Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Biasa Tidak Selalu Benar

Biasa Tidak Selalu Benar

Aku lelah.

Lagi-lagi kita kembali ke jalur yang sama.

Kamu tak jua berubah,

belum dewasa juga.

 

Mau sampai kapan kita terus begini?

Terlalu sering kau sesuka hati,

menuntut perhatian sana-sini

sampai aku muak setengah mati.

 

Ah, sudahlah.

Tak ada yang akan berbeda.

Kali ini, jangan harap aku akan selalu sudi mengalah.

Harusnya usia menjadi saat berkaca, bukan sekedar angka.

 

Kau memang terlalu egois untuk mengerti

aku pun punya kehidupan sendiri!

 

R.

(Jakarta, 24 Agustus 2014)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Dia Menulis dalam Gelisah

Dia Menulis dalam Gelisah

Dia menulis untuk batinnya yang resah,
jiwanya yang lelah oleh gelisah,
bak pengembara berlalu tanpa arah,
terombang-ambing – serba salah.

Dia menulis untuk menenangkan benaknya
yang penuh oleh sumbangnya suara-suara,
nada kejam gelegar tawa.
Dalam mimpi pun, dia tak lolos dari mereka.

Entah berapa lembar sudah habis tertulis.
Hatinya masih ingin menangis.
Kesabarannya kian menipis,
seiring cobaan yang senantiasa mengiris.

Hanya Tuhan yang tahu
bagaimana mencabut sembilu itu…

R.

(Jakarta, 22/9/2013 – 11:36 pm)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Untuk Soledad

Untuk Soledad

Maaf, sayang.

Bagaimana bila saatnya menerima kenyataan?

Ketulusan tak selalu menang,

bila mereka tak anggap kau rupawan.

 

Maaf, sayang.

Tak ada gunanya bermuram-durja.

Ini saatnya kau tegakkan kepala,

menatap mereka tanpa perlu merasa kalah.

 

Ah, tahu apa mereka tentang sunyi?

Kau begitu dicintai oleh sepi

hingga hanya bayangmu yang kerap menepi.

Kau harus kuat, meski hanya sendiri.

 

Maaf, sayangku.

Terkadang cinta memang hanya ilusi berujung pilu…

 

R.

 

(Jakarta, 26 September 2013)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Dia

Dia

Hari itu, dia tampak bahagia.
Senyum lebar menghiasi wajahnya.
Dalam sekejap, dia tampak dewasa.
Hilang sudah sifat kanak-kanaknya yang biasa.

Ah, benarkah karena cinta?
Wajahnya seakan tak pernah tersentuh duka.
Lengan kokohnya memeluk belahan jiwa,
seiring doa agar mereka abadi – selamanya.

Beruntungnya dia yang masih percaya.
Lihat, dia masih tertawa.
Kuharap kebahagiaannya berlangsung lama,
tanpa harus terkoyak realita…

R.

(Jakarta, 16 Oktober 2013)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Ritme Hari

Ritme Hari

Kemana kita beranjak pagi ini?

Bersama atau sendiri,

mengais rezeki.

Menendang penghalang, maju dengan motivasi.

 

Kemana kita berlari siang ini?

Terus ke depan, di bawah terik mentari.

Jangan menyerah, meski cobaan di sana-sini.

 

Kemana kita berlalu sore ini?

Pulang, sebelum malam bertambah tinggi.

Berhenti, sebelum lelah terlalu menggerogoti.

 

Malam ini?

Biarkan diri lelap oleh sunyi.

Masih ada esok hari.

 

R.

 

 

(Jakarta, 23 November 2013)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Antara Aku, Kamu, dan Hantu Itu

Antara Aku, Kamu, dan Hantu Itu

Aku berusaha berlari
saat hantu itu mengejarku
jauh-jauh dari masa lalu.
Kau pun berlari
namun mengajak sang hantu
menjajari tiap langkahmu.

Ah, apa maumu?
Aku tak sudi bertemu
pilu yang seperti dulu.
Tak heran langkahmu melambat.
Hantu sialan itu membuatmu terhambat
hingga semuanya memberat.

Aku masih berlari
sementara kau tanpa lelah mengekori
di belakangku, masih bersama hantu itu.
Tahukah kamu?
Kau dan hantu lama-lama menyatu,
mendorongku untuk terus mengambil langkah seribu!

R.

(Jakarta, 28 November 2013)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

(Hanya) Satu Sisi…

(Hanya) Satu Sisi…

Kadang kita harus berhenti bicara

agar mampu menangkap semua

meski tak selalu mengerti segalanya.

 

Kadang kita harus sabar

saat mereka memilih enggan mendengar

bahkan (cenderung) menganggap kita kurang ajar.

 

Kadang memang lebih baik diam

tanpa perlu menyimpan dendam

meski ucapan mereka menusuk (terlalu?) dalam.

 

Memang, ada yang lebih mendengar suara sendiri

terjebak dalam ilusi abadi

hanya peduli pada satu sisi…

 

R.

 

(Jakarta, 1 Desember 2013 -1:14 pm)

 

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Untuk Sunyi

Untuk Sunyi

Kadang aku mencintai sunyi

ibarat berdiri di balik tembok yang melindungi.

Tak perlu ada yang tersakiti.

Hanya aku dan sunyi.

 

Kadang sunyi begitu kubenci

ibarat tanya yang menggelisahkan hati:

Kenapa begini?

Yang terdengar hanya suaraku sendiri.

 

Ah, sunyi…

Sepertinya kita sedang akur sekali.

Di balikmu, aku masih sembunyi

dari pedih yang menggerogoti

sejak dia pergi…

 

R.

 

(Jakarta, 15 Desember 2013)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Ah, Sudahlah

Ah, Sudahlah

Aku lelah…

Kamu selalu marah…

Kamu enggan mengalah…

Lagi-lagi (haruskah?) aku yang kalah…

 

Cukup sudah!

Mari kita sudahi saja

semua sandiwara.

Aku tak lagi bertenaga.

 

Kadang diam itu indah.

Tak perlu selalu menuruti ego semata.

Tak perlu (sampai) ada yang terluka.

Biarlah damai berjaya.

 

Saatnya berlalu.

Ikuti kata hatiku.

Hidup ini tak selalu tentangmu.

‘Sempurna’ memang konsep semu…

 

R.


(Jakarta, 8 Desember 2013)

 

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Kau Milikku

Kau Milikku (Cinta Sang Psikopat)

Benakku terusik sosokmu
bagai mimpi buruk tentang hantu.
Gara-gara kamu,
hatiku hilang.
Jiwaku tak lagi tenang.

Bedebah!
Mengapa kamu harus ada?
Mengapa kamu selalu menggoda?
Aku lelah jadi pihak yang kalah.
Kamu selalu lari dan membuatku resah.

Hahaha!
Mengapa sekarang kamu ketakutan?
Di depanmu aku rela berlutut,
menantimu mengalah dan menurut.
Bagiku, hanya itulah yang patut.

Kamu milikku!
Akan kupastikan itu…

R.

(Jakarta, 8 November 2013)