Categories
#catatan-harian #CSW-Club #menulis

#CSWC: Sekilas Tentang “TIRANI”

#CSWC: Sekilas Tentang “TIRANI”

#CSWC

Benarkah tirani sudah tiada lagi? Siapa sajakah yang mengalami tirani? Siapa yang tidak keberatan, meskipun ini berarti berkurangnya – atau bahkan kehilangan – kebebasan diri sendiri, terutama untuk berekspresi?

Inilah topik sekaligus tantangan menulis bagi Jakarta Couchsurfing Writers’ Club pada hari Kamis, 10 Januari 2020, pukul 21:00 di Chickro, m-Bloc, Blok M, Jakarta Selatan. Peserta yang datang kemudian menulis interpretasi mereka mengenai topik malam itu.

Tirani adalah kekuasaan yang digunakan secara sewenang-wenang (meskipun bagi beberapa pihak, cara ini kadang diperlukan demi kebaikan bersama. Setidaknya, itulah menurut pandangan mereka). Sama seperti rantai makanan dalam pelajaran Biologi, mereka yang berada di atas atau mendapatkan keuntungan dari cara ini tidak akan pernah memprotes tirani.

Yang berada di bawah atau (merasa) dirugikan tentu saja tidak sudi. Bagi mereka, tirani adalah sistem yang membelenggu kebebasan mereka sebagai manusia seutuhnya. Zaman Orde Baru (sebelum 1998) di Indonesia merupakan salah satu contoh nyata yang masih menjadi momok banyak orang.

Tapi, apakah yang di bawah tirani selalu berarti tertindas?

Untuk mereka yang berada di atas tirani sepertinya banyak yang merasa mendapatkan keuntungan. Tapi, apakah yang di bawahnya selalu berarti tertindas?

Berdasarkan diskusi dan acara berbagi cerita semalam, ternyata jawabannya tidak selalu seperti itu. Mereka yang tidak keberatan berada di bawah tirani ternyata juga bisa merasa mendapatkan keuntungan, karena: tidak perlu ribet berpikir sendiri dan semua sudah disediakan penguasa, selama mereka menurut dan tidak menjelek-jelekkan penguasa.

Bila sampai melawan, siap-siap saja masuk penjara atau pun hukuman berupa pengasingan.

Tentu saja, siapa pun berhak memilih lingkungan yang menurut mereka paling aman dan nyaman. Tidak semua orang cocok dengan model sistem sosial tirani.

Ingin bergabung dengan kami?

Jakarta Couchsurfing Writers’ Club berkumpul setiap Kamis malam, dimulai dari pukul 19:30. Tinggalkan pesan di halaman CS kami, DM Ruby Astari, atau join grup Facebook kami: http://bit.ly/304ujKE

Sampai jumpa lagi di meetup berikutnya.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tak Penting

Tak Penting

Terlalu banyak:

  • Ancaman kosong di social media
  • Keangkuhan dan angkara

Merasa paling benar berpendapat,

namun tak sudi didebat.

Terlalu, terlalu banyak

hingga bikin muak

Nasihat tanpa diminta

dari mereka yang lupa berkaca

gagal melihat diri pun bercela.

Terlalu, terlalu, dan terlalu

banyak hingga bikin halu.

Hei, kata siapa ada yang membicarakanmu?

Kau bukan pusat semesta.

Biasa sajalah.

Tak perlu bukti.

Sedikit bicara, banyak aksi.

Biar dunia lihat sendiri

yang bisa pegang omongan

dan yang hanya cari perhatian

hingga…yang gila hormat dan pujian.

Tak penting.

Semua orang punya masalah masing-masing!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

3 Jenis Orang yang Menyambut Anda Kembali Setelah Lama Pergi

3 Jenis Orang yang Menyambut Anda Kembali Setelah Lama Pergi

3 Jenis Orang yang Menyambut Anda Kembali Setelah Lama Pergi
Foto: unsplash.com

Pernah tiba-tib mutusin menjauh dari semua orang, bahkan tanpa mau menyebutkan alasannya? Atau mungkin sebaliknya. Ada teman yang tadinya dekat, tahu-tahu menjauh dan seakan menghilang dari peredaran.

Reaksi Anda gimana? Pastinya khawatir dan mungkin…sedikit kecewa. Bahkan, bisa jadi Anda sampai bertanya-tanya:

“Gue salah apa, ya?”

Wajar saja bila reaksi manusia ada yang begini. Gimana enggak? Pesan-pesan Anda tidak dijawab oleh mereka. Padahal, sebelumnya nggak ada apa-apa. Berantem pun enggak.

Saat Anda sempat lama pergi tiba-tiba kembali, ada tiga (3) jenis orang yang menyambut Anda kembali:

  • Mereka yang menyambut seakan Anda nggak pernah pergi.

Bersyukurlah bila sudah punya teman-teman seperti ini. Mereka tahu cara menghargai privasi Anda. Kalau mau curhat sama mereka, silakan. Kalau enggak juga nggak masalah. Intinya, nggak ada pemaksaan.

Saat kembali, Anda bisa melihat mereka menyambut dengan suka cita. Nggak masalah bila sebelumnya Anda sempat lama menghilang dari peredaran. Yang penting, kalian sudah kembali berteman.

  • Mereka yang bersikap datar-datar saja soal Anda.

Sekilas tipe ini mungkin terdengar kejam. Ada atau nggak ada Anda, bagi mereka sama saja. Bukannya jahat, mereka hanya nggak punya ikatan emosional (apalagi sampai mendalam) dengan Anda. Itu saja.

Meskipun demikian, mereka masih penasaran dengan alasan Anda menghilang. Nah, sampai di sini terserah Anda, mau cerita atau tidak. Mereka memang penasaran dengan kabar terakhir Anda, tapi hanya untuk update, kok. Nggak bakal terlalu kepo, apalagi sampai punya niat jahat seperti tipe berikutnya ini:

  • Mereka yang sengaja memancing-mancing kabar demi gosip tak sedap.

Nah, kudu hati-hati kalau ketemu sama model begini. Sekilas mereka tampak peduli, ingin tahu kabar terakhir dari Anda. Mengapa sih, akhir-akhir ini Anda menghilang dari lingkaran pergaulan yang biasa?

Sayangnya, begitu Anda bercerita, mereka langsung memanfaatkan info tersebut untuk kemudian menyebarkan gosip tak sedap tentang Anda. Menyebalkan memang, apalagi bila selama ini Anda tidak pernah mau cari gara-gara sama mereka.

Tipe terakhir ini emang paling toksik dan nakutin, sih. Tapi, kalau sudah menemukan orang-orang di tipe pertama, semoga Anda merasa cukup aman dan nyaman untuk lebih terbuka. Anda berhak kok, mendapatkan cinta dan bahagia.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Jedaku…

Jedaku…

……….

Maaf.

Lambat responku.

Banyak pesan menunggu.

Dering ponsel mengganggu.

……….

Maaf.

Bukannya tak peduli.

Hanya lelah sekali.

Kerja tanpa henti.

……….

Ma-

-zzz…

R.

Categories
#catatan-harian #CSW-Club #fiksimini #menulis

Naja dan Charlita

Naja dan Charlita

“Dia culas seperti ular.”

Kudengarkan curhatannya panjang lebar. Ah, Charlita. Lagi-lagi dia mengeluhkan orang-orang yang sama. Entah si A yang menurutnya tidak tahu terima kasih, si B yang hanya memanfaatkan kebaikannya, hingga si D yang menusuknya dari belakang.

Aku sudah bersahabat dengan Charlita sejak dua bulan lalu. Gadis mungil, ramping, dan yang sebenarnya cantik ini ternyata merasa semua orang selalu memusuhinya. Alasannya selalu sama.

“Mereka pasti iri sama gue. Padahal, mereka lebih cantik dan kaya.”

“Gue deket sama cowok ini dan mereka langsung kayak musuhin gue.”

“Makanya, Naja. Cuma elo sahabat gue satu-satunya sekarang,” ucap Charlita sambil tersenyum penuh rasa terima kasih padaku. Digenggamnya tanganku dengan lembut. Hangat, membuat darahku tiba-tiba berdesir. “Elo gak akan pernah mengkhianati gue, ‘kan?”

Aku tersenyum agak dipaksakan. “I’ll try.”

-***-

Sebenarnya, kalau ingin melihat dari dua sisi, Charlita tidak selalu benar. Dia tidak selalu korbannya. Saat kutanya pada orang-orang yang pernah (dianggap) bermasalah dengannya, jawaban mereka berbeda. Mereka tampak tersinggung saat kuceritakan pendapat Charlita tentang mereka.

“Astaga, dia melulu kok, yang cari gara-gara,” kata Alex tampak geram. “Yang ratu drama siapa, yang disalahin kita.”

“Gue cuma nggak sepaham sama dia dalam beberapa hal – dan dia langsung nganggepnya serangan personal,” keluh Biyan. “Capek deh, kalo urusan sama Charlita. Mending seperlunya aja. Gak usah sering-sering.”

“Oh, my God.” Donna melotot. “She thinks she’s all that. She always plays the victim, but you have no idea how nasty her big mouth is. She’s the snake, actually.”

Aku hanya tersenyum tipis. Kukumpulkan semua kesaksian mereka dalam ingatanku. Apakah aku akan balas mengadukan mereka pada Charlita? Ah, tidak perlu. Dia tidak perlu tahu.

Bahkan, kujamin Charlita juga tidak akan pernah tahu. Kurasa aku harus menolongnya, membebaskan dirinya dari penderitaan yang diciptakannya sendiri. Lagipula, demi keseimbangan ekosistem, Bunda selalu memintaku untuk memilih dengan hati-hati.

-***-

Malam itu, aku menginap lagi di rumah Charlita. Seperti biasa, gadis manja dan egois itu butuh teman setia…atau lebih tepatnya, penonton. Beruntunglah, aku cukup dingin untuk jadi pemujanya. Aku pendiam, efektif, dan tidak mudah dipengaruhi.

Tak lama, Charlita akhirnya jatuh tertidur karena kelelahan. Aku masih terjaga. Kulihat bulan sudah purnama. Kutatap Charlita sekali lagi sambil menghela napas.

“Maaf, ya,” bisikku, meski tidak pernah benar-benar menyesal. Secara perlahan, kurasakan diriku berubah. Kedua kaki dan tanganku menyatu pada badan. Kulitku yang semula putih pucat mirip kulit manusia pada umumnya mulai robek, menunjukkan sisik-sisik berwarna gelap di bagian dalam. Tinggiku semakin berkurang, sebelum akhirnya aku melata di lantai kamar Charlita yang dari marmer. Dingin dan nyaman.

Charlita masih terlelap, tak sadar bahwa aku sudah secara perlahan melata ke atas tempat tidurnya. Ada ekspresi geli pada wajahnya saat aku merayap di atas tubuhnya.

Tak lama, kutatap wajahnya yang pulas. Aku sengaja menunggu matanya terbuka. Aku yakin, instingnya cukup tajam untuk merasakan dirinya dalam bahaya.

Mata Charlita terbuka. Semula dia tampak bingung menatapku, sebelum ekspresi ngeri perlahan merayapi wajahnya.

“Ah-“

Terlambat. Kedua taring panjangku sudah menancap di lehernya, sekaligus mengeluarkan bisa. Charlita tidak pernah tersadar lagi. Sesudah puas, aku turun merayap di lantai. Jendela kamarnya sudah agak kubuka tadi, sewaktu masih berwujud manusia. Perlahan aku menyelinap keluar, meninggalkan jenazah berwajah kaget yang pastinya akan tampak sangat mengerikan bagi orang tuanya – saat menemukannya esok pagi…

-***-

“Kerja bagus, anakku.”

Aku senang Bunda memujiku. Saat ini, aku sedang bersantai karena udara masih dingin. Mengikuti instruksi Bunda, besok-besok aku akan mencari korban berikutnya. Ya, manusia yang merasa paling tahu, mana sesamanya yang bersifat ular. Manusia yang gagal mengendalikan lisannya, padahal lidah mereka jauh lebih kaku daripada lidah kami yang tak henti menjulur.

Ya, manusia yang dengan enteng menilai sesamanya: “Culas seperti ular.”

  • Selesai –

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Narasi (Si) Narsis

Narasi (Si) Narsis

Diva
Foto: https://unsplash.com/photos/oTE8EUwvhek

Bagimu,

semua kisah masa lalu

tentang sukses dan gagalmu,

berkah dan musibahmu

adalah narasi

butuh pembaca yang menyukai.

Kau akan menyebut semua berulang kali

bak rapalan doa tanpa henti

menanti puja-puji

agar percaya kesucian hati

penyintas semua cobaan keji.

Bagimu,

semua kisahmu adalah hiburan

tontonan sekelas Blockbuster cinema

atau minimal di layar kaca.

Berlebihan tak apa.

Namanya juga drama.

Kau akan memutarnya berulang kali,

hingga seluruh plot teresapi.

Ingatan tanpa ingin,

menilai dengan dingin

sosok-sosok bosan

namun diam demi kesopanan.

Bagimu,

harus kau yang jadi bintangnya,

peran utama,

nama yang paling sering terbaca.

Boleh ada yang lainnya,

selama pamor tak sama.

Kalau bisa,

mereka cukup jadi penggemarmu saja.

Kau rela berbagi panggung,

namun terasa tanggung,

karena tetap kau yang harus tampil utama,

sempurna di atas segalanya,

sementara…

…yang lain cukup jadi pendukung dan figuran belaka…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Menuju 2020, Apa yang Harus Ditinggalkan?

Menuju 2020, Apa yang Harus Ditinggalkan?

Foto: https://unsplash.com/photos/-d6kTMGXV6E

Kali ini, sepertinya saya hanya akan menulis pendek sebelum tahun berganti. Tidak banyak yang harus dibahas, kecuali satu hal:

Apa yang harus kita tinggalkan sebelum tahun 2020 nanti?

Pertanyaan itu mungkin membutuhkan jawaban panjang. Mungkin juga akan susah dijawab. Namun, saya tidak akan memaksa kalian untuk menjawab di sini. Saya percaya, kita semua sibuk dengan alam pikiran masing-masing.

Mungkin sudah banyak yang membuat resolusi. Ingin inilah, akan berbuat begitulah. Seperti biasa, terserah. Saya hanya bisa mendoakan agar semua resolusi yang positif akan terwujud, tidak hanya berakhir wacana – catatan di halaman usang. Pastikan kalau Anda tahu bedanya keinginan sama rencana yang sudah benar-benar mantap.

Lebih mudah membuat rencana-rencana baru daripada berusaha melakukan yang sudah lalu. Padahal, kenapa yang sudah baik tidak dipertahankan? Kenapa yang buruk harus dibawa-bawa dengan alasan: “Namanya juga manusia” atau “Ini bagian dari diri saya”? Bila bisa menjadi sosok yang lebih baik – setidaknya demi diri sendiri dulu – kenapa tidak?

Mungkin saya termasuk yang terlalu idealis, seperti biasa. Tapi, boleh dong, berusaha se-ideal mungkin dalam hidup? Okelah bila ada yang selalu punya semangat untuk bikin resolusi baru. Perkara mereka akan berhasil menjalaninya itu urusan nanti. Yang penting bikin dulu. Nggak salah juga, kok.

Ada juga yang berusaha tetap realistis. Daripada bikin sepuluh resolusi tahun baru tapi nggak ada yang jadi, mendingan bikin satu hingga tiga dulu – terus ditekuni benar-benar. Kalau sudah kelar, baru boleh tambah lagi. Mau itu di tengah tahun atau bulan ketiga juga tidak masalah. Toh, nggak ada aturan khusus untuk itu.

Ya, kurang-lebih seperti saya, hehehe…

Kalau pun saya punya resolusi tahun baru atau semacamnya, kali ini nggak akan saya bagikan di sini atau di mana pun. Rahasia. Toh, nggak semua hal harus selalu diceritakan pada semua orang, bukan?

Tapi, saya mau sedikit curang, nih. Siapa yang masih bikin resolusi tahun baru?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Undur Diri

Undur Diri

Kau tak pernah tahu

aku, yang diam-diam mengagumi,

membaca semua puisimu

mencari celah di hati.

Kau tak pernah tahu

perjuangan berat ini

melawan perasaan sendiri

demi satu yang tak tentu.

Kau tak tahu,

aku, mulai beranjak mundur,

enggan maju,

apalagi sampai terlalu jauh.

Takut jatuh.

Kurasa,

kau, takkan pernah tahu.

Akhirnya aku undur diri.

Biarlah sepi kembali menjadi sesuatu yang pasti.

Aku enggan bersaing dengan hantu,

dia, yang masih gentayangan di hatimu,

meski sudah berupa masa lalu…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Tentang Lengkungan di Persimpangan Jalan

Tentang Lengkungan di Persimpangan Jalan

Bagaimana memutuskan arah tujuan – dengan banyak pilihan di depan Anda? Apakah Anda akan duduk dan meluangkan waktu, sebelum akhirnya mengambil keputusan? Apakah Anda hanya akan langsung mencobanya, cukup dengan modal percaya?


Bagaimana perasaan Anda jika hidup seperti sedang jeda? Ambil langkah mundur dan lihat sekeliling. Sukakah dengan yang Anda lihat? Apakah Anda ingin mengubah sesuatu? Jika menyukai yang Anda lihat dan merasa cukup puas dengan semuanya sekarang, baguslah. Jika tidak, Anda mungkin ingin mencari sesuatu yang setidaknya tidak begitu buruk di luar sana.


Bagaimana jika Anda tidak bisa menemukan yang baik? Bagaimana jika Anda sudah tidak tahan lagi? Bagaimana jika situasi Anda saat ini tidak membuat Anda merasa baik-baik saja, tidak cukup nyaman? Bagaimana jika ‘saat sekarang’ hanya membuat Anda merasa lebih … terjebak? Tentu saja, Anda harus melakukan sesuatu tentang hal itu – tetapi apa?


Beberapa orang menemukan cara untuk mengekspresikan frustrasi mereka. Mereka dapat terus mengeluh tentang betapa mereka membenci hidup mereka, baik diam-diam atau secara terang-terangan. Mereka dapat mengatakan bahwa mereka ingin berhenti dari pekerjaan mereka yang menyedihkan, berhenti bersikap baik kepada orang-orang, dan hanya … berhenti hidup.


Sayangnya bagi mereka, kehidupan mereka masih belum berubah. Mereka masih menjalani hidup yang sama, melakukan pekerjaan yang secara jujur mereka benci. Mereka masih melihat orang-orang yang bahkan tidak ingin mereka hadapi.


Dengan kata lain, mereka ada hanya sebagai gangguan bagi orang lain.


Beberapa orang lain tahu lebih baik daripada hanya terus berbicara – atau lebih tepatnya, terus merengek. Mereka melakukan apa saja untuk mengubah hidup mereka (yang semoga menjadi lebih baik.) Mereka mencari alternatif.


Setelah memutuskan, mereka mengambil risiko. Mereka memilih untuk bergerak maju dengan satu pilihan tersebut, meninggalkan yang sebelumnya. Apakah ini langkah yang tepat? Apakah itu salah? Bagaimana Anda tahu yang mana yang benar, jika belum pernah mencobanya? Lagipula, inilah hidup. Segala sesuatu selalu sering terjadi ketika Anda tidak mengharapkannya.


Selalu ada pilihan di depan Anda. Baik atau buruk, itu tergantung. Kita semua memiliki kebutuhan yang berbeda. Saat memutuskan segala sesuatu, intinya selalu sama:


Pilih salah satu … jangan semuanya. Jangan tanggung-tanggung. Anda tidak dapat memiliki semuanya.


Itulah yang terjadi dengan lengkungan. Anda tidak akan pernah tahu ke mana Anda akan pergi. Anda memang masih dapat merencanakan semuanya, tetapi selalu ada kejutan di menit-menit terakhir.


Selalu ada semacam bencana dalam sesuatu yang indah. Keindahan itu sendiri tidak pernah sempurna, karena membutuhkan ilusi. Pertanyaannya adalah, seberapa siap Anda menerima kenyataan ini?


Siaplah selalu untuk apa pun yang ada di depan. Rintangan, jalan memutar, belokan yang salah … sebut saja. Sama seperti peluang, mereka semua ada di sana juga.


Selalu ada lebih banyak lengkungan …

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Diva

Diva

Tak perlu selalu begitu

bergaun rancangan ternama.

Semua tercermin dari perilaku

ingin dikagumi sesama

sekarang dan selalu.

Dia lupa akan waktu

dan mungkin segala sesuatu.

Tiada yang abadi.

Suatu saat nanti,

panggung itu akan sepi.

Penonton pergi.

Tinggal dia sendiri

tampil di depan barisan kursi

enggan berpisah dengan memori

sosok dirinya yang (pernah) dipuja-puji…

Ah, Diva…

Bukalah mata…

Kau bukan segalanya…

R.