Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Terlalu Luang

Terlalu Luang

Terlalu luang waktumu

hingga masih sempat mengganggu

menyindir mereka yang (dianggap) berbeda

merasa paling istimewa

menuntut yang lain harus sempurna

Terlalu luang waktumu

dengan isi kepala bebal itu

terbukti dari caramu mendebat

secepat kilat

namun lebih banyak celaan

serangan pribadi ke lawan bicara

ad-hominem namanya

Manfaatkan waktumu

untuk belajar berdebat lebih cerdas

daripada berdebat yang tidak perlu

hanya untuk menang dan senangkan egomu

Astaga, kau memang sedangkal itu!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Kok Kurusan?

Kok Kurusan?

Hayo, ngaku aja, deh. Bila termasuk kaum Hawa, pasti hatinya pernah melambung tinggi mendengar ucapan seperti ini. Apalagi momen-momen tertentu seperti saat Lebaran kemarin, arisan, hingga reuni.

Jujur, awalnya saya sendiri juga sempat sangat senang. Tahu sendiri ‘kan, tumbuh dengan figur tambun seperti ini lebih rentan jadi bahan ejekan. Apalagi bila Anda perempuan. Alamat selalu jadi perbandingan, entah dengan kakak perempuan yang lebih kurus atau sepupu yang ‘akhirnya berhasil punya pacar setelah turun sepuluh kilogram’.

Untuk yang terakhir, entah kenapa masih banyak yang menganggapnya prestasi, berhubung perasaan manusia tidak pernah 100 persen bisa ditebak alias mudah berubah – dan cinta serta selera itu sebenarnya relatif. Tapi, saya siapa, sih? Yang ada malah dituduh cari-cari alasan untuk tidak ‘menjaga berat badan’ oleh mereka yang masih memegang teguh kepercayaan ini secara militan. Hehe…

“Jangan gemuk lagi, yah.”

Tuh, ‘kan? Kesannya menjadi gemuk (apalagi buat perempuan) kayak tindakan kriminal, dosa, hingga sesuatu yang teramat hina. Okelah, kalau yang jadi masalah adalah perkara kesehatan.

Namun, pada kenyataannya, orang lebih banyak meributkan soal penampilan. Entah kenapa, masih banyak yang mau lebih ribet ngurusin penampilan orang lain, terutama perkara pakaian dan berat badan. Padahal, basa-basi mereka juga nggak langsung otomatis bikin Anda kurus dalam sekejap. (Kalau bisa, mungkin saya sudah membayar mereka!)

Toh, pada kenyataannya, tetap Anda juga yang (bisa dan harus) pegang kendali atas tubuh sendiri. Ya, nggak?

Kalau komentar sebaliknya, pasti jauh lebih nyebelin:

“Kok gemuk lagi? Kemaren-kemaren bagus, udah kurus!”

Grrrh!!

Enaknya yang kayak gini diapain, ya? Pengennya sih, suatu saat nanti udah nggak akan ada lagi basa-basi bedebah busuk macam ini. Orang akan lebih nanya kabar, seperti: “Apa kabar? Udah lama gak ketemu” atau minimal pujian relatif netral macam: “Elo keliatan happy, deh.”

Bahkan, saya dengan jujur lebih suka dipuji dari segi kepribadian daripada hanya dibilang ‘cantik’. Mungkin ini terdengar nggak lazim bagi kalian, tapi saya bosan saja melihat perempuan selalu lebih banyak dinilai dari penampilan luarnya saja. Nggak pada muak, ya?

Sayangnya, mengubah mindset masyarakat mengenai cara memandang perempuan bukan pekerjaan yang bisa selesai dalam semalam. Nyebelin banget emang. Akan selalu ada orang yang menganggap bahwa badan kurus itu suatu prestasi, meskipun belum tentu terkait dengan kesehatan diri.

Akan juga selalu ada orang yang berpendapat bahwa ekstra lemak di tubuh Anda begitu mengganggu di mata mereka. Santai saja. Toh, yang ‘sakit mata’ sama ‘capek mulut’ juga bukan Anda. Anggap saja opini mereka nggak penting. Sadis sih, emang. Tapi mau gimana lagi?

Lagipula, Anda-lah orang pertama dan satu-satunya yang bisa, boleh, dan harus menentukan mau terlihat seperti apa – dan bagaimana perasaan Anda – akan tubuh sendiri.

Bukan mereka…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Berhenti Merindu

Berhenti Merindu

Aku tak punya nyali

menulis tentang kasih

atau rindu yang sendu

Hati ini mungkin telah beku

Untuk apa merindu,

bila hanya berakhir pilu

dan merasa dungu?

Tak perlu

meski cemas sepi adalah cinta sejatiku

Kau lebih berani

menulis tentang rindu

setia, sehidup,

meski belum tentu semati

meski harus sabar menanti

hingga suatu saat nanti

Aku dulu begitu

Mungkin sekarang tidak lagi

Maafkan aku

yang kini sulit percaya

terlalu sering kecewa

terlalu muak dengan dusta

terlalu banyak manipulasi atas nama…

…CINTA

Selamat menikmati rindu

Mungkin masih ada harap untukmu

Saat ini,

aku masih ingin berhati-hati

meski harus membenci

air mata sendiri…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Dari yang Sudah Muak Ngomongin Politik

Dari yang Sudah Muak Ngomongin Politik

Saya mungkin satu dari sekian banyak orang Indonesia yang sekarang sudah amat muak dengan politik dalam negeri. Sebisa mungkin saya sudah nggak mau ngomongin lagi secara terang-terangan, apalagi soal 01, 02, hingga 21 – 22 Mei 2019 kemarin. Pokoknya sudah cukup.

Apakah berarti saya memutuskan untuk bersikap netral? Nggak juga. Yang pasti, kemarin saya nggak golput. Cuma, biarlah pilihan saya cukup Tuhan yang tahu. Manusia lain nggak perlu ikut campur.

Kalau pun ingin netral juga nggak bebas celaan. Kalau nggak dibilang pengecut, cari aman doang, ya munafik. Bukan kabar baru, tho? Penyederhanaan istilah yang luar biasa umum dilakukan orang-orang kita yang entah kenapa begitu suka dengan drama.

Capek? Ya, pastinya juga capek banget.

Padahal, mereka yang memutuskan untuk nggak mau lagi ngomongin politik bukan berarti nggak peduli. Mereka hanya merasa nggak perlu buktiin ke siapa-siapa – bahkan ke seluruh dunia, terutama lewat social media – bahwa mereka (sebenarnya) masih memperhatikan.

Mereka lebih peduli dengan mencari solusi ketimbang saling menghina, menuduh, menyalahkan, dan menjatuhkan. Mereka lebih fokus melihat dari dua sisi dan menyimpan opini mereka sendiri. Nggak semua hal harus dibagi-bagi.

Apakah mereka total tidak membahasnya sama sekali? Belum tentu. Mereka hanya memilih untuk membahas politik dalam negeri dengan orang-orang tertentu. Orang-orang terpilih ini bisa berpikir dan menganalisa secara objektif, nggak fanatik buta hingga baperan tingkat akut, dan nggak suka mengumbar terlalu banyak lewat social media.

Itu pun nggak sering-sering amat. Ngapain coba? Masih banyak topik seru lain buat dibahas.

Ignore, Mute, Unfollow, Unfriend, Report, Hingga Blokir

Banyak yang rajin menebar kebencian dan fitnah lewat social media. Bahkan, nama Tuhan kerap dibawa-bawa, terutama saat dengan entengnya melaknat sesama. Nggak tanggung-tanggung, kayak udah nggak inget kalau kemarin kita berpuasa dan merayakan Lebaran. Masih saja ada yang meramaikan social media dengan kedengkian akut. ‘Luar biasa’.

Banyak yang mengeluhkan hal ini. Bahkan, banyak juga yang akhirnya bikin ancaman terbuka, kalau mereka akan memilih setidaknya salah satu dari fitur di sub-judul artikel ini di atas. Saya mengerti. Pasti rasanya melelahkan sekali melihat timeline akhir-akhir ini.

Saya sendiri tidak pernah melakukan hal serupa, mengancam secara terbuka. Saya cukup melakukan yang harus dilakukan. Nggak perlu bilang-bilang juga.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Ramadan yang Patah Hati

Ramadan yang Patah Hati

Tahun ini,

Ramadan patah hati

Ada sedih yang perih

pedih, mengiris hingga miris

kunjungan yang teracuni

benci dan dengki

alih-alih damai di hati

Akankah selalu begini

saat Ramadan kembali?

Akankah berjumpa dengannya lagi?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Kesadaran Memperbarui Makna Lebaran

Kesadaran Memperbarui Makna Lebaran

Yang ada pas Lebaran kemarin apa? Silakan centang atau tambahin sendiri dari daftar ini kalo masih kurang:

  • Shalat Ied √
  • Menu lebaran: ketupat, opor ayam, sambal goreng ati, emping, dan lain-lain √
  • Kumpul bareng keluarga √
  • Salam tempel (THR) √ 🡪 paling enggak buat anak-anak ama ponakan
  • Sungkeman sambil bermaaf-maafan. (Gak tau kenapa artinya beda dengan ‘main-mainan’.) √
  • Mudik, yang sukses bikin Jakarta sepi dan bebas macet barang 10 – 14 hari (cihuy!), tapi polusinya pada melipir. √
  • Gundukan sampah sepanjang jalur mudik. (Entah mereka mau ninggalin jejak atau mendadak lupa dengan fungsi tong sampah.) √
  • PRT mudik ninggalin kerjaan domestik (tapi mungkin nyampe sana juga ketemu kerjaan domestik, alias cuman pindah lokasi.) √
  • Daftar pertanyaan dan komen dari kerabat yang bikin Lebaran gak beda ama ‘appraisal interview’. Dari mulai nagih calon buat dinikahin, janin dalam perut, kerjaan kok “gitu doang” (gak tau maksudnya apa), ampe berapa kilo lemak yang udah susut gara-gara puasa. (Padahal, sampai sana buntutnya juga disuruh ngabisin menu Lebaran di meja prasmanan.) √

Masih kurang? Wis monggo, silakan tambah sendiri.

Emang ada yang tetap wajib ada tiap Lebaran, kayak shalat Ied. (Mo milih di Istiqlal atau masjid tetangga sebelah juga suka-suka. Siapa yang cukup lancang ngatur-ngatur ibadah orang?)

Selain itu sih, kalo emang lebih banyak ngerugiin dan bikin rusak silaturahmi, ngapain dijadiin budaya?

Untunglah, sekarang mulai banyak yang sadar untuk ‘memperbarui’ makna Lebaran. Bolehlah nambah ketupat sama opor di meja makan, asal jangan lupa sama tetangga yang mungkin lagi kelaparan. Gak perlu baju baru, asal gak usah lagi singgung-singgung masa lalu, terutama soal mantan yang bikin hati sendu. (Jiahh!)

Pengen selalu dirindukan dan gak cuman tiap Lebaran? Jadilah orang menyenangkan. Meski lagi bokek hingga gak bisa kasih angpao ke ponakan, kehadiran pasti bakal masih dinantikan.

Kalo emang lagi gak ada uang, mudik gak usah jadi program tahunan yang dipaksakan. Kalo lagi bisa, gak perlu ninggalin ‘oleh-oleh’ buat lingkungan berupa sampah di sepanjang jalan, kecuali kalo hanya rumah Anda yang kebanjiran.

Mau saling ngingetin orang demi kebaikan? Bisa kok, gak kasar kayak preman pasar atau nyinyir kayak nenek sihir. Mungkin udah telat juga mencoba ngebujuk mereka yang masih nyinyir hingga bikin hati keplintir. Banyak senyum sambil diem-diem zikir. Suka-suka mereka mo mikir apa soal Anda. Toh, gak perlu juga berlaku serupa.

Yang penting, kita masih bisa milih: mo nerusin tradisi kepo-kepoan tiap Lebaran hingga tujuh turunan – atau mo jadi lebih beradab dan sopan? Cukup doain yang baik-baik aja dan tanya kabar. Biarin mereka cerita dan gak usah komen kalo gak diminta.

Gitu aja kok, repot?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Pilihan

Pilihan

Kalian terlalu berisik

Telingaku sakit

Mata ini lelah

lihat yang ingin tumpahkan darah

hanya karena tak sudi kalah

Diam

Tak perlu ributkan

pilihan setiap orang

bila pada akhirnya

masih keras juga

kita semua harus bekerja…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Wajah-wajah

Wajah-wajah

Bisa jadi ini kemunafikan seseorang – atau usaha bertahan hidup di masyarakat ini. Kadang juga bisa keduanya. Terkadang karena pilihan, di lain waktu karena kebutuhan.

Terkadang bisa keduanya.

Beberapa orang mengatakan bahwa kejujuran masih merupakan kebijakan terbaik. (Serius, nih?) Katakan apa pun yang Anda pikirkan atau rasakan saat ini. Tidak usah peduli reaksi mereka. Jika mereka terluka atau tersinggung oleh kebenaran (menurut Anda), maka itu bukan masalah Anda. Mereka adalah orang-orang yang perlu bersikap dewasa dan menerima kenyataan. Ya, ‘kan?

Yang lain menyarankan diam sebagai tindakan damai. Jangan bertengkar. Apa gunanya berdebat, terutama karena hal-hal sepele? (Eh, kata siapa?) Beberapa hal lebih baik tidak perlu diucapkan.

Namun, kebijakan semacam itu dapat menyebabkan bom waktu dalam diri kita. Hanya masalah waktu sebelum akhirnya bom itu meledak. Saat terjadi, pastinya lebih buruk.

Inilah akibatnya bila masalah penting tidak sepenuhnya diselesaikan. Tidak ada kedamaian sejati kecuali kesunyian akibat ada yang merasa tertekan. Ada pihak-pihak tertentu yang secara konsisten ditindas, semua atas nama stabilitas.

Mari jujur ​​pada diri sendiri. Kita sering menunjukkan wajah yang berbeda kepada orang-orang berbeda di sekitar kita. Keluarga Anda mungkin tidak mengenal Anda dengan cara yang sama seperti teman Anda – begitu pula sebaliknya. Hal yang sama berlaku untuk pasangan, rekan kerja, dan orang-orang yang kita sebut ‘hanya kenalan’.

Oh, jangan lupakan orang asing yang melihat Anda juga – terutama mereka yang merasa tahu segalanya.

Tentunya, kita semua memiliki banyak wajah. Ada beberapa yang hanya ditunjukkan kepada beberapa orang. Ada yang ditunjukkan kepada semua.

Tentu saja, setidaknya ada setidaknya satu wajah yang hanya ditunjukkan pada diri sendiri. Inilah wajah kebenaran pribadi yang hanya diketahui oleh Tuhan. Kita menyembunyikannya dari sesama manusia, sadar atau tidak. Mengapa kita melakukannya?

Siapa yang mau kita bodohi? Kita tidak senaif itu. Inilah sebabnya saya tidak percaya pada horoskop / zodiak, tes Myers-Briggs, atau hal lain seperti itu. Saya juga skeptis dengan orang-orang yang mengklaim bahwa mereka selalu – atau selamanya – introvert atau ekstrovert.

Pertama, semua orang berubah. Peristiwa hidup tertentu, terutama yang paling traumatis, dapat mengubah perilaku, sikap, dan pilihan mereka. Beberapa orang memang menjadikannya alasan untuk menyakiti orang lain, sementara yang lain masih ingat untuk membuat pilihan yang lebih baik.

Keluarga Anda sendiri mungkin mengenal Anda sebagai pendiam. Saat bersama teman, Anda berbeda. Anda ramai dan lebih berisik. Saat bersama pasangan, Anda mungkin lebih berbeda atau kombinasi dari beberapa sikap yang Anda tunjukkan kepada orang lain.

Kita semua punya alasan untuk melakukan pilihan kita. Kita tahu siapa yang menerima kita apa adanya. Kita tahu siapa yang tidak atau bahkan tidak mau.

Kita juga memperhatikan siapa yang tidak peduli, apa pun yang kita lakukan dan cara kita membawa diri. Sama seperti sebagian dari kita yang memilih untuk tidak peduli akan disukai orang lain atau tidak. Mereka adalah jenis orang yang tidak merasakan kebutuhan untuk perhatian. Pikiran mereka bebas dari rasa sakit akan penolakan.

Yang benar adalah, tidak ada yang benar-benar jujur. Kita hanya bisa menjadi 100% diri sendiri saat sendirian. Kita tidak pernah bisa benar-benar menyenangkan semua orang di dunia, bahkan mereka yang kita cintai dan yang (mengaku) ​​menyayangi kita. Kita semua punya harapan.

Jadi, wajah seperti apa yang sering Anda tunjukkan?R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Racun

Racun

Enggan aku

tetap di lingkungan itu

penuh tuntut

dan cela tak patut

sebab sempurna bukanlah aku

Ini bukan lemahku

namun dayaku untuk berlalu

dari racun ciptaanmu

Selamat mencari penggantiku

untuk mengisi kekosongan itu…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

6 Menu Sahur Anti Ribet Buat Anak Kos

6 Menu Sahur Anti Ribet Buat Anak Kos

Yang namanya ngekos (apalagi seorang diri) berarti udah harus siap mengurus diri sendiri. Apalagi soal makanan dan kesehatan. Jangan sampai demi pengiritan, kita malah jatuh sakit.

Ini salah satu problem khas anak kos selain suka telat bangun sahur (entah gara-gara nggak ada yang bangunin, lupa pasang alarm, sama entah apa lagi). Dapur di kosan penuh antrian sama anak-anak kos lain yang juga melaksanakan ibadah puasa.

Akibatnya, waktu sahur jadi mepet. Selain harus rela bangun lebih dini hari biar bisa pakai dapur duluan, solusi lain ya, cari warung atau minimarket terdekat yang buka jam-jam segitu selama bulan puasa. Kalau ada sesama anak kos yang rela berbagi menu sahur mereka, terima aja. Anggep aja berkah di bulan puasa.

Kalo enggak? Anda bisa mengandalkan enam (6) menu sahur anti ribet ini, ketimbang nungguin dapur kosan sepi:

  • Oatmeal.
Foto: unsplash.com

Bikinnya cepet dan nggak ribet. Cukup tambahkan air panas, gula, madu, atau sirup buah di atas oatmeal, lalu aduk semuanya hingga kental. Boleh juga ditambahkan dengan potongan buah di atasnya sesuai selera masing-masing.

Oatmeal juga bikin kenyang lebih lama karena kaya serat. Jadi, nggak gampang kelaparan deh, saat puasa.

  • Roti.
Foto: unsplash.com

“Kok makannya roti, sih? Orang Indonesia kalo belum ketemu nasi namanya belum makan. Mana kenyang?”

Hehe, terserah sih, kalo masih memilih berpikir seperti itu. Tapi, ini masalah darurat. Kalo kebetulan Anda bangunnya pas jam mepet mau imsak, mana sempat menanak nasi? Roti termasuk menu anti ribet yang bisa dicoba untuk menu sahur khas anak kos.

Selain dipanggang (pakai toaster atau panggangan manual), Anda juga bisa mengandalkan semua selai roti yang ada. Misalnya: butiran coklat (meisyes), selai kacang, mentega, margarin, hingga selai buah macam nanas hingga stroberi. Habis itu tinggal langsung dimakan. Gampang banget, ‘kan?

  • Pisang.
Foto: unsplash.com

Saya pernah mencoba makan pisang saja untuk sarapan. Hasilnya? Kenyang juga tuh, meskipun tanpa harus makan nasi atau menu berkarbohidrat lainnya. Kenapa nggak dicoba buat menu sahur?

Mungkin hasilnya berbeda-beda bagi setiap orang. Buat saya sih, pisang bisa bikin saya bertahan setengah hari tanpa mudah kelaparan lagi. Cocok deh, buat di bulan puasa.

  • Salad.
Foto: unsplash.com

Menu ini memang agak mahal sih, buat sahur. Apalagi, salad juga harus cepat dihabiskan karena nggak akan bertahan lama, meskipun disimpan di kulkas juga. (Namanya juga sayuran.)

Kecuali, kalau Anda mau belanja dan mengolah sendiri. Yang pasti, salad nggak akan seribet menu karbohidrat dan protein. Tinggal diaduk dalam satu mangkok yang sama.

Takut nggak kenyang? Tenang, ada saus mayonaise yang bisa kamu siram di atas salad. Kamu juga bisa menambahkan potongan keju balok untuk tambahan protein hewani.

  • Lauk (yang di)kering(kan).
Foto: pinterest.com

Contoh: abon, teri kacang, keripik, dan sejenisnya. Memang sih, menu ini hanya untuk kondisi super darurat, seperti: belum sempat berbelanja lagi, banyak yang antri di dapur, hingga bokek di akhir bulan.

Selain darurat, lauk ini juga cocok untuk Anda yang lagi malas masak, tapi masih punya nasi untuk disantap. Hehe, yang penting sahur nggak terlewat!

  • Yogurt.
Foto: unsplash.com

Nah, menu ini juga bisa jadi pilihan untuk sahur kilat. Selain kaya akan kandungan protein, yogurt bisa divariasikan dengan potongan buah-buahan dan varian rasa. Memang harus beli sih, sebelum disimpan di kulkas semalam sebelumnya.

Greek Yogurt termasuk yang bisa kamu coba untuk menu sahur.

Jangan lupa, selain mengandalkan enam (6) menu sahur anti ribet ini biar nggak harus antri di dapur kosan, banyak minum air putih biar nggak dehidrasi.

R.