Mau Survive Sebagai Perempuan Lajang Usia 40-an di Jakarta Hari Gini?
- Semoga keluargamu gak termasuk toksik, ya? (Dan semoga kamu juga gak toksik buat mereka.)
Kalo belum bisa punya rumah sendiri, apalagi nyewa, seenggaknya masih bisa tinggal bareng mereka dulu sembari nabung. Beruntunglah kamu tinggal di Jakarta, Indonesia, bukan di negara Barat – tempat kamu bakal diketawain hanya gara-gara udah dewasa tapi masih tinggal sama nyokap.
- Apa pun perasaanmu, pertahankan dulu pekerjaanmu saat ini.
Serius. Lowongan kerja di Indonesia saat ini udah makin gak ngotak, saking seksis dan ageist-nya. Gak usah dengerin para misoginis fakir kemampuan yang mencoba membohongi kamu. Fakta di lapangan tetap sama: masih lebih banyak lowongan pekerjaan untuk laki-laki. Bahkan, pihak HRD banyak yang memajang iklan lowongan pekerjaan dengan kriteria ‘di luar nurul’ macam ini:
- Usia maks. 21/25/27/30/35/40. (Yang dua terakhir jarang banget, loh!)
- Pengalaman kerja maks. 3 tahun (diutamakan di bidang yang sama.)
- lulusan S1.
Tuh, ‘kan? Coba hitung sendiri, deh.
Meskipun dipanggil untuk wawancara, siap-siap saja dapat pertanyaan seksis seputar status pernikahan. Mengapa belum menikah juga? Apakah ada waktu akan menikah dalam waktu dekat ini?
Apa pun jawabanmu, gak usah berharap terlalu banyak, deh. Entah kamu bisa ditolak dengan alasan “overqualified” (berkualifikasi terlalu tinggi), mereka lebih berharap kamu segera menikah saja.
Intinya, mereka berasumsi bahwa semua perempuan berusia 30 ke atas harusnya sudah menikah dan cukup mengandalkan nafkah suami saja – dengan harapan suami mereka berpenghasilan cukup … atau malah kaya raya sekalian!
- Carilah pekerjaan lepas (freelance) atau coba buka bisnis sendiri.
Pilih bidang yang paling kamu suka, tapi pastikan juga risikonya gak terlalu besar. Contoh: aku juga berprofesi sebagai penulis dan penerjemah lepas. Bukannya gak mau bersyukur, tapi kenyataannya … hari gini penghasilan dari satu pekerjaan fulltime sudah gak cukup lagi.
Pastinya bakalan lebih capek sih, cuma … hari gini, kerjaan apa sih, yang gak capek? Apa pun bisa terjadi.
Tip tambahan: sebisa mungkin jangan sampai kamu ‘colongan’ ngerjain kerjaan freelance pas lagi jam kantor. Bukan apa-apa, serem aja kalo sampai kepergok. Gak adil dan gak profesional juga.
- Nongkrong demi berjejaring.
Udah bukan saatnya lagi kamu hangout hanya buat senang-senang tapi berujung foya-foya belaka. Senang-senangnya sih, boleh. Tapi jangan lupa juga untuk mendapatkan manfaatnya. Menjaga silaturahmi dengan orang-orang terdekat itu memang penting.
Berjejaring itu juga penting. Memang sih, kata orang, semakin tua, lingkaran pertemanan kita biasanya semakin mengecil. Tapi ‘kan, itu hanya untuk hubungan dekat/pribadi. Contoh: sistem dukungan kamu berupa teman-teman dan kerabat dekat.
Ya, gak berarti kamu gak boleh juga bikin lingkaran-lingkaran kecil baru. Cuma ya, pastikan juga isinya bermanfaat dan membuat hidupmu terasa lebih berarti.
Gak cuma soal keuangan, hati-hati juga saat kamu menginvestasikan waktu, tenaga, dan kewarasanmu.
- Baik-baik sama orang.
Serius. Kita gak pernah tahu dari mana pertolongan akan datang, bila suatu saat kita membutuhkannya. Etapi, gak usah langsung ngarep balasan dulu, ya.
Kalo orangnya emang asli toksik sampai bikin lelah hati, ya gak usah sampai dibenci. Kasihan kamu-nya nanti. Mereka sih, bodo amat, ya. Hihihihi …
Cukup jauhi. Interaksi seperlunya saja. Gak semua orang layak kamu dekati. Cukup fokus sama yang terbaik bagi diri sendiri.
Hmm, mungkin segitu aja dulu. Kalo kepikiran ide lain, nanti aku tambahin lagi …
R.