Categories
Uncategorized

Prasangka

Prasangka

Enggan benakku dipenuhi olehnya

saat kau menghilang tiba-tiba.

Dulu kau pernah berkata,

tak layak kau kusebut teman,

apalagi sahabat.

Lalu apa?

Kau pergi tanpa pesan,

ibarat plot cerita

novel murahan

atau film kacangan.

Haruskah aku berurai air mata?

Yang pasti,

aku masih enggan berprasangka.

Takut tiada tara,

meski hati bertanya-tanya,

teracuni teori mereka akan kau yang sebenarnya.

Bagaimana bila bagimu,

aku tak pernah berarti apa-apa?

Bagaimana bila kamu takut berterus terang

sehingga lebih memilih menghilang?

Jika demikian,

lebih baik kamu terbuka.

Lebih baik kabar buruk kuterima,

daripada ketidakpastian.

Tapi…ah, untuk apa berprasangka?

Tak ada gunanya.

Aku bisa gila.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Lelaki yang Ingin Jadi Primadona

Lelaki yang Ingin Jadi Primadona

Gambar: brilio.net

Malam itu kau datang mengganggu.

Tindak-tandukmu jauh dari lucu maupun lugu.

Aku geli dengan lagak-lagumu,

serasa hanya untukmu mata seluruh dunia tertuju.


Wahai, bocah cilik pencari perhatian.

Sadarkah bahwa kau begitu membosan

kanterutama dengan keluhanmu seputar mantan?

Kau pikir akan ada yang merasa kasihan?


Ah, sudahlah.

Kata mereka, kau memang begitu adanya,

berlagak dominan,

enggan mengalah

berharap dikagumi, d

ianggap istimewa.


Mungkin semua akan berbeda

andai kau lebih tahu tata-krama

tidak menghakimi orang lain seenaknya

lebih sering mendengar daripada banyak bicara.


Malam itu, aku ingin tertawa

melihat kau begitu kecewa

saat tiada yang memandangmu bak primadona.

Sepertinya kau memang bukan segalanya.


Kurasa kau akan sakit hati

saat membaca puisi ini.

Jujur, aku terlalu geli untuk peduli.

Mungkin lain kali kau akan lebih tahu diri!


R.

(Jakarta, 27 Februari 2015)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Untuk Jiwa-jiwa Kesepian

Untuk Jiwa-jiwa Kesepian

Hanya Se-peluk
Foto: https://unsplash.com/photos/nwWUBsW6ud4

Selamat datang, wahai kesepian.

Mari kita sambut bersama, kawan.

Kadang dia bukan lawan,

meski hadirnya kerap menyerang berupa peringatan.

Tak perlu selalu bermuram-durja.

Terimalah kesepian ini apa adanya.

Mungkin takkan berlangsung lama.

Anggap saja hanya bertandang sementara.

Cinta?

Ah, mungkin memang belum saatnya.

Sekarang baru kita bersama

mencari yang tercinta di luar sana.

Mungkin tahun depan akan berubah.

Sayang, jangan menyerah!

Kita belum benar-benar kalah,

karena jiwa-jiwa ini tidak pernah benar-benar sudi mengalah

dan Tuhan beserta mereka yang tak mudah puruk oleh lelah!


R.

(Jakarta, 23 Desember 2014)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Puisi Semalam Tentang Rindu

Puisi Semalam Tentang Rindu

Harusnya aku pujangga.
Saat melihatmu,
tak jua aku mulai berkata.
Cinta gagal terucap,
menguap entah kemana.

Aku tak pernah ingin memulainya.
Rindu itu telah ada
sejak kamu di depanku;
rindu yang sangat ingin kubunuh!

 Senyummu tak hanya membuka mata.
Hati ini mulai berontak terhadap realita.
Kau telah lama jadi miliknya.
Apa daya?

Rindu ini mulai meruang hampa.
Aku ingin rindu ini mati.
Saatnya membuang sosokmu dari benak ini.
Saatnya berpaling dan pergi.

R.
(Jakarta, 8 Januari 2014)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Mimpi Itu…

Mimpi Itu…

Lengkungan
Foto: Freepik.com

Lagi-lagi aku bermimpi.

Rasanya nyata sekali.

Aku melihatmu pergi

tanpa menoleh lagi.


Ada apa ini?

Mengapa lagi-lagi terasa pedih?

Di sana kita sudah sering bertemu.

Hanya di sana aku bisa mendengar suaramu.


Aku tahu maumu.

Siapkah aku?

Sial, bahkan aku enggan terbangun,

tak peduli tawa keji para hantu.


Tuhan, kuatkan aku.

Aku lelah dengan mimpi semu.

Semua terserah pada-Mu,

karena aku hanya bisa menunggu…

R.

(Jakarta, 22 Desember 2013)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Raib?

Raib?

Foto: Unsplash.com

Apakah kau tengah mencoba raib,

tak tampak, agar sembunyikan aib,

menjauhi yang semula karib?       

  

Lenyapmu begitu tiba-tiba

ibarat supernova di angkasa.

Sekejap, sebelum hampa,

tinggalkan lubang hitam besar menganga

di suatu tempat di alam raya.

Apakah ada yang memburumu,

hingga kau putuskan menghilang dulu?

Aku ingat kisah-kisah terakhirmu itu.

Tenang, semua masih terkunci di benakku.

Kini,

aku hanya bisa menunggu

kabarmu meski tak pasti,

berdoa dalam sunyi

menanti hari                  

kau akan kembali

untuk mengucapkan tiga kata itu:

“Aku cinta kamu”?

Salah, bukan itu.       

Itu tak lagi penting bagiku.

Lalu apa?       

Aku hanya butuh mendengar tiga kata ini darimu:

“Aku masih hidup.”

Bagiku, itu sudah cukup.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Akibat Asal Nyap-nyap

Akibat Asal Nyap-nyap

Cuap-cuap sekalap

Lolos jadi harap

Bisa jadi hukum cepat bertanggap

agar diri tersedak gelagap

Hap…lalu ditangkap!

Cuap-cuap sekalap

Yang penting bebas mangap

atau jari-jemari mengetik yang silap

Sayang, tak terima khalayak muntab

Ego melangit, makin nyap-nyap

Aih, sedaaap!

Yang pongah kini senyap

Yang bersikeras makin kalap

merasa bebas, namun hati gelap

yang penting berpendapat, namun tak siap

menerima akibat asal nyap-nyap.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Kendali

Kendali

Salah mata memandang

semut di seberang lautan.

Gajah di pelupuk mata

selalu abai dari perhatian.

Salah hati penuh dengki,

niat sebar benci

demi puas diri

tanpa sudi berefleksi.

Salah otak bebal

pengap akan racun yang tebal

siap muntahkan kesal

tanpa niat untuk batal.

Salah lidah bersilat

berucap penuh siasat

jatuhkan sesama di banyak alamat,

merasa diri bebas cacat.

Salah mulut menganga,

yang penting ribut bersuara.

Semakin keras, semakin luar biasa.

Peduli setan dengan luka mereka.

Mereka yang harus terima,

suka tak suka.

Salah jari-jemari menari

di papan ketik, sesuka hati,

bergunjing ke sana kemari

serasa diri paling suci.

Salah…salah…salah…

Harusnya diri yang paling awal dalam kendali.

Namun, menuding sesama lebih mudah

demi enggan kalah

tanpa rasa salah

meski sering lupa,

betapa cenderungnya mereka berlaku serupa

sambil pasang standar ganda…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Nikmati Jeda-mu

Nikmati Jeda-mu

Tentang Ultah, Hadiah, dan Kehadiran

Nikmati jeda-mu,

bangun pagi tanpa buru-buru

ke kantor tanpa sarapan dulu.

Bila ini kamu,          

jangan terkuasai sendu.

Selama kerja masih bisa dari rumah,

tak perlu resah.

Masih ada berkah.

Nikmati jeda-mu,

bila memang masih harus di rumah dulu.

Memang, sulit abai akan ketimpangan itu.

Namun, mumpung masih ada waktu,

tak perlu ragu.

Berkaryalah selalu,

meski dengan adanya batas tak menentu.

Semoga pandemi ini segera berlalu…

R.

(Jakarta, 7 Juni 2020 – 22:00)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Hanya Se-peluk

Hanya Se-peluk

#Swakarantina tak sebanding

dengan mereka yang masih bersama

namun tak mungkin sedekat itu

se-peluk, seperti dulu.

Ada baying-bayang rasa takut

virus yang cukup membuatmu kalut

hingga enggan merengkuh

yang tercinta di dekatmu,

meski jarak hanya se-peluk…

R.