Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Selepas Impian Sang Cinderella Urban

Selepas Impian Sang Cinderella Urban

Impian Cinderella-mu sudah lama berakhir, sayang.

Mengapa masih saja berharap keajaiban?

Dia telah lama pergi.

Kini kau kembali sendiri.

 

Mungkin dia akan kembali,

tapi apakah semua akan sama lagi?

Hidup terlalu singkat untuk sekedar berharap dan menunggu.

Saatnya kembali memikirkan dirimu.

 

Kata mereka, saat itu akan datang.

Kapan?

Hanya Tuhan yang Maha Tahu.

Kau hanya perlu terus berdoa dan berusaha.

Tak perlu menjelaskan pada siapa-siapa.

 

Hidup ini bukan dongeng anak-anak.

Tak perlu berharap semua akan mengerti kelak.

Ini hidupmu, bukan tentang mereka.

Hanya kamu yang bisa menentukan arti ‘bahagia’…

 

R.

(Jakarta, 25 September 2015 – 10:24)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Keringat, Darah, dan Hambatan si Jelata

Keringat, Darah, dan Hambatan si Jelata

Namaku Jelata,

bukan Jelita

Aku bekerja

berharap upah

seperti janji mereka

 

Keringat menetes

Urusan belum beres

Darah naik ke kepala

seiring murka

 

Namaku Jelata,

bukan Jelita

Aku tak lagi bekerja

gara-gara mereka

Alasan mereka,

kerjaku payah

Padahal, lebih payah mereka

yang ingkar janji

soal membayar gaji

 

Haruskah mereka

terus berjaya

memfitnah si Jelata

yang kian merana?

Sungguh tak rela

 

Mengapa tega berdusta?

Fitnah keji luar biasa

sukses membungkam si Jelata

dalam menuntut haknya

yang hingga kini belum diterima

 

Mau sampai kapan berpura-pura?

Hingga dusta dan pongah

balas menampar mereka

tepat di muka?

Hingga mereka kalah

oleh sumpah-serapah

si Jelata yang penuh amarah

karena kian terjajah?

 

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Kuat Bersama Kalian (Donggala dan Palu)

Kuat Bersama Kalian (Donggala dan Palu)

Kalian butuh kami dan kami butuh kalian

bagai kemanusiaan butuh kesejatian

Mengapa kita harus diingatkan

dengan tragedi pemberi kehancuran?

 

Satu guncangan buat kalian goyah

pasang surut air bah yang tumpah

Tiada tempat sembunyi

Hilang semua yang dihuni

dan sosok-sosok terkasihi

 

Hentikan tikai

Tiada guna politik basi

Kalian butuh kami dan kami butuh kalian

Kita butuh sejatinya kemanusiaan

 

Kami akan kuat bersama kalian selalu,

Donggala dan Palu

 

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Paranoia Dalam Dialog Kepasrahan

Paranoia Dalam Dialog Kepasrahan

Tuhan…
Aku…
Aku takut…
Aku ketakutan…
Takut apa?
Banyak.
Salah satunya jatuh…
Apalagi jatuh cinta…
Jatuh cinta?
Iya.
Kenapa?
Jatuh bukannya selalu sakit, ya?
Ah, masa?
Iya.
Ah, tidak juga.
Masa??
Ah, kamu ternyata masih sama,
padahal sudah dewasa.
Tapi, orang dewasa ‘kan, juga bisa terluka.
Memang iya. Terus kamu mau apa?
Aku tetap ingin cinta…
Lha?
…tapi tanpa perlu jatuh segala. Bisa nggak, ya?
Bisa, bisa saja.
Bagaimana?
Bagaimana apanya?
Bagaimana caranya?
Kita harus sering-sering mengobrol kayak begini,
nanti biar Aku yang kasih Solusi.
Bagaimana?
Oke.

R.

(Jakarta, 30 September 2015 – 21:45)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Geram

Geram

Aku sangat membenci kalian

wahai, lelaki yang suka permainkan

hati dan pikiran perempuan

lalu menghina mereka baperan

demi kabur dari pertanggung jawaban.

 

Benci, benci sekali

Kadang ingin kalian mati

demi rasa aman kami

hidup di dunia ini

Kadang enggan peduli dengan sepi

 

Lalu, argumen itu lagi:

“Halooo, tidak semua laki-lakiii!”

Aku butuh bukti

bukan retorika basi

dan semua pemakluman yang memuakkan sekali:

 

“Namanya juga laki-laki.”

Mau sampai kapan nalar pincang begini?

Sesama manusia, tapi seperti tidak punya hati

mendewakan napsu hewani

Kenapa harus menunggu punya saudari, istri, atau putri?

 

Sialnya, masyarakat ini masih membela kalian

lalu menyalahkan korban

yang begitu mudah ‘termakan’

Berkat macam kalian,

kami harus selalu waspada

 

Jangan berani bawa-bawa cinta

Jangan lancang mengumbar kata sayang

bila bagimu, kami hanya mainan

atau sekadar menghangatkan ranjang

lalu dengan kejam, kalian tinggalkan

seperti sampah yang dibuang

 

Tahu dirilah,

sebelum menuntut perawan di pelaminan

Berkacalah,

untuk melihat penyebab terbesar kerusakan

 

Ya, kalian.

Sayang, tetap kami yang disebut “MURAHAN”!

 

R.

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Balasan yang Lamban

Balasan yang Lamban

Silakan tinggalkan pesan di teleponku

Mungkin nanti akan kubalas,

segera setelah tak terlalu sendu.

Kirimkan pesan untukku,

namun takutnya akan kubalas tanpa gegas.

Malam ini,

aku hanya ingin bersua dengan diri sendiri.

 

Silakan email bila mau,

tapi maaf kau harus menunggu.

Malam ini, aku sedang malas berpikir.

Bagaimana bila kita serahkan semua pada Sang Pencipta Takdir?

Hanya untuk malam ini?

 

Boleh, ya?

 

R.

(Jakarta, 20 November 2015 – 22:45)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Usai untuk yang (Sudah) Usang

Usai untuk yang (Sudah) Usang

Kita sudah lama tiba

di halaman terakhir kisah yang sama

Kau ingin kembali membaca

sementara aku sudah hapal di luar kepala

 

Yakin ingin mengulang yang sudah pasti?

Ah, kau begitu cinta ilusi

sementara aku bosan dan muak setengah mati

dengan egomu yang rapuh sekali

 

Aku ingin usai

Sudah lama kisah ini usang

Tiada sisa lagi

Hanya kemuakan

 

Masih banyak perempuan

yang siap menghangatkan

ranjang yang bagimu selalu dingin

bukan aku, meski kau ingin

Jangan terus meminta seperti orang sinting

 

Kita sudah lama usai

Mengapa kau ingin meneruskan lagi?

Tidak bila maumu sendiri

dari dulu hingga kini

tidak pernah pasti…

 

R.

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Lelahku Olehmu

Lelahku Olehmu

Silakan gantung harapmu

pada angan yang semu.

Jangan salahkan aku

bila semua berakhir pilu.

 

Tak perlu murka,

bila aku tak sempurna.

Memangnya kau siapa

berharap aku serba bisa?

 

Maaf, aku terlalu lelah.

Tak berarti aku telah menyerah.

Aku belum sudi mengaku kalah,

meski bagimu aku selalu salah.

 

Percayalah…

Hanya kepada Tuhan aku pasrah.

Bagiku, kau bukan segalanya.

Tanpamu pun, aku akan baik-baik saja.

 

R.

 

 

(Jakarta, 22 Maret 2014)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Masa Lalu, Enyah Kau!

Masa Lalu, Enyah Kau!

Mengapa masih tak tahu malu?

Kamu masih mengincarku

Alasanmu sepanjang kaki seribu

hanya agar aku mau

berserah di ranjangmu

 

Dengan lancang kau sebut aku munafik dan dungu

hanya karena setia pada pilihanku

tidak seperti kau

bermain-main dengan prinsip sesukamu

 

Masih banyak yang mau

buang-buang waktu

hanya untukmu

Aku lebih berharga dari itu

Jangan memaksaku

meski dengan sindiran remeh di mulutmu

 

Enyah kau

Masa lalu harusnya di belakangku

bukan mengejar dan terus mengganggu

 

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Surat untuk Hampa

Surat untuk Hampa

Ini saatnya dia menulis surat
kepada siapa, entah untuk apa.
Ada rasa yang gagal tersirat
menguap sia-sia di udara.

Surat itu mungkin akan dia kirimkan
terpampang di dunia maya
satu dari puluhan juta bacaan
mungkin takkan terbaca siapa-siapa.

Mungkin surat itu akan dia simpan
hingga lenyap termakan asa.
Setidaknya rasa itu aman
dari kejamnya cerca dunia.

Untuk apa dia menulis surat itu?
Bukankah akan sia-sia belaka?
Ada yang kerap menikam kalbunya.
Mengapa, bila dia hanya ingin bernapas lega?

Ah, biarkanlah dia menghibur diri
meski kerap terusik tanya tentang cinta sejati…

R.

(Jakarta, 13 Februari 2014)