Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Aku, di Benakmu

Aku, di Benakmu

Jika benakmu alam raya,
mungkin matamu akan penuh tanya
melihat sosokku yang tidak biasa.

Aku bukanlah planet yang biasa kau huni.
Kau lihat aku berotasi
mengorbitkan diri ke sana kemari,
sesuka hati.

Entah apa aku pernah jadi matahari.
Tak ada yang mengakui,
meski kadang aku bisa menyilaukan setengah-mati.

Apakah aku bulan?
Mungkin juga aku salah satu bintang
atau malah langit malam nan kelam.

Selamat berperang dengan tanya di benakmu.
Kadang, memang tak semua perlu kau tahu!

R.

(Jakarta, 6 April 2014)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis

5 Dampak Seminggu Hidup Tanpa Whatsapp

5 Dampak Seminggu Hidup Tanpa Whatsapp

Ini bukan eksperimen iseng-iseng. Belum lama ini terjadi pada ponsel saya, tanpa unsur kesengajaan apa pun.

Seperti biasa, aplikasi Whatsapp minta diperbarui secara berkala. Sayangnya, ponsel saya sudah sangat tua dan berat. Satu-satunya solusi kilat adalah mengganti kartu SD dengan yang baru.

Karena waktu itu belum ada biaya, maka jadilah saya sempat seminggu hidup tanpa Whatsapp. Dampaknya bisa sampai ada lima (5) :

  1. Ketinggalan info dari grup-grup Whatsapp yang ada.

Nggak bisa dihindari, orang Indonesia banyak yang suka pake aplikasi ini. Udah mudah, fiturnya enak, dan hemat pulsa (terutama pas di daerah yang nggak miskin wifi.) Coba, siapa yang ponselnya ampe berat dan lambat hanya gara-gara kebanyakan grup di Whatsapp?

Tanpa Whatsapp, saya hanya bisa bergantung pada kebaikan anak-anak yang menghubungi saya lewat jalur lain. Ada yang pake LINE, hingga SMS standar. Hihihihi.

  1. Dikira sengaja ‘menghilang’.

Tuduhan ini agak lebay, sih. Saya juga agak kesal dengan yang ujug-ujug ngeluh atau nanya dengan nada menuduh:

“Whatsapp lo aktifin, dong!”

Percaya deh, kalo waktu itu dana udah ada buat ganti kartu SD, saya nggak perlu hidup seminggu tanpa Whatsapp.

  1. Nyaris kehilangan pekerjaan

Hiks, untung setelah saya jelaskan masalahnya, hal itu tidak perlu sampai terjadi.

  1. Jadi tahu yang mana yang beneran peduli.

Kalo dipikir-pikir, manusia kadang lucu. Udah tahu saling terkoneksi lewat lebih dari satu media sosial dan aplikasi chatting. Hanya gara-gara Whatsapp, mereka sempet jadi gegar mendadak dan nggak langsung kepikiran untuk mengontak saya lewat jalur lain.

Untuk yang kepikiran, terima kasih.

  1. Sedikit damai.

Oke, mungkin kejujuran ini terdengar sedikit kejam. Jangan salah, punya grup Whatsapp yang rame asal faedah nggak masalah. Seru juga malah.

Namun, ada kalanya saya ingin beristirahat dengan tenang malam-malam. Untuk itu, beberapa grup Whatsapp yang sering ‘riuh’ pada jam-jam segitu suka saya ‘bisukan’ selama saya tidur.

Yah, itulah yang saya alami selama seminggu tanpa Whatsapp. Kalo Anda gimana?

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Sebuah Penantian

Sebuah Penantian

Satu negeri dicekam tegang

menanti sebuah jawaban

harap-harap cemas akan kepastian

bagai riuh bercampur lengang.

 

Mau dibawa kemana kita?

Akankah semua berbeda

ataukah sama saja?

Haruskah kita terus waspada?

 

Wahai, calon pemimpin masa depan negara,

siapa pun Anda,

mohon jangan semena-mena.

Kami sudah muak dengan luka lama.

 

Semoga Anda cukup bijak

untuk tidak asal teriak

atau suka-suka bertindak.

Salah-salah bangsa ini bisa mati sesak!

 

R.

 

 

(Jakarta, 10 Juli 2014)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Nasihat dan Saran Gratis

Tentang Nasihat dan Saran Gratis

“Yeee…maaf deh, kalo kesinggung. Cuman mau kasih saran aja, kok. ‘Kan niatnya baik, mau bantuin.”

Ucapan teman tempo hari sempat membuat saya terdiam. Mau nggak mau saya sempetin mikir juga:

Apa bener, akhir-akhir ini saya jadi begitu mudah tersinggung?

Mungkin, bagi yang tidak (mau?) memahami pandangan berbeda ini akan menganggap saya angkuh dan keras kepala.

Sebenarnya, nggak ada yang salah dengan nasihat dan saran yang gratis. Apalagi bila pemberinya memang berniat baik. Serius.

Lalu, apa masalahnya?

Ada yang bilang, ini tergantung waktu dan tempat. Di sinilah kepekaan kita diuji.

Satu contoh: teman sedang mengalami masalah keuangan, sehingga saat ponselnya bermasalah, dia nggak bisa langsung memperbaikinya. Pastinya, nggak mungkin dong, dia bakal cerita-cerita ke semua orang kalo lagi ada masalah keuangan? Ayolah, yang ada dia disangka ngemis lagi.

Ingat, masih ada harga diri.

Celakanya, saat banyak yang sulit menghubunginya, keluhan mereka hanya satu: oleh: Johnson Wang

“Ganti dong, ponselnya. Jangan kayak orang susah.

Coba bayangin reaksi teman saat membaca pesan semacam itu di medsosnya.

Persis.

Contoh lain lagi: Anda sedang menyetir mobil. Entah karena satu atau lain hal, mobil Anda terpaksa melewati satu gang yang lebar amat juga enggak, tapi nggak bisa dibilang sempit juga. (Kayak lagu dangdut jadul: “Sedang-sedang Saja”.)

Meski sudah berhati-hati sekali, tak ayal musibah kadang susah dihindari.

BRAK! Satu ban depan amblas ke dalam lubang. Mau nggak mau, Anda mematikan mesin dan keluar dari mobil untuk melihat.

Dasar sial.

Para warga setempat berdatangan. Bukannya langsung gotong royong membantu (meskipun pada akhirnya itu yang mereka lakukan, untuk menghindari jalan makin penuh), yang keluar duluan malah ucapan-ucapan seperti:

“Ini gimana kejadiannya? Kok bisa sampe kayak gini?”

“Makanya hati-hati.”

Saya percaya, niat mereka ngomong begini sebenernya baik. Bisa jadi juga karena keceplosan belaka.

Sayangnya, komentar semacam itu sering banget keluar pada saat yang kurang pas. Daripada ngebahas masalah, mending coba cari jalan keluarnya dulu rame-rame, terutama bila waktu mendesak dan akibatnya bisa nyusahin banyak orang.

Percayalah, mungkin mereka yang sedang bermasalah sudah pernah mendengar nasihat yang sama. Bukannya mereka nggak mau dengar. Bisa jadi saat ini mereka sedang berusaha keluar dari masalah, namun nggak butuh tontonan, saran, atau bahkan kritikan.

Ingin lebih peduli? Cari tahu yang benar-benar lagi mereka butuhkan. Mungkin ada yang hanya ingin didengarkan. (Siap-siap sabar aja, ya.) Mungkin mereka juga butuh bantuan nyata, meski kadang terlalu gengsi memintanya. (Ya, gara-gara itu, takut tuduhan mengemis.)

Bila ada, sedang bisa, dan beneran peduli, kenapa enggak? Dampaknya jauh lebih nyata daripada hanya bolak-balik kasih saran, yang sama pula.

Kalo lagi nggak bisa kasih bantuan juga? Ya, nggak apa-apa juga. Doa aja juga boleh. Toh, hasil akhir tetap dari usaha mereka, bantuan yang didapat (termasuk doa), hingga restu Yang Maha Kuasa…

Kalau ternyata saya emang mudah tersinggung akhir-akhir ini, mungkin karena udah banyak lihat kasus yang sama. Tapi, tetep maaf juga, ya.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Cerita Hari Ini?

Cerita Hari Ini?

“Ada yang ingin kau ceritakan hari ini?”

 

Entahlah.

Pertanyaan bagus.

Mungkin aku hanya lelah.

Memang, hidup tak selalu mulus.

 

“Mengapa?”

 

Terlalu lama aku bergelut dalam sunyi.

Untung belum sampai lupa suara sendiri.

Aku hanya ragu untuk memulai,

saat banyak yang menyuruhku berhati-hati.

 

“Oh, ya? Lalu ada cerita menarik apa hari ini?”

 

Tidak ada.

Sama nihilnya dengan ambisiku untuk menjadi tokoh utama…

 

R.

(Jakarta, 22 Mei 2014)

 

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis #tips

Masih Suka Transaksi Manual? Coba Mandiri Online, Deh!

Masih Suka Transaksi Manual? Coba Mandiri Online, Deh!

Era digital ini telah banyak mempermudah kegiatan kita sehari-hari. Contoh: tadinya belanja harus ke toko, sekarang bisa online. Begitu juga dengan transaksi keuangan. Buat kamu nasabah Bank Mandiri, pasti juga sudah transaksi secara online, dong.

Belum? Padahal, sebagai nasabah langsung kamu sudah bisa lho, memanfaatkan kemudahan transaksi menggunakan mandiri online. Apalagi bagi kamu yang sudah punya laptop sendiri dan ponsel pintar. Tinggal manfaatkan keduanya untuk transfer maupun terima uang.

Mari cek dulu dua versi aplikasi Bank Mandiri, yaitu:

  • Mandiri online app alias Mandiri Mobile Banking.
  • Mandiri online web alias Mandiri Internet Banking.

Yang online app atau mobile banking dapat langsung diakses lewat ponsel pintar kamu. Yang online web alias internet banking bisa kamu cek di laptop. Enaknya, cukup dengan satu ID, kamu bisa langsung akses keduanya.

Aman Bayar Belanja Online dengan Bank Mandiri

Bayar belanja online dengan Mandiri dijamin aman, karena sampai dua lapis, yaitu:

  1. Lapis pertama:

Seperti yang sudah disebutkan tadi, kamu tinggal mengakses aplikasi digital Mandiri-mu dengan ID dan PIN akun yang sama. Mau di Mobile Banking atau Internet Banking juga bisa.

  1. Lapis kedua:

Setelah melalui lapis pertama, kamu masih harus menggunakan MPIN. MPIN ini adalah Kode Persetujuan atau Otentifikasi pemilik akun. Kamu bisa menggunakannya lewat device token Mandiri milikmu. Pastinya MPIN sudah harus dibuat saat kamu mendaftar langsung di kantor cabang Bank Mandiri.

Untuk lapis kedua, kamu bisa memilih menggunakan token atau langsung lewat ponsel. Ya, kecuali bila ponselnya kebetulan sedang di-charge atau ketinggalan di rumah.

Buat yang banyak keperluan, menggunakan dua aplikasi Mandiri ini bisa sangat membantu kamu, lho. Contoh: membayar tagihan bulanan listrik, air, ponsel, dan masih banyak lagi. Daripada meluangkan seharian untuk mengantri di kantor PLN seperti zaman ortu, mending pakai cara ini.

Apalagi bila kamu termasuk generasi milenial super sibuk. Senin sampai Jumat kerja, belum lagi kalau kena lembur. Akhir pekan lebih seru bila kamu ikut komunitas tertentu. Padahal, bisa jadi kamu juga masih perlu berbelanja ini-itu.

Nah, dengan aplikasi digital dari Mandiri ini, kamu bisa menghemat waktu. Misalnya: sebelum joging bersama si dia dan geng kalian, kamu masih sempat bayar belanja online untuk produk fashion favoritmu atau buku keluaran penulis keren. Waktu jadi tidak terbuang percuma alias efektif sekali.

Era digital juga semakin mempermudah generasi milenial untuk berinovasi. Misalnya: menciptakan aplikasi, membangun website, hingga mendesain toko online sendiri. Bukan cerita baru lagi bila banyak media digital untuk berbagi informasi. Salah satunya adalah Jadi Mandiri.

Apa Itu Jadi Mandiri?

Komunitas ini berisi banyak anak muda yang peduli dengan perkembangan diri, namun masih bisa tetap santai dan bersenang-senang. Makanya, banyak banget konten informatif dan mendidik di sini.

Di Jadi Mandiri, ada empat (4) kategori konten yang bisa kamu nikmati, yaitu:

  • Destinasi (terutama buat yang suka berwisata).

Sesuai nama rubriknya, Mandiri akan membuatmu lebih cepat mandiri dalam hal pengetahuan tentang keuangan. Tips dan info keuangan yang ada tidak akan bikin kamu pusing, karena bahasa yang dipakai ringan dan khas anak muda banget.

Generasi milenial terkenal dengan ide-ide segar dan keinginan mereka untuk cepat mencari penghasilan sendiri. Mereka juga lebih berani dalam bereksplorasi dan mengambil risiko keuangan.

Makanya, Jadi Mandiri bisa bikin kamu cepat sukses dalam berusaha. Ragam tips dan cerita inspirasional seputar entrepreneurship ada di sini. Jadi, kamu yang tadinya ragu untuk mulai berbisnis sedini mungkin udah nggak perlu takut lagi. ‘Kan banyak caranya di sini. Tinggal ikuti mana yang paling cocok dengan passion kamu.

Mau Daftar Mandiri Online? Buruan!

Segera datangi Kantor Cabang Bank Mandiri terdekat untuk daftar Mandiri Online. Cukup dengan KTP, Buku Tabungan, dan kartu ATM, kamu langsung mendaftar sebagai pengguna Internet Banking dan SMS Banking. Harus yang versi lengkap ya, biar bisa menikmati layanan transaksi finansial.

Setelah itu, barulah mengaktivasi akunmu.

Cara Mengaktivasi Mandiri Online

  1. Mobile Banking:
  • Untuk versi Mobile Banking, kamu bisa buka aplikasi digital Mandiri di ponsel kamu. Setelah itu, tinggal klik aktivasi.
  • Baca dulu syarat dan ketentuan yang muncul setelah klik aktivasi. Sesudah paham, tinggal klik ‘accept’.
  • Masukkan 16 digit nomor kartu debit Mandiri kamu, masa berlaku, dan tanggal lahir kamu. Sesudah lengkap, tinggal klik ‘Lanjut’.
  • OTP adalah One Time Password dan terdiri dari enam digit kode. Sesudah menerimanya lewat sms atau pop up, silakan gunakan nomor itu sebagai password untuk aplikasi digital kamu.
  • Lengkapi profile form yang muncul sesudahnya, mulai dari alamat email hingga foto profil. Setelah lengkap terisi, tinggal klik ‘Register’.

Nah, aplikasi digital Mandiri kamu sudah langsung bisa digunakan dari ponsel.

  1. Internet Banking.
  • Kunjungi website resmi Bank Mandiri. Klik Link Aktivasi Mandiri Online.
  • Lakukan langkah-langkah serupa seperti aplikasi digital Mandiri versi Mobile Banking di atas.

Nah, aplikasi digital Mandiri kamu sudah bisa langsung diakses melalui laptop.

Ragam Fitur Transaksi dengan Mandiri Online:

  1. Transaksi

Riwayat transaksi, mutasi rekening sebulan, hingga info saldo terkini dapat kamu cek.

  1. Transaksi untuk Bayar, Beli, dan Transfer.

Pembayaran tagihan, pembelian secara online, hingga transfer ke sesama pemilik akun Mandiri maupun antar bank bisa kamu lakukan di sini. Mengangsur pakai multipayment feature pun bisa.

  1. Online Extraordinary.

Mau buka deposito berjangka, top up e-money, dan top up e-cash? Gunakan fitur ini.

Proses Transaksi dengan Mandiri Online:

  1. Cek dashboard dan jumlah saldo. Lalu klik tiga garis horizontal di kiri atas.
  2. Pilih salah satu fitur yang tersedia. Setelah itu, klik transfer.
  3. Pilih menu transfer yang ada. Klik rekening tujuan dan jumlah uang yang mau kamu transfer. Klik “Tambah sebagai tujuan baru”.
  4. Jangan lupa konfirmasi bahwa nama dan nomor rekening tujuan sudah benar. Setelah itu, lengkapi data transfer, termasuk nominal dana dan berita acara. (Contoh: ‘bayar utang’.) Bila sudah, tinggal klik lanjut.
  5. Yakin sudah benar semua? Klik ‘Kirim’.
  6. Jangan lupa masukkan kode MPIN. Rampung deh, transaksi online Mandiri kamu.

Gangguan atau Kendala?

Seperti biasa, ada Mandiri Call: 14000 yang bisa kamu hubungi 24 jam seminggu. Kamu pasti akan dibantu dan dipandu.

Jadi, gimana? Masih mau pakai yang manual? Manfaatkan saja kemudahan transaksi menggunakan Mandiri online.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Setan di Dalam Jiwa

Setan di Dalam Jiwa

Aku bersyukur

Kau akhirnya kabur

bagai pengecut lari dari tanggung jawab

sesudah membuat perempuan berharap

 

Lalu kau makin berlagak

bak dewa dipuja-puja

demi cinta banyak kaum Hawa

sementara kau permainkan mereka

 

Aku masih bersabar

Bukan aku yang mengejar

Kau yang memulai

lalu hanya bisa berlari

mencari korban lain lagi

meninggalkan barisan sakit hati

 

Aku salah menilai

Kau bukan lelaki sejati

Hanya wujudmu yang manusia

namun dengan setan di dalam jiwa…

 

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Diam Atas Nama Kemuakan

Diam Atas Nama Kemuakan

Sesungguhnya ada kemuakan tak terkira saat berkali-kali harus menghadapi hal yang sama. Kadang diam (dan bersikap masa bodoh) adalah satu-satunya cara untuk tetap waras.

Lagipula, malas juga buang-buang waktu dan tenaga. Untuk apa ribut dengan mereka yang mentalitasnya begitu – dan hanya segitu – saja?

Bayangkan bila ada sesama perempuan yang tidak Anda kenal dengan dekat. Entah demi bisnis atau keperluan sementara, Anda terpaksa harus berbaik-baik dengan mereka, terlepas dari perilaku mereka yang sesungguhnya tidak patut.

Entah ada angin apa, ujug-ujug perempuan itu banyak menanyakan hal yang sangat pribadi. Bayangkan perasaan Anda (sebagai sesama perempuan) saat harus terlibat dalam percakapan tidak menyenangkan ini:

“Sudah nikah?”

“Belum.”

“Umurnya berapa?”

“36.”

“Kenapa belum menikah?”

“Ya, belum ada aja.”

Lalu, tatapan perempuan itu jatuh ke tubuh Anda yang kebetulan tambun. Dari caranya melirik, yaitu ke atas dan ke bawah, Anda langsung tahu. Anda sedang dinilai, seperti biasa. Ini bukan peristiwa perdana.

“Nggak mau coba diet? Udah pernah belum?”

Tuh, ‘kan?

Kadang Anda terlalu malas dan muak berurusan dengan pencari drama yang caranya sama. Memang ada orang-orang yang merasa hidup mereka terlalu biasa, kurang istimewa. Agar lebih bahagia, mereka sampai harus merendahkan – kalau perlu menjatuhkan – sesama, di depan umum pula.

Karena itulah, orang-orang seperti mereka hanya patut mendapatkan satu senyuman ‘sopan’. Cukup satu saja, tidak perlu lebih dari itu. Orang-orang seperti mereka tidak berhak mendapatkan senyum tulus dari Anda. Toh, belum apa-apa mereka sudah menilai dan menghakimi.

Belum kenal? Tidak masalah. Tidak perlu kenal bagi mereka yang merasa sudah tahu segalanya.

Kadang diam adalah tembok penanda kemuakan. Biarkan mereka berpikir suka-suka, sementara Anda tinggal melenggang saja. Semoga mereka nanti masih cukup sabar saat orang lain berbuat sama pada putri-putri mereka.

Atau, jangan-jangan mereka malah memperparah suasana, sehingga putri-putri tercinta sendiri semakin merasa JELEK luar biasa?

Ah, sudahlah. Anggap saja bukan urusan Anda. Anggap saja mereka belum lulus dari “ujian menjaga lisan”.

Sayang sekali.

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Puisi Bukan Solusi

Puisi Bukan Solusi

Puisi hanya pelarian,

saat banyak yang ingin kau ungkap,

meski tak banyak keberanian.

 

Puisi hanya pelarian,

saat kau terlalu takut dan lelah

kehilangan tenaga menghadapi kenyataan.

 

Puisi bukan solusi.

Lihat, masih ada yang belum tuntas.

Puisi hanyalah penawar ilusi.

 

Wahai, pujangga.

Mau sampai kapan kau terdiam?

Kapan kau akan mulai bersuara?

 

Ceritakan padanya

sekisah cinta yang nyata.

Memang, ada kemungkinan kau akan terluka.

Karena jawabnya

bisa jadi penentu karyamu berikutnya…

 

R.

 

 

(Jakarta, 30 Juli 2014)

Categories
#catatan-harian #menulis

Dari Rayuan Manis Hingga Ancaman Itu…

Dari Rayuan Manis Hingga Ancaman Itu…

Kata mereka, perempuan ibarat setengah manusia. Hanya separuh akal, sisanya lebih banyak perasaan. Benar-benar menghina. Makanya, jangan heran bila perempuan lajang selalu dianggap kesepian. Kurang berharga, karena tidak ada lelaki di sampingnya.

Tunggulah sampai mereka berusia di atas 30. Penghakiman lama-lama terasa membunuh. Perawan tua tidak laku. Pecundang di mata keluarga. Dianggap kurang cantik. Apalagi bila tubuhmu kebetulan juga tambun. Mereka menjadikannya kambing hitam penyebab lawan jenis enggan melirikmu.

Sesungguhnya kamu tertekan, bukan kesepian. Kamu ditekan sedemikian rupa agar sempurna sesuai standar mereka. Bahkan, sesama perempuan pun juga tega menyerang. Yang puritan menganggapmu kurang berusaha mencari pasangan. Yang liberal menganggapmu terlalu jual mahal.

“Gimana kamu mau dapet cowok kalo gini caranya?”

Dunia maya memberimu banyak kemungkinan. Kamu bisa bertemu dan kenalan dengan siapa saja, bahkan bisa dibilang tanpa batas. Rasa sepi yang mendera akibat tekanan sosial membuatmu akhirnya mempertimbangkan…dia.

Awalnya hanya perbincangan biasa di ruang bicara. Kalian tertawa, bercanda, dan berbagi cerita. Sastra, terutama puisi, menjadi pengikat rasa. Niatmu hanya ingin berteman, namun dia menginginkan lebih. Katanya, sudah lama dia tidak menemukan cinta. Dulu dia telah menyia-nyiakan banyak kesempatan.

Ibarat pendosa yang mengakui kesalahannya, dia memintamu berempati. Tidak butuh waktu lama untuk hatimu agar tersentuh.

Namun, entah kenapa, sebagian dari dirimu masih ragu. Kalian belum pernah bertemu. Bagaimana mungkin dia bisa begitu yakin kalian akan bersama? Dunia mungkin akan tertawa. Mungkin dia akan dianggap pendusta, sementara kamu dungu luar biasa.

Beberapa orang terdekatmu punya beragam reaksi. Ada yang ikut bahagia saat tahu dia mengaku mencintaimu. Apalagi, sudah terlalu lama kamu sendiri. Sudah saatnya, begitu kata mereka. Kamu sudah terlalu tua. Jangan banyak menawar. Terima saja cintanya. Berilah dia kesempatan.

Setelah cukup lama berpikir, menimbang, dan memantapkan hati, kamu setuju memberinya kesempatan. Lelaki itu bahagia sekali. Kalian berdua pun mulai menyusun rencana untuk bertemu.

Awalnya cukup indah. Namun, masih ada janggal yang mengganjal. Beberapa kali dia memintamu untuk lebih menunjukkan tubuhmu di depan kamera. Kamu menolak, meskipun dia pun melakukannya untukmu. Ada rasa enggan dan tidak nyaman yang kamu sembunyikan. Ada rasa takut kehilangan, karena selain itu, dia sebenarnya sangat manis.

Hingga satu saat, seorang perempuan lain yang satu grup di media sosial menghubungimu. Semula kamu ragu. Namun, insting menyuruhmu untuk mendengarkannya dulu. Ada sesuatu yang harus kamu tahu.

Pengakuan perempuan itu, disertai bukti-bukti berupa chat history, mengubah segalanya sejak itu. Hatimu mendadak beku. Lidahmu kelu. Ingin menangis dan menjerit, namun air matamu seakan telah membatu.

Perempuan itu menangis saat bercerita tentang lelaki yang sama. Lelaki yang mengaku mencintainya, lalu memintanya telanjang di depan kamera. Lelaki yang juga menunjukkan seluruh tubuhnya. Bukan, bukan kamu saja. Perempuan itu juga bukan satu-satunya. Pasti masih banyak di luar sana.

Saat perempuan itu didiamkan begitu lama, akhirnya dia mencari tahu. Dari laman media sosial, dia menemukan koneksi lelaki itu denganmu. Dia harus melakukannya diam-diam. Lelaki itu telah mengancamnya. Foto-foto screenshot dan videonya akan dia sebar di dunia maya, bila perempuan itu berani bercerita.

Perempuan itu telah menyelamatkanmu. Dia telah berbuat kesalahan. Dia kesepian. Suaminya sedang terasa begitu jauh. Dia menyesal. Kamu memutuskan untuk enggan menghakiminya. Dia pahlawanmu.

Semula, kalian berencana ingin menjebak lelaki itu. Sayangnya, lelaki itu tiba-tiba memblokirmu dari media sosial. Begitu saja. Sempat lama kamu tenggelam dalam luka akibat pengkhianatan. Bajingan itu mungkin sudah mengincar banyak perempuan.

Masih adakah lelaki yang bisa dipercaya? Masih beranikah kamu percaya?

Sejak peristiwa naas itu, kamu bersahabat dengan pahlawanmu. Lelaki itu lenyap di media sosial, setelah sejumlah laporan pelecehan di dunia maya yang serupa dari beberapa perempuan lainnya. Ada rasa takut dia akan kembali, meski dengan identitas berbeda. Dia mungkin marah dan akan membalas kalian.

Mungkin saat ini, lelaki itu masih bisa lolos. Bersama sahabat barumu, kamu memutuskan untuk melawan pelaku semacam ini. Jangan sampai ada yang jadi korban lagi. Karena itulah, cerita ini dibagi.

R.