengek-rengek minta diundang – buntutnya malah nggak datang? Yang lebih parah, nggak kasih kabar pula.

Buat mereka yang pernah mengundang saya ke pernikahan mereka, terima kasih. Bila saat itu berhalangan, saya mohon maaf.

Bagi yang tidak mengundang? Tenang, saya tidak marah. Saya bahkan tetap mendoakan yang terbaik untuk kalian semua.

Semoga saat giliran saya tiba, tidak ada yang terlewat hingga kecewa akibat undangan tak sampai. Aamiin…

R.