Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Masa Lalu, Enyah Kau!

Masa Lalu, Enyah Kau!

Mengapa masih tak tahu malu?

Kamu masih mengincarku

Alasanmu sepanjang kaki seribu

hanya agar aku mau

berserah di ranjangmu

 

Dengan lancang kau sebut aku munafik dan dungu

hanya karena setia pada pilihanku

tidak seperti kau

bermain-main dengan prinsip sesukamu

 

Masih banyak yang mau

buang-buang waktu

hanya untukmu

Aku lebih berharga dari itu

Jangan memaksaku

meski dengan sindiran remeh di mulutmu

 

Enyah kau

Masa lalu harusnya di belakangku

bukan mengejar dan terus mengganggu

 

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Surat untuk Hampa

Surat untuk Hampa

Ini saatnya dia menulis surat
kepada siapa, entah untuk apa.
Ada rasa yang gagal tersirat
menguap sia-sia di udara.

Surat itu mungkin akan dia kirimkan
terpampang di dunia maya
satu dari puluhan juta bacaan
mungkin takkan terbaca siapa-siapa.

Mungkin surat itu akan dia simpan
hingga lenyap termakan asa.
Setidaknya rasa itu aman
dari kejamnya cerca dunia.

Untuk apa dia menulis surat itu?
Bukankah akan sia-sia belaka?
Ada yang kerap menikam kalbunya.
Mengapa, bila dia hanya ingin bernapas lega?

Ah, biarkanlah dia menghibur diri
meski kerap terusik tanya tentang cinta sejati…

R.

(Jakarta, 13 Februari 2014) 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Selamat Malam, Ilusi

Selamat Malam, Ilusi

Selamat malam, ilusi.

Hanya saat ini

kubiarkan kau berkuasa di alam mimpi.

Hanya di sana ‘kan kuserahkan diri.

 

Esok pagi, kau harus pergi.

Pergi dan jangan pernah kembali lagi.

Aku lelah kau ganggu berulang-kali.

Di dunia nyata ini,

kau hanya racun yang perlahan membunuh hati.

 

Hidup sudah cukup berat

tanpa hadirmu yang kerap menggugat.

Saatnya menendangmu dari benak,

berhubung aku sudah terlalu muak!

R.

(Jakarta, 13 April 2014)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Aku, di Benakmu

Aku, di Benakmu

Jika benakmu alam raya,
mungkin matamu akan penuh tanya
melihat sosokku yang tidak biasa.

Aku bukanlah planet yang biasa kau huni.
Kau lihat aku berotasi
mengorbitkan diri ke sana kemari,
sesuka hati.

Entah apa aku pernah jadi matahari.
Tak ada yang mengakui,
meski kadang aku bisa menyilaukan setengah-mati.

Apakah aku bulan?
Mungkin juga aku salah satu bintang
atau malah langit malam nan kelam.

Selamat berperang dengan tanya di benakmu.
Kadang, memang tak semua perlu kau tahu!

R.

(Jakarta, 6 April 2014)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Sebuah Penantian

Sebuah Penantian

Satu negeri dicekam tegang

menanti sebuah jawaban

harap-harap cemas akan kepastian

bagai riuh bercampur lengang.

 

Mau dibawa kemana kita?

Akankah semua berbeda

ataukah sama saja?

Haruskah kita terus waspada?

 

Wahai, calon pemimpin masa depan negara,

siapa pun Anda,

mohon jangan semena-mena.

Kami sudah muak dengan luka lama.

 

Semoga Anda cukup bijak

untuk tidak asal teriak

atau suka-suka bertindak.

Salah-salah bangsa ini bisa mati sesak!

 

R.

 

 

(Jakarta, 10 Juli 2014)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Cerita Hari Ini?

Cerita Hari Ini?

“Ada yang ingin kau ceritakan hari ini?”

 

Entahlah.

Pertanyaan bagus.

Mungkin aku hanya lelah.

Memang, hidup tak selalu mulus.

 

“Mengapa?”

 

Terlalu lama aku bergelut dalam sunyi.

Untung belum sampai lupa suara sendiri.

Aku hanya ragu untuk memulai,

saat banyak yang menyuruhku berhati-hati.

 

“Oh, ya? Lalu ada cerita menarik apa hari ini?”

 

Tidak ada.

Sama nihilnya dengan ambisiku untuk menjadi tokoh utama…

 

R.

(Jakarta, 22 Mei 2014)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Setan di Dalam Jiwa

Setan di Dalam Jiwa

Aku bersyukur

Kau akhirnya kabur

bagai pengecut lari dari tanggung jawab

sesudah membuat perempuan berharap

 

Lalu kau makin berlagak

bak dewa dipuja-puja

demi cinta banyak kaum Hawa

sementara kau permainkan mereka

 

Aku masih bersabar

Bukan aku yang mengejar

Kau yang memulai

lalu hanya bisa berlari

mencari korban lain lagi

meninggalkan barisan sakit hati

 

Aku salah menilai

Kau bukan lelaki sejati

Hanya wujudmu yang manusia

namun dengan setan di dalam jiwa…

 

R.

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Puisi Bukan Solusi

Puisi Bukan Solusi

Puisi hanya pelarian,

saat banyak yang ingin kau ungkap,

meski tak banyak keberanian.

 

Puisi hanya pelarian,

saat kau terlalu takut dan lelah

kehilangan tenaga menghadapi kenyataan.

 

Puisi bukan solusi.

Lihat, masih ada yang belum tuntas.

Puisi hanyalah penawar ilusi.

 

Wahai, pujangga.

Mau sampai kapan kau terdiam?

Kapan kau akan mulai bersuara?

 

Ceritakan padanya

sekisah cinta yang nyata.

Memang, ada kemungkinan kau akan terluka.

Karena jawabnya

bisa jadi penentu karyamu berikutnya…

 

R.

 

 

(Jakarta, 30 Juli 2014)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Diamnya

Diamnya

Ada kecewa dalam diamnya.

Kau tahu apa?

Hanya bisa mengira-ngira

sesuatu yang belum tentu benar adanya.

 

Kapan terakhir kali kalian bicara?

Benar-benar bicara, bukan sekedar basa-basi belaka.

Rasanya sudah terlalu lama atau mungkin saat itu tak pernah ada.

Mengapa baru sekarang kau merasakan jurang pemisah yang kian menganga?

 

Dia masih saja kecewa dalam diamnya.

Yakin tidak ada apa-apa?

Kapan terakhir kali kau benar-benar jadi pendengar,

selain hanya terus menuntutnya agar senantiasa bersabar?

 

Siapkah kau saat dia tiba-tiba berhenti bicara,

karena terlalu lama kau bersikap bagai dinding tanpa telinga?

 

R.

(Jakarta, 12 Juli 2014)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Nyinyiran Khas Ngambekan

Nyinyiran Khas Ngambekan

“Kau selalu benar.

Aku selalu salah.”

Logikamu bubar

karena enggan kalah

meski bukti terhampar

Kalau perlu sebar-sebar kabar

Peduli setan dengan lelah

 

“Kau selalu main korban.

Aku terus yang jahat.”

Astaga, debatan khas anak kecil ngambekan.

Situ sehat?

Caramu kotor, memuakkan.

Gampang amat?

 

Memang,

berdebat terus tidak sehat

apalagi sama yang hobi ngambekan

Baik, anggap saja kamu yang menang

Kalau tidak, kasihan

Kamu gila pembenaran,

sementara aku hanya ingin tenang

 

Sudah, jangan merengek saja

Cukup kuladeni mereka yang lebih dewasa

Ternyata kita terlalu beda

Kau harus selalu lebih tinggi agar bahagia,

meski yang lain harus merendah

(pura-pura) rela mengalah

hanya agar kamu tidak marah

layaknya sosok bermental bocah

BAH!

 

R.