Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Memuliakan?

Memuliakan?

“Oh, tapi kami menghormati kalian.”

Pada saat yang sama, kalian membuat kami sendu.

Kalian paksa kami di rumah,

sementara kalian berkeliaran tak tentu arah.

Manusiawi?

Kami diperlakukan bagai properti

hanya dilihat dari penampilan,

peduli setan

bila kami juga punya pikiran, pendapat, dan perasaan.

“Oh, tapi kami memang menghormati kalian.”

Terus, kenapa enggan mendengar?

Kenapa semua ucapan kami diragukan?

Kalian tidak benar-benar peduli,

terus pertanyakan ‘rasionalitas’ kami

namun menuntut agar kami selalu menuruti

agar kalian puas setengah mati

Lagak superior kalian sungguh memuakkan!

“Oh, tapi kami sungguh menghormati kalian.”

Ya, terserahlah.

Mempertanyakan atau mendebat kalian sama saja kembali ribut hingga lelah.

Jujur, beginilah cara kalian memuliakan kami.

Cukup omong kosong tentang rasa hormat

yang gemar kalian gembar-gemborkan

bila bukti menunjukkan sebaliknya.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Nasionalisme Sempit: Kenapa Kita Hobi Ngusir Orang Lain Karena Nggak Suka Dikritik?

Nasionalisme Sempit: Kenapa Kita Hobi Ngusir Orang Lain Karena Nggak Suka Dikritik?

“Ya, udah. Kalo lo gak betah di sini, pergi aja sana!”

Entah kenapa, saya sering banget denger ucapan merajuk kayak gini. Bukan, bukan cerita seseorang ribut dengan ‘si dia’ yang belum jadi mantan. (Eh?) Biar nggak bingung, saya kasih dua contoh kejadian, ya:

  1. Perdebatan antara sesama orang Indonesia.

Komentar semacam ini sering banget saya lihat di media sosial. Biasanya yang nulis ‘netizen budiman maha benar’. Contohnya, saat berita penembakan dua mesjid di New Zealand. Sepanjang akhir pekan itu, media sosial ramai dengan tautan, reshare, dan retweet seputar tragedi tersebut.

Lalu, tahu-tahu ada yang komentar kayak gini:

“Seneng banget liat warga New Zealand kompak soal toleransi perbedaan. Beda sama di Indonesia.”

Seperti yang sudah bisa ditebak, ada yang balasnya langsung ngegas bin julid:

“Ya udah, kalo lo udah gak suka tinggal di Indonesia, pindah aja sono!”

Sering baca komentar kayak gini di media sosial? Nggak usah kaget. Banyak kok, yang kayak gini. Mungkin Anda juga sama.

Oke, saya kasih contoh yang kedua, ya:

  • Saat dikritik oleh ekspat.

Di satu resto, saya lihat segerombolan anak bangsa merokok. Padahal, jelas-jelas, ada larangan merokok terpampang di dinding. Nggak tahu kenapa, saya suka menangkap kesan angkuh dari gerombolan perokok di tempat umum yang melanggar aturan. Bahkan, makin jadi bila staf resto nggak ada yang berani negur. (Sialnya, mungkin karena mereka juga takut kehilangan pelanggan kali, ya. ‘Kan, kredo “pelanggan itu raja” masih berlaku.)

Tiba-tiba ada seorang perempuan ekspat yang langsung menegur mereka.

“Excuse me! Can you not smoke in here? There’s a ‘NO SMOKING’ sign on the wall.”

Seperti yang bisa ditebak juga, gerombolan perokok itu langsung kompak ngeyel-nya. Singkat cerita, mereka ribut dengan perempuan asing itu sampai si perempuan – karena kalah jumlah – akhirnya pergi dengan wajah bete.

Setelah perempuan itu pergi, dengan bangga para perokok itu berkoar-koar.

“Orang biasanya juga nggak apa-apa, kok. Lagian juga udah sepi.”

Lalu, keluarlah ucapan itu dari salah satunya:

“Kalo nggak suka, mending dia balik ke negaranya aja! Emang siapa dia, ngatur-ngatur di negara orang?”

Duh, sampai sini rasanya pening. Serius. Kenapa sih, kita hobi banget ngusir orang lain hanya karena nggak suka dikritik? Nggak dari sesama anak bangsa sendiri maupun yang bukan. Padahal, bisa jadi saat itu kita emang salah – atau negara kita sedang bermasalah. Hari gini, negara mana sih, yang nggak punya masalah?

Udah deh, nggak usah denial cari-cari alasan, apalagi pembenaran. Sekali lagi, saya capek harus nulis ‘sekadar mengingatkan’. Anda yang baca pasti juga bosen, ‘kan?

Mengkritik itu memang mudah. Menerima kritik itu yang susah, apalagi kalo ego Anda termasuk rapuh meski sudah usia dewasa. (Kasihan? Nggak. Ngapain?) Tapi kalo tiap kali dikritik (bahkan dengan tambahan bukti kalo Anda emang beneran salah dan bermasalah) bawaannya mau ngusir, kayaknya kita udah nggak pantes lagi dilabelin ‘bangsa yang ramah, apalagi sama pendatang’.

“Iya, ramah boleh. Tapi jangan kebangetan. Tau diri lah, mereka lagi di negara orang!”

Oke, jangan mengalihkan pembahasan. Kita nggak lagi membahas kelakuan beberapa ekspat yang kadang menurut kita emang kelewatan pas di Indonesia. Itu bisa dibahas di tulisan lain kesempatan, plus cara-cara menyikapinya kalo mau.

Kita lagi membahas kebiasaan masyarakat kita kalo dikritik orang, apalagi kalo udah menyangkut negara. Okelah, bila ingin bersikap nasionalis. Tapi, jangan sampai sikap patriotis jadi ‘salah tempat’. Kayak kasus para perokok di atas, melanggar aturan kok, bangga? Justru kalo sampai ada tamu yang menegur, yang punya rumah harusnya malu.

Kadang Anda paling gesit menyebut orang lain nggak nasionalis, hanya karena banyak mengkritik berbagai kejadian dan ‘kebijakan’ nggak enak pemerintah di negara kita. Padahal, bisa jadi yang mengkritik itu jauh lebih peduli dengan kemajuan negeri daripada Anda yang lebih banyak tutup mata. (Toh, Anda juga merasa itu bukan urusan Anda, ‘kan?)

Anda langsung defensif saat ekspat ada yang menegurmu di ruang publik karena Anda melanggar aturan. Sayangnya, argumen Anda benar-benar nggak nyambung dengan masalah yang lagi dibahas. Anda langsung parno, mengira orang luar mencoba menjajah negara ini dengan mengatur-atur Anda. Kalo nggak mau ampe kayak gitu, ya mulai lakukan perbaikan dari diri sendiri dulu, dong. Jangan sampai nunggu ditegur oleh siapa pun.

Lagipula, lucu juga, ya. Anda sibuk mengumpat-umpat para ‘white supremacists’ yang menyerang para imigran dan menyuruh mereka pulang ke negara masing-masing. Lha, apa bedanya ngomong gitu ke ekspat yang kebetulan menegur kesalahan Anda?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tanya dan Gadai Rasa Percaya

Tanya dan Gadai Rasa Percaya

Tanya dengan tanya

Kau jawab dengan tanya

Sedikit yang kau ucap,

meski kau banyak cakap

Kau harap kami paham

meski iman jadi dagangan

jargon dalam percakapan

polemik tanpa penyelesaian

Kau tambah tanda tanya

melayang di udara

meski bukan bintang di angkasa

tiada cahaya

hanya potensi luka

Tanya dengan tanya…dan banyak tanya

Rasa percaya langka

nyata adanya

Kenapa tidak kau jawab saja

seperti orang biasa?

Sial!

Aku lupa dirimu

yang harus berpolemik

tanpa tahu tujuanmu

Hanya politik

yang harus kita terima di sini…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

TIGRESS: Hidup Lewat Mata Ayu Meutia, ‘Sang Harimau Betina’

TIGRESS: Hidup Lewat Mata Ayu Meutia, ‘Sang Harimau Betina’

Bagaimana hidup melalui mata ‘Sang Harimau Betina’?

Beruntung saya telah diperkenalkan dengan karya-karya penulis ini, Ayu Meutia. Dari 52 puisi yang ada di debutnya, “Tigress”, agak sulit untuk memilih puisi yang benar-benar saya suka. “Travel-Post Blues” adalah salah satunya.

Mayoritas puisi dalam “Tigress” ditulis dalam Bahasa Inggris. Namun, ada juga yang berbahasa Indonesia. Gaya bahasanya jujur, cenderung blak-blakan – namun masih halus dan bermain dengan imaji.

Bagi penyuka gaya sastra lama, “Tigress” mungkin akan terasa asing bagi Anda. Namun bagi yang tumbuh dengan kultur urban, puisi-puisi ini mungkin akan mengingatkan Anda dengan kisah hidup Anda sendiri.

Ada cinta, patah hati, kecewa, marah, hingga relasi dengan sesama manusia dalam bait-baitnya di sini. Imaji yang digunakan unik, namun tidak rumit. Contoh: saat Ayu menyamakan Jakarta sebagai sosok kota yang ‘maskulin’ dalam “Playboy City”. Bagaimana tidak? Kota ini telah menyedot begitu banyak perhatian.

Di sisi lain, kota ini juga banyak memakan korban – terutama korban perasaan. (Saya tidak sedang bercanda.)

Penasaran dengan ‘auman’ Sang Harimau Betina? Buruan beli buku ini di Gramedia!

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tidak Ada Puisi Cinta?

Tidak Ada Puisi Cinta?

Pintalah aku

untuk menulis sesuatu yang ceria

meski halaman ini kosong,

apa adanya

Bisa kutulis hal biasa

yang remeh setiap harinya

namun apa beda

dengan jadwalku yang selalu sama?

Tiada jiwa seni

hanya aku yang selalu bekerja

Mungkin kau harap aku akan kisah cinta

Kisahmu mungkin lebih seru

Kisahku sampah

Bisa kutulis yang nyata

tapi mungkin kau akan berduka

Aku bisa apa?

Kau mau aku bohong, pura-pura?

Mungkin kau harus berhenti meminta

atas nama palsunya bahagia

Kenapa tidak terima

saat ini aku tidak percaya cinta?

Tidak ada puisi cinta hari ini

Esok?

Barangkali

Saat ini,

halaman ini tak terisi

karena aku tidak punya kata-kata lagi…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Efek Domino

Efek Domino

Dibutuhkan satu tragedi besar untuk menciptakan efek domino. Hanya sekali dorong pada satu blok paling ujung. Sisa barisan domino lainnya langsung runtuh.

Efek domino dapat bertahan beberapa saat, tergantung pada jumlah blok. Tergantung pada panjang barisannya juga. Kerusakan biasanya dilakukan dengan buruk. Bahkan ketika hampir semuanya hancur, bisa butuh selamanya untuk membangun semua kembali.

Anda tidak dapat mengontrol segalanya dan semua orang. Mereka akan punya pendapat berbeda-beda, beberapa bahkan lebih ekstrim daripada yang lain.

Korban dari setiap tragedi besar itulah yang harus lebih kita perhatikan. Itulah cara untuk menghentikan efek domino ini, mengurangi kerusakan. Seharusnya semudah itu, bukan?

Cara lain adalah berhenti menyebarkan kebencian yang tidak masuk akal. Untuk apa? Apa gunanya? Sudah terjadi.

Anda mungkin mengeluh tentang semua sejarah kelam yang ada. Sebelum menyadarinya, Anda sudah membuang-buang waktu dengan tidak melakukan apa pun yang nyata. Yang terus Anda lakukan adalah mengeluh, marah-marah, dan menuduh. Berdebat dan ribut. Selalu mencari orang lain – jika bukan sesuatu – untuk disalahkan. Anda berusaha merasa superior atau lebih penting.

Lalu bertingkah seperti orang yang tahu segalanya. Ngotot harus menang argumen demi hanya ingin menang (dan tentu saja, demi ego Anda sendiri yang sudah membengkak) – alih-alih mencari solusi untuk masalah tersebut. Nggak produktif, ‘kan?

Sementara itu, kejahatan telah menang … sekali lagi. Itulah yang selalu diinginkannya, untuk membuat kita saling bertentangan. Kejahatan ingin kita saling membenci, secara bertahap menghancurkan kedamaian.

Banyak orang memilih untuk terlalu terbawa suasana. Mereka sudah terlalu tertekan oleh masalah sehari-hari. Mereka perlu curhat … banget. Mereka ingin marah dan kadang-kadang menjadi sangat jahat. Sayangnya, beberapa memang suka begitu, hanya karena mereka sedikit kayak ‘psikopat’.

Jangan khawatir, karena kebaikan tidak hilang. Pertarungan masih berlangsung.

Anda masih bisa melihatnya setiap hari. Masih banyak orang yang berfokus pada para korban dan memulihkan perdamaian. Menggerutu bukanlah yang kita semua butuhkan. Bantulah perbaiki yang rusak.

Anda memilih skeptis? Terserah. Anda bisa menjadi orang yang sinis dengan mengatakan hal-hal seperti: “Ah, hanya pura-pura!” dan “Mari kita lihat berapa lama ini akan berlangsung.”

Coba tebak. Orang-orang ini ada untuk mengatasi kesinisan Anda. Mereka masih percaya pada belas kasih yang tulus. Setidaknya, mereka melakukan sesuatu yang nyata. Apakah itu akan bertahan atau tidak, itu tidak masalah. Apa yang mereka lakukan, tidak peduli seberapa kecilnya bagi Anda, sudah cukup untuk mengurangi kerusakan besar yang disebabkan oleh efek domino ini. Itu masih lebih baik daripada tidak sama sekali.

Sementara itu, apa yang Anda lakukan untuk membuat segalanya lebih baik? Hanya duduk dan menonton, sebelum mengetik komentar? Apakah Anda bahkan keluar dari sana dan melakukan sesuatu yang nyata, sesuatu yang lebih produktif?

Anda yang memutuskan, bukan saya. Ingatlah bahwa Anda adalah bagian dari efek domino, baik untuk yang bagus maupun yang buruk. Setiap kata itu penting. Apa yang Anda katakan / ketik mencerminkan Anda, bukan mereka atau orang lain.

R.

Categories
#catatan-harian #lomba #puisi

Setia?

Setia?

Setiamu, wahai istri

bakal surgawi

Tiada tuntut maupun tanya

Tinggal terima

harus dengan sukacita

Narkoba mengubah semua

Suami gelap mata

namun istri masih dituntut harus setia

membela martabat keluarga

meski haram adanya

Istri berakhir di penjara

berpisah dengan anak-anaknya

Sementara,

suami di luar sana

entah di mana

namun telah mendua hatinya

Setia?

Surga apanya?

Hanya neraka dunia

menuruti suami bedebah

Akhirnya, suami juga terpenjara

akibat narkoba

Ada syukur di hati terluka

dan istri yang berhenti setia

Untuk apa?

Percuma,

bila khianat balasannya…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis

Susah Tidur?

Susah Tidur?

Bagaimana mengatasi susah tidur? Apakah dengan memaksakan diri menutup mata? Apakah dengan mengendalikan pernapasan, sambil menjernihkan pikiran? Apakah dengan berdoa kepada Tuhan di malam hari?

Bagaimana jika masih tidak bisa tidur? Mungkin ada yang mencoba membuat diri sendiri sibuk sampai akhirnya terlalu lelah untuk tetap terjaga. Bisa membaca atau menulis. Bisa menonton TV, menjelajahi saluran untuk menemukan program paling membosankan yang mungkin bisa membuat Anda tertidur.

Beberapa mungkin lebih suka mendengarkan musik. Apakah itu membantu? Saya juga berharap begitu, tetapi bagaimana jika tidak? Bagaimana jika masih terjaga, bahkan ketika benar-benar kelelahan?

Terkadang Anda dapat menemukan teman untuk menemani. Namun, tidak harus mereka. (Selain itu, tidak semua orang cocok untuk peran ini – tidak peduli seberapa baik mereka.) Seringkali, satu orang saja sudah cukup.

Teman seperti ini tidak punya masalah begadang semalaman seperti Anda. (Mungkin, mereka juga tidak bisa tidur.) Anda berdua dapat chatting online atau di telepon. Lebih baik lagi jika kalian berdua tinggalnya dekat, lalu kenapa tidak bertemu langsung? Kalian bisa nongkrong di teras depan rumah, dengan minuman favorit Anda. Mungkin kalian akan tetap terjaga sampai subuh.

Mungkin tidak. Meski begitu, pastikan hari berikutnya adalah akhir pekan. Anda tidak ingin melalaikan pekerjaan. Sebaiknya jangan.

Saat ini adalah hari-hari yang berat bagi beberapa. Tidak punya cukup uang untuk hampir semuanya selalu menjadi salah satu penyebabnya.

Boleh merasa gelisah, lelah tetapi tidak bisa tidur. Namun, tidak semua memiliki kemewahan untuk bersantai. Beberapa hanya harus terus bekerja.

Mungkin beberapa teman baik Anda telah menyarankan beberapa pil … hanya untuk membantu Anda tidur. Gagasan itu mungkin terdengar menggoda, tapi hati-hati. Anda mungkin bisa kecanduan.

Anda mungkin juga gagal mengabaikan hantu itu, suara jahat di dalam kepala Anda – di sudut yang paling gelap. Anda tahu apa yang sering memberitahu Anda saat sedang putus asa:

“Ayo. Tambah saja lagi. Jangan khawatir. Pil-pil ini akan menyelamatkanmu dari rasa sakit … “

Jadi, Anda hanya mengkonsumsinya sekali. Setelah itu, tidak lagi.

Ini hanyalah beberapa pilihan untuk mengatasi susah tidur. Pilih salah satu – atau beberapa? Seperti biasa, semuanya terserah Anda.

Jadi, bagaimana Anda mengatasi susah tidur?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tertawa Dalam Diam

Tertawa Dalam Diam

Tidak perlu menang

dalam perdebatan

dengan anak kecil ngambekan

yang enggan disalahkan

Cukup tertawa dalam diam

melihat mereka tenggelam

dalam kebodohan…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

5 Cara Payah untuk Minta Maaf

5 Cara Payah untuk Minta Maaf

Ketika sadar bahwa kita telah membuat kesalahan – besar atau kecil – minta maaflah. Itulah yang harus dilakukan oleh semua orang dewasa yang benar-benar berakal. Kecuali yang narsis, karena mereka tidak peduli telah menyinggung orang lain.

Atau, apakah mereka masih minta maaf? Bahkan jika mereka melakukannya, apakah mereka benar-benar tulus? Apakah mereka melakukan itu karena sadar telah melakukan kesalahan – atau hanya untuk menyelamatkan muka?

“Tapi setidaknya mereka sudah minta maaf, ‘kan? “

Tentu saha. Namun, waspadalah terhadap beberapa ciri yang “mungkin cukup halus”. Nah, berikut adalah lima (5) cara payah untuk meminta maaf:

1. Alasan, alasan.

“Sori, tapi lo harus mengerti. Gue melakukan ini karena … “

“Aku minta maaf, tapi aku punya alasan kenapa harus begini.”

Jika alasannya masih masuk akal, mungkin masih dapat diterima. Namun, terlalu sering beralasan macam-macam bisa bikin orang lain kehilangan respek sama Anda, bahkan saat Anda bersungguh-sungguh.

Mengakui kesalahan, seburuk apa pun, jauh lebih terhormat daripada mencari-cari alasan. Serius.

2. Menyindir bahwa Anda bukan masalahnya, tetapi justru orang-orang yang telah Anda sakiti.

“Gue minta maaf ya, kalo udah bikin kalian merasa nggak nyaman.”

Kesan awalnya tulus. Sepertinya Anda benar-benar peduli dengan perasaan orang lain sehingga Anda meminta maaf kepada mereka. Anda khawatir sudah melukai mereka.

Namun, Anda lupa menyebutkan satu faktor yang sangat penting: perbuatan Anda. Jika tidak secara spesifik mengakui kesalahan yang telah Anda lakukan, ucapan di atas terdengar sama buruknya dengan menuduh mereka karena terlalu sensitif.

3. Mengolok-olok mereka saat meminta maaf.

“Oke, oke. Sori. Gue nggak nyangka elo se-sensi ini. “

“Ayolah. Saya ‘kan sudah minta maaf. Apakah semua orang kayak saya segitu rendahnya buat kamu? “

Ini juga sama buruknya dengan membiarkan orang menang argumen, tetapi Anda juga kekanak-kanakan dengan mengatakan: “Iya deh, gue terus yang salah dan elo selalu bener.” Mau tahu terdengar seperti apa saat Anda mengolok-olok sembari meminta maaf?

Penghinaan.

Bila melakukan ini, Anda tidak menganggapnya serius. Anda juga meremehkan perasaan mereka. Dengan kata lain, seolah-olah meminta maaf kepada mereka hanyalah lelucon. Jika itu pendapat Anda, maka jangan repot-repot. Anda hanya bersikap brengsek dan itulah yang disebut permintaan maaf ‘setengah niat’.

4. Mengatur-atur mereka.

“Sori, tapi elo nggak usah jahat gini juga dong, sama gue.”

Jika masih kecil, mungkin permohonan ini masih dapat diterima. Jika tidak lagi, inilah masalahnya: setelah mengganggu dan menyinggung mereka, Anda tidak bisa mengatur-atur mereka sesuai kemauan Anda. Memangnya siapa Anda, masih berani berharap/menuntut hak istimewa itu?

Anda tidak dapat mengontrol reaksi orang terhadap Anda, tetapi cara Anda harus memperlakukan mereka. Saat mereka marah, hadapi saja. Bagaimana jika mereka masih tidak akan memaafkan dan malah memberi lebih banyak kerepotan – bahkan setelah Anda meminta maaf? Maka itu masalah mereka, bukan And. Anda sudah melakukan semua yang Anda bisa.

5. Mencoba mencari-cari kesalahan mereka sebagai perbandingan.

Sori, tapi sebenernya elo juga sama aja kali, malah lebih parah. Jadi apa hak lo marah-marahin gue kayak gini? “

Kenyataannya, ada orang yang benar-benar bodoh dan egois. Mereka senang standar ganda dan hanya memikirkan diri sendiri. Saya tahu mereka bisa sangat menyakitkan. Kadang rasanya ingin menunjukkan ketololan mereka. Sulit rasanya untuk tidak menjadi seperti mereka.

Namun, Anda dapat mencoba yang terbaik. Daripada mencoba mencari-cari kesalahan mereka sebagai perbandigan, fokuslah dengan yang terjadi sekarang. Ini bukan soal mereka; ini soal Anda yang harus mengakui kesalahan Anda. Minta maaflah dengan bersungguh-sungguh.

Jika Anda masih ingin mengungkit-ungkit kesalahan mereka, lakukan di lain waktu. Kenali perbedaannya agar tidak mengaburkan penilaian Anda, karena Anda mungkin menggunakannya sebagai alasan untuk tidak harus meminta maaf kepada mereka sama sekali.

Istilah populernya? Playing victim.

Begitu banyak orang sering menggunakan lima (5) cara payah ini untuk meminta maaf. Kadang-kadang Anda memang tidak harus merasa bersalah (seperti ketika Anda membela hak-hak Anda yang dilanggar dan saat mereka meremehkan penilaian Anda.)

Namun, mari kita hadapi kenyataan bahwa Anda juga manusia dan mampu menjadi brengsek juga. Bila menurut mereka Anda begitu dan ada bukti valid untuk mendukung pendapat mereka, terima saja fakta yang tidak menyenangkan itu dengan dewasa. Tidak perlu mengarang alasan atau bahkan mencoba mengeksploitasi orang lain untuk mendukung Anda.

Bagaimana jika Anda tidak ingin meminta maaf? Maka jangan repot-repot. Percayalah apa pun yang Anda ingin tentang diri sendiri. Ingat, permintaan maaf yang tidak tulus sama buruknya dengan penghinaan. Orang tahu kok, bedanya.

R.