Categories
#catatan-harian #CSW-Club #menulis

Perjalanan Terburukku dengan Kereta Api

Perjalanan Terburukku dengan Kereta Api

Foto: https://unsplash.com/photos/YQaNsGzQe48

Yang namanya serba mepet alias last minute itu benar-benar menyebalkan. Apalagi bila kebetulan kamu sudah lama tidak traveling dengan apa pun.

Singkat cerita, aku tidak merencanakan perjalanan ini dengan matang akhir pekan itu. Bagaimana tidak? Ini undangan kopdar (kopi darat) kru redaksi media online tempatku bekerja selama dua tahun terakhir. Setelah lama hanya menyapa di platform media sosial, akhirnya kita bertemu muka. Sebuah vila di pinggiran kota Jogja yang sunyi dan masih adem menjadi pilihan tempat untuk berkumpul.

Jadi, hitungannya bukan benar-benar liburan, meskipun diadakan selama akhir pekan. Lagipula, Senin siang aku sudah harus mengajar corporate training di salah satu perusahaan klien.

Singkat cerita, aku sempat agak kelabakan saat mempersiapkan perjalanan perdana naik kereta api seorang diri. (Serius.) Pekerjaanku sebagai pengajar kursus part-time sekaligus penulis dan penerjemah freelance membuatku harus siap berakrobat dengan jadwal. Bayangkan, setelah semua urusan yang harus kuselesaikan di Jakarta kelar, aku baru bisa membeli tiket kereta sehari sebelum saatnya berangkat. Untung masih dapat di kelas bisnis, demi kenyamanan. Aku tidak mau munafik dan sok mengirit. Perjalanan yang cukup panjang – memakan waktu sekitar enam jam – takkan terasa nyaman dengan kelas ekonomi.

Sabtu pagi, aku sudah menaiki kereta dari Stasiun Gambir. Aku duduk seorang diri. Tadinya sih, mau sok-sokan seperti karakter di buku-buku atau film-film favoritku. Ya, seperti karakter Michael yang diperankan oleh Liam Neeson di film “The Commuter”. Setiap naik kereta, selama mendapatkan tempat duduk, Michael selalu menyempatkan diri untuk membaca buku yang dibawanya.

Sayangnya, novel yang sedang kubawa hanya berakhir di dalam tas, karena ternyata aku pusing saat mencoba hal yang sama. Akhirnya, aku hanya duduk menatap ke luar jendela. Mau mencoba menulis atau menggambar juga sama saja. Aku bahkan malah tertidur…sehingga hampir melewatkan makan siang. Agak-agak tidak yakin apakah mereka tetap akan meninggalkan makanan di sampingku bila melihatku tertidur.

Untunglah, perjalanan naik kereta berakhir. Aku tiba di Stasiun Tugu menjelang sore. Tanpa pikir panjang karena sudah terburu waktu, aku mencegat taksi untuk mengantarkanku ke tujuan…

-//-

Singkat cerita, aku kehabisan tiket pulang. Alih-alih bisa segera pulang pada Minggu sore, aku baru mendapatkan tiket kereta api pada hari Senin…jam tiga pagi. Karena tidak mungkin berlama-lama di vila sewaan sesudah acara berakhir, aku memutuskan untuk wara-wiri dulu di Malioboro seorang diri. Sempat berhenti di satu restoran untuk makan sore, meskipun entah kenapa…tiba-tiba aku merasa mual.

Duuuh…jangan sakit, dong, tegurku pada diri sendiri. Semoga ini bukan gara-gara tengkleng gajah yang kumakan semalam sebelumnya – atau kurang tidur karena terlalu senang dengan rangkaian acara kumpul redaksi. Agak ngeri juga bila kolesterol mendadak lebih tinggi.

Langit sore semakin menggelap. Kusadari rencana untuk tetap melek hingga Senin dini hari sangat tidak realistis. Aku kelelahan. Sempat aku menyewa kamar losmen termurah untuk tidur selama beberapa jam. Pemiliknya tampak bingung, karena aku rela membayar penuh.

“Istirahat sebelum mengejar kereta jam tiga di Tugu,” kataku menjelaskan. Pemilik losmen hanya manggut-manggut. Untung beliau cepat tanggap, karena saat tengah malam aku checkout, beliau masih terjaga.

Tunggu sebentar. Kenapa tengah malam? Mendadak aku terbangun karena mual tak terperi. Aku sukses memuntahkan makananku di kamar mandi. Karena khawatir akan tertinggal kereta bila tertidur lagi, akhirnya aku menggosok gigi, mencuci muka, sebelum berkemas untuk pergi. Kuberikan kunci kamar pada pemilik losmen sambil mengucapkan terima kasih, sebelum keluar dan memutuskan untuk naik becak langsung ke Stasiun Tugu. Toh, jaraknya cukup dekat ini.

Penantian selama dua setengah jam di stasiun untuk kereta api-ku tak kalah menyiksa. Udara dingin, aku terlanjur masuk angin. Aku hanya duduk bersandar pada satu bangku sambil sibuk mengkonsumsi Tolak Angin yang kubeli di Alfamart terdekat.

Perjalanan pulang dengan kereta kali ini lebih menyiksa daripada sewaktu pergi. Aku seperti sudah tidak berselera melihat apa-apa lagi. Kali ini aku lebih banyak tidur, sampai melewatkan sarapan yang dibagikan. Sial. Masuk anginku semakin parah. Untung aku tidak kelewatan makan siang.

Mau tahu separah apa sakitku waktu itu? Seorang laki-laki tampan yang duduk di seberangku saja sudah tidak menarik minatku. Yang kuinginkan hanya pulang…dan tidur. Aku bahkan sudah meminta izin bosku untuk tidak mengajar hari itu.

Mau tahu yang lebih memalukan lagi? Berpasang-pasang mata menatapku prihatin saat aku sukses menghabiskan empat kantong plastik hitam yang tersedia…hanya untuk muntah lagi. Mungkin mereka berpikir begini:

“Kasihan, sudah perginya sendirian, sakit pula.”

Akhirnya, keretaku tiba di Stasiun Gambir pada sore hari. Untung isi tasku tidak berat, jadi aku masih bisa cepat-cepat keluar untuk mencari taksi. Ajaib aku masih bisa sadar dan berbicara normal pada supirnya, karena begitu tiba di kamar kosanku, aku langsung ambruk di tempat tidur…dan baru terbangun 12 jam kemudian dengan sakit kepala dan rasa mual yang lumayan mereda.

Hhh, ada-ada saja. Untung tidak sampai pingsan di kereta…

R.

(Dari Tantangan Menulis Mingguan Klub Menulis Couchsurfing Jakarta – 6 Agustus 2020. Topik: “Perjalanan Naik Kereta”)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Hanya Se-peluk

Hanya Se-peluk

#Swakarantina tak sebanding

dengan mereka yang masih bersama

namun tak mungkin sedekat itu

se-peluk, seperti dulu.

Ada baying-bayang rasa takut

virus yang cukup membuatmu kalut

hingga enggan merengkuh

yang tercinta di dekatmu,

meski jarak hanya se-peluk…

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

7 Cara Membunuh Bosan Selama #Swakarantina Ala Saya

7 Cara Membunuh Bosan Selama #Swakarantina Ala Saya

Bersyukurlah bagi yang masih punya pekerjaan. Mau itu yang masih harus ke kantor atau bisa dari rumah, yang penting masih ada kerjaan. Kasihan sama yang enggak soalnya.

Selain pekerjaan di rumah, yang masih lajang biasanya ngapain aja sih, buat membunuh rasa bosan selama masa pandemi Covid-19 ini? Kalau saya sih, bisa melakukan tujuh (7) hal ini. Ada yang ikutan?

Foto: Membaca
  • Membaca buku / koran / majalah / artikel digital.

Ada untungnya bila sudah punya hobi membaca dari dulu. Mau itu artikel berita, fiksi, komik, cerpen, novel, kisah motivasi, dan lain-lain…baca saja terus. Pokoknya, nggak bakalan habis-habis, deh.

Intinya, saya bisa lebih sabar bila di tangan ada buku – atau apa pun yang bisa dibaca.

Foto: Menulis
  • Menulis.

Ingin bisa menulis, pastinya harus punya hobi membaca dulu. Semua penulis tetap butuh ragam referensi bacaan untuk mendukung kualitas tulisan mereka.

Dari kecil, untungnya saya sudah sangat suka menulis. Apa saja sudah saya coba tulis, mulai dari catatan harian, puisi, cerpen, artikel pendek, hingga novel. Fiksi dan nonfiksi juga saya jajal.

Awalnya sih, hanya untuk senang-senang. Hingga kemudian menjadi karir impian, setidaknya secara bertahap…

Foto: Menonton
  • Menonton TV / film.

Sebenarnya, sewaktu kecil hingga remaja, ini juga hobi saya. Sebelum sinetron basi dan norak mulai menjamur, banyak acara TV favorit. Bahkan, andai saja dulu bisa, saya akan memilih tidak sekolah hanya demi menonton serial TV favorit saya.

Pastinya nggak mungkin juga, hehe. Untung saya akhirnya tidak sampai seperti itu…

Meskipun sekarang sudah banyak yang memilih berlangganan Netflix, saya masih tetap setia dengan TV kabel yang biasa. Belum terlalu butuh juga, sih.

Lagipula, saya juga lebih memilih menulis dan membaca buku…

Foto: Mendengarkan Radio
  • Mendengarkan radio.

Ini lagi hobi saya yang dulu sering saya lakukan. Kalau ada kuis atau talkshow dengan topic menarik, kadang saya juga suka ikutan. Pernah sih, menang kuis. Request lagu pernah diputar dan opini pernah dibacakan. Pernah juga beberapa kali on-air sebagai penelepon.

Hmm, sepertinya saya sudah kembali melakukan beberapa hal di atas. Sayangnya, belum sempat menang kuis apa pun juga, sih. Hihihihi…

Foto: Mendengarkan Musik
  • Mendengarkan musik.

Sebenarnya, ini juga nyaris sama dengan mendengarkan radio, sih. Bedanya, saya bisa memilih music dari mana saja. Yang paling sering tentu saja dari YouTube.

Tentu saja, secara otomatis, kegiatan ini nyambung dengan kegiatan berikutnya:

Foto: Menyanyi
  • Menyanyi.

Bukan bermaksud menyombong, suara saya cukup aman untuk bernyanyi, hehe. Setidaknya nggak akan sampai bikin kuping siapa pun berdarah, hehehe… (Ih, lebay.)

Lagi nggak bisa karaoke karena banyak tempat tutup selama pandemi? Kata siapa? Di YouTube banyak karaoke gratisan. Tinggal cari video yang hanya berisi lirik, diiringi lagu. Terus tinggal nyanyi, deh.

Kalau cukup pede, tinggal rekam suara sendiri, terus posting aja, deh. Bisa pakai Soundcloud, Spotify, atau YouTube. Tinggal pilih.

Pengen duet sama orang lain, tapi nggak ada yang bisa diajak nyanyi bareng di rumah? Tinggal andalkan karaoke app semacam Smule. Hitung-hitung uji nyali latihan nyanyi sama siapa pun. Kalau bisa sampai dapat teman-teman baru di situ namanya bonus.

Foto: Menggambar
  • Menggambar.

Sewaktu kecil, saya pernah sangat suka menggambar. Sebelum mulai suka menulis dan membuat cerita, saya memilih untuk ikut menggambar bersama adik lelaki saya.

Lalu, hobi itu sempat terlupakan. Saya lebih suka menulis, meskipun saat kuliah pernah didapuk sebagai pembuat storyboard untuk tugas kelompok. Habis gimana, ya? Dalam satu tim, kebetulan memang hanya saya yang cukup bisa gambar. Hehe.

Sekarang saya menggambar hanya buat iseng-iseng mengisi waktu. Daripada stres terus hanya bisa menggerutu…

Lalu, gimana dengan Anda?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Riuh

Riuh

Ada ramai di balik jendela,

separuh sunyi menganga

separuh sisa terisi mereka,

kembali ke dunia nyata

dalam bayang-bayang Corona.

Ada riuh di balik pintu,

menahan setiap langkahku.

Apa rasanya juga begitu,

terutama untukmu?

Apakah kita kian tenggelam dalam ragu?

Ada ribut di balik tembok,

realita yang kian menohok.

Bertubi-tubi kita dibuat shock

hingga tak sadar kian terpojok.

Ramah…riuh…ribut…

bahkan di dunia maya,

sebarkan takut,

hingga kebohongan yang nyata.

Ke mana harus berlari

atau mungkin sembunyi,

bila dunia sudah sekacau ini?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #tips

Tanpa Ngomong Langsung, Ini 5 Tanda Kemungkinan Seseorang Lagi Patah Hati

Tanpa Ngomong Langsung, Ini 5 Tanda Kemungkinan Seseorang Lagi Patah Hati

Jatuh cinta, terus patah hati. Cerita yang sama, banyak yang mengalami. Termasuk Anda, mungkin? Gak perlu merasa bersalah, malu, hingga takut dibilang ‘bucin’ (budak cinta). Percayalah, Anda bukan satu-satunya. Mereka yang sok tegar di depan umum sebenarnya diam-diam pernah mengalami hal serupa, cuma gengsi mengakuinya.

Kalau sampai ada yang menyebut Anda bucin, anggap saja mereka lagi butuh pengakuan bahwa mereka lebih jagoan daripada Anda atau siapa pun, makanya sengaja cari perbandingan. Yang kayak begitu sebenarnya jauh lebih menyedihkan. Toh, kalau memang yakin diri mereka kuat, ngapain butuh cerita ke mana-mana? Ya, nggak?

Setiap manusia berbeda-beda. Mungkin ada yang suka curhat seketika begitu mengalami patah hati. Ada yang memilih untuk diam saja, nggak mau membahasnya sama sekali. Nggak apa-apa. Tergantung kenyamanan individu masing-masing aja.

Terus, gimana dengan mereka yang ogah curhat, tapi sebenarnya lagi galau banget? Ya, jangan dipaksa cerita. Biarlah mereka memproses duka mereka secara mandiri. Gak selalu juga karena mereka mau terlihat (sok) tangguh.

Bisa jadi mereka hanya butuh waktu. Kalau pun mau cerita, biasanya karena mereka percaya dengan Anda. Ini juga bukan hanya soal Anda dipercaya bisa jaga rahasia. Bisa jadi, mereka percaya Anda takkan mudah menghakimi, seperti menyebut mereka bucin dan hinaan lainnya – meskipun dengan maksud bercanda. (Kalau Anda sampai begitu, jangan harap lain kali mereka masih akan mau bercerita apa-apa.)

Terus, bagaimana agar kita bisa lebih peka sama mereka yang sebenarnya bukan tipe tukang curhat, tapi diam-diam lagi patah hati? Coba perhatikan lima (5) tanda ini pada mereka:

  • Mendadak ganti status hubungan atau menghapus foto-foto dengan pasangan di media sosial.

Di era digital, tanda ini yang paling kelihatan. Apalagi bila orangnya termasuk ekspresif di media sosial. Foto-foto mesra dengan pasangan dipajang. Caption berisi kata-kata manis tentang dan untuk si dia bertebaran.

Lalu, mendadak semuanya berubah. Yang tadinya bangga pasang status ‘in a relationship’, sekarang balik lagi ke ‘single’. Yang nggak mau langsung mengakui biasanya suka sok-sok ganti status ke ‘it’s complicated’.Hiyaaah…masih jaman?

Ada juga yang langsung menyembunyikan status mereka sekalian. Biarkan saja orang bertanya-tanya.

  • Drastis mengganti penampilan.

Contohnya bisa macam-macam. Bila biasanya hobi pakai outfit warna-warni cerah, terus tahu-tahu lebih sering pakai warna gelap. Tapi, bisa juga sebaliknya, sih.

Bisa jadi yang tadinya suka baju warna netral berusaha menutupi kesedihan mereka dengan tampil lebih ceria. Tapi, ini juga belum tentu 100% akurat, karena lagi-lagi tergantung kepribadian orangnya.

Begitu pula dengan gaya rambut. Nah, ini ada yang menarik, nih. Banyak yang berasumsi bahwa perempuan yang sedang patah hati pasti akan potong rambut. Terus gimana dengan lelaki yang sedang patah hati? Cukur habis hingga botak atau malah tambah gondrong, dengan asumsi umum bahwa mereka jadi kurang merawat diri – karena merasa nggak ada lagi seseorang spesial yang memperhatikan mereka?

Memang ada yang gitu, tapi nggak semua, sih. (Hayo, jangan kebiasaan main menggeneralisir!) Malah ada yang memilih mengecat rambut mereka dengan warna-warni cerah demi menghibur diri.

Yang benar yang mana? Ya, lagi-lagi tergantung orangnya. Banyak kok, yang ganti penampilan hanya karena lagi bosan. Bila waktunya kebetulan pas dengan mereka baru putus, ya sudah. Belum tentu ada hubungannya juga.

  • Cenderung memilih lagu-lagu balada atau metal.

Baik penikmat musik saja atau penyanyi sekalian, ini tanda kemungkinan patah hati yang cukup jelas. Bila tadinya sering mendengarkan maupun menyanyikan lagu-lagu ceria, begitu patah hati langsung pindah ke balada.

Gak cuma itu. Mereka bisa tahan memutar lagu balada yang sama berulang-ulang. Kesannya kayak diam-diam mau bikin pengumuman terselubung:

“Lagi patah hati, nih!”          

Duileee…segitunya…

Untung sekarang sudah zaman digital. Tinggal cari lagu-lagu yang diinginkan dan replay terus dari YouTube, Podcast, atau sejenisnya.

Pelawak Berlelucon Kasar
Foto: unsplash
  • Senyum dan sorot mata suka nggak sinkron.

Ini tambahan bagi yang jeli mengamati ekspresi mikro orang lain. Perhatian amat? Lha, emang iya.

Jangan salah. Orang yang diam-diam sedang galau karena patah hati masih ada yang bisa tersenyum ceria, lho. Bahkan mereka masih bisa menolong dan menghibur sesame, meskipun masalah mereka juga belum tentu berat-berat amat. Menurut ukuran siapa? Ah, bisa beda-beda itu.

Mereka beneran kuat atau sok tegar? Tergantung. Mungkin mereka sedang memproses perasaan sendiri, tanpa harus cerita sana-sini. Mungkin juga mereka sudah terbiasa memendam banyak hal.

Bisa jadi mereka sedang sangat sibuk, sehingga merasa belum sempat memproses rasa sedih mereka sendiri.

Bila termasuk sosok ekspresif, orang ini biasanya akan tampak janggal saat tersenyum. Senyumnya jadi tampak kaku, sementara sorot matanya tampak sedih. Hanya aktor profesional yang bisa pura-pura begini.

Foto: https://www.freepik.com/free-photo/tensed-man-covering-ears-with-hands-with-his-eyes-closed_4167208.htm#page=1&query=ignorance&position=1
  • Bisa jadi lebih pendiam daripada biasanya atau malas membahas si penyebab ‘patah hati’.

Perubahan ini juga cukup mencolok. Yang tadinya ceria dan rada bawel bisa mendadak pendiam. Beda dengan kalem, ya. Yang sudah pendiam? Hmm, bisa jadi malah makin membisu 1000 bahasa.

Walaupun bukan model pendiam, belum tentu juga orang ini (otomatis) mau (langsung) cerita. Yang pasti, mereka langsung malas begitu mulai ditanya-tanya soal ‘si penyebab patah hati’.

Nggak berarti langsung marah juga, sih. Paling pas ditanya, jawabannya hanya seputar “Malas ngebahas” atau berusaha mengganti topik dengan segala cara.

Jangan sekali-sekali memaksa mereka bercerita, kalau nggak mau mereka sampai murka. Tunggulah sampai mereka mau terbuka. Bila mau, berarti Anda termasuk sosok yang bisa mereka percaya.

Nah, inilah lima (5) tanda kemungkinan seseorang lagi patah hati, meskipun tanpa ngomong. Nggak perlu kepo-kepo amat, cukup biarkan mereka punya privasi. Tungguin aja sampai mereka mau cerita sendiri.

Kalau nggak mau? Ya, jangan dipaksa. Tapi kita masih bisa kok, berusaha lebih peka dan menjaga perasaan mereka. Ya, minimal nggak nyebut-nyebut si penyebab mereka patah hati (apalagi bila kita sudah tahu mereka putus.)

Kita bisa mencoba menghibur mereka dengan cara lain. Misalnya: ajak nonton film komedi, ngopi-ngopi cantik, hingga traveling bareng ke tempat-tempat seru. Tanyakan juga kesukaan mereka. Apa aja deh, yang penting sama-sama happy.

Semoga habis itu mereka tidak terlalu sedih lagi.

Nah, gimana cara Anda menghibur teman yang lagi patah hati, tapi kebetulan bukan tukang curhat sana-sini?

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Tidak Semua

Tidak Semua

Terlalu sering kau beralasan serupa:

“Tidak semua…tidak semua…tidak semua…”

Maaf, argumen itu sudah kehilangan makna.

Apa artinya,

bila kekejian serupa terulang jua?

Kau anggap biasa,

bahkan bagian dari canda,

berhubung bukan kau korbannya.

Kau selalu baik-baik saja.

Tak perlu setiap saat ketakutan atau menderita.

Mana paham kau akan luka dan stigma?

“Tidak semua…tidak semua…tidak semua…”

Ya, ya, ya.

Hanya itu yang kau bisa,

membantah setiap tuduhan,

bahkan dengan bukti di tangan,

seakan kau merasa ikut dipersalahkan,

meski kau merasa bukan pelakunya.

Apa sulitnya menerima fakta?

Ya, memang tidak semua,

namun terbukti banyak yang kejam

terhadap perempuan, anak, binatang,

sesama lelaki…sebut saja.

Tak perlu berkilah dengan dua kata yang sama,

lagi-lagi yang itu-itu saja…

…namun lebih sering pura-pura buta,

memilih menutup mata,

alih-alih menegur dan melawan sesama,

mencegah, hentikan kekejaman yang ada.

Apalagi, bagimu korban bukan siapa-siapa.

Menurutmu, kau tak perlu turut serta menjadi pembela.

Tidak semua?

Percuma dikata, bila tak pernah berbuat apa-apa,

bahkan korban ikut kau cela…

R.

Categories
#catatan-harian #CSW-Club #fiksimini #menulis

Bukan Kulkasku

Gambar: Kulkas siapa?

Aku tak punya kulkas.

Sejak pindah rumah untuk ngekos sendirian enam tahun lalu, aku tak pernah punya kulkas sendiri. Kulkas di kosan ada sih, meskipun kulkas bersama. Nama kerennya, kulkas komunal. Sama dengan dapur yang mau nggak mau harus berbagi. Ya, gantian masaknya dan kadang harus menahan murka saat ada yang lupa – atau memutuskan – untuk nggak cuci piring sehabis makan.

Selama enam tahun terakhir, aku sudah dua kali pindah kosan. Keduanya sama-sama punya satu dapur dan satu kulkas. Ada juga PRT yang dipekerjakan khusus cuci-gosok pakaian. (Untuk mencegah salah paham dan tuduhan, kamar penghuni tetap wajib dibersihkan oleh masing-masing penyewa. Kalo mau pakai jasa PRT, ya harus bayar ekstra.)

Oke, balik lagi ke soal kulkas.                   

Jujur, sebenarnya aku kurang merasa nyaman harus berbagi kulkas dengan orang asing. Di rumah keluargaku, sebenarnya aku sudah terbiasa berbagi kulkas dengan banyak orang. Di sini, aku harus siap menghadapi berbagai kemungkinan seperti ini:

  • Nggak kebagian tempat, gara-gara ada anak kos lain yang memonopoli isi kulkas. Mending isinya bakal mereka habiskan semua tiap bulan. Ini malah suka mereka biarkan mengendap sampai busuk. Hiii…
  • Kecurian bahan makanan yang sudah kamu beli dengan uangmu sendiri. Entah ada yang salah ambil, emang niat mengutil, pokoknya yang mungkin merasa bahwa “kulkas komunal berarti isinya milik bersama”. Padahal bungkus makanannya sudah dikasih nama. Yaaa…nggak gitu juga kali, Bambaaang!
  • Tergoda untuk mengutil makanan orang di kulkas di akhir bulan. Nah, ini bisa aja terjadi, terutama bila kebetulan kamu sudah keburu jatuh miskin di akhir bulan. Menunggu gaji cukup menyiksa, meskipun tidak seperti menunggu Rangga…eh, purnama…

Nah, aku termasuk yang mana, ya?

Kebetulan, aku termasuk yang paling jarang memakai kulkas. Bukan apa-apa, awal ngekos aku lebih banyak di luar rumah. Paling aku hanya sempat sarapan dan makan malam. Itu pun, makan malamnya juga nggak selalu di kosan, apalagi saat lembur di kantor.

Lalu, berbagai cobaan sempat mengubah alur hidupku selama jadi anak kos di Jakarta. Mulai dari kehilangan pekerjaan, terkena pemotongan gaji, hingga pernah menunggak utang hingga nyaris diusir dari kosan. Entah kenapa, alih-alih pulang kembali ke rumah Ibu, aku memilih bertahan.

Tahun 2020 ini, pandemi virus Corona kembali memaksaku untuk tidak banyak keluar rumah. Pastinya, aku lebih banyak meluangkan waktu di kosan berkat kebijakan WFH (work from home) dari kantor. Hmm, tapi sepertinya aku tetap sulit menggunakan kulkas bersama. Bukan aku satu-satunya penghuni kos yang terpaksa bekerja dari rumah.

Isi kulkas di kosanku ini masih tetap sama: penuh selalu. Ada berkantong-kantong daging beku nugget di deretan teratas, telur, mentega, margarin, bumbu-bumbu, sayuran, daging, buah-buahan, minuman botol, minuman kaleng, sama entah apa lagi. Aku selalu telat kebagian tempat di dalamnya. Mau tak mau, solusiku dari dulu hingga kini tetap sama:

  • Makan di warung sebelah. Lumayan, nggak perlu cuci piring.
  • Menerima makanan kering buatan Ibu, seperti abon dan teri kacang.
  • Menyisipkan sebagian kecil simpananku, seperti yogurt dan telur. Kadang juga ada cokelat batangan favoritku.

Setelah itu? Harapanku tetap sama: semoga nggak ada yang memutuskan untuk mengambil makananku dan semoga aku nggak tergoda mengambil yang bukan hakku saat sedang sulit.

Sekian.

R.

(Dari Tantangan Menulis Mingguan Online Klub Menulis Couchsurfing Jakarta, 16 Juli 2020. Tema: “Apa isi kulkasmu?”)

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Bukan (Selalu) Dendam

Foto: https://unsplash.com/photos/YpFtdLBNIvo

Bukan (Selalu) Dendam

Setiap salah jangan dianggap lumrah.

Bukan wajar, hingga korban diminta sabar.

Lelah diharap mengalah,

sementara yang salah makin kurang ajar.

Terlalu dangkal kau menyebutnya dendam.

Tidak bila sudah terlalu banyak.

Lama-lama korban pasti muak.

Jangan beri peluang.

Pelecehan tak boleh dibiarkan.

Jangan curang,

masih merasa berhak atas kebaikan,

sesudah korban terus kau hina-hina

sedemikian rupa.

Silakan.

Sebut ini dendam,

tapi mereka berhak atas keadilan,

sementara macam kau melenggang pongah,

lebih menjijikan daripada muntah!

R.

Categories
#catatan-harian #lomba #menulis

ASUS VivoBook S14 S433

Windows 10 Hello

ASUS VivoBook S14 S433 Untuk yang Ekspresif dan Berani Jadi Diri Sendiri

Di usia 38 ini, saya bersyukur sudah cukup merasa nyaman jadi diri sendiri. (Ya, sebagai perempuan, saya tidak takut memberitahu usia saya.) Sebagai seorang penulis dan penerjemah lepas – serta pengajar kursus Bahasa Inggris paruh waktu, saya menikmati hidup saya.

Sejak masa pandemic Covid-19, saya semakin menyadari pentingnya laptop untuk pekerjaan sehari-hari. Nah, sebagai pekerja digital dengan spirit “Dare To Be You”, pastinya senang dong, kalau saya punya laptop yang juga mengusung semangat yang sama.

Salah satu laptop yang cocok buat spirit saya ini ya, ASUS VivoBook S14 S433. Meskipun sempat ketinggalan peluncuran resmi produk ini pas tanggal 8 Mei 2020 kemarin di Facebook secara live oleh ASUS Indonesia, saya tetap penasaran dan memutuskan buat mengecek lebih lanjut.

Meskipun bukan termasuk Gen-Z, saya rasa saya masih berhak untuk bebas berekspresi. Nggak sok jaim gitu, hehe. Apalagi, melihat empat (4) pilihan warna ASUS VivoBook S14 S433 yang keren, trendi, dan stylish saja sudah bikin saya makin tertarik. Ada Indie Black, Gaia Green, Dreamy Silver, dan Resolute Red.

Desain dan Spesifikasi ASUS VivoBook S14 S433

Jadi, seperti apa sih, desain dan spesifikasi laptop ASUS VivoBook S14 S433?

Tampilan luarnya berbalut form factor Clamshell dan bermaterial aluminum alloy. Materialnya berdimensi 32.4 x 21.3 x 1.59 cm. Bobotnya adalah 1,41 kg. Bobot charger laptop ini adalah sekitar 200 gram. Makanya, laptop ini sangat ringan dan mudah dibawa ke mana-mana. Tas laptopnya juga kuat, jadi tidak akan mudah jebol.

Tidak hanya itu, lho. Laptop ini punya tombol Enter beraksen warna kuning. Jadi, kita tidak perlu lagi pusing mencari-cari di antara deretan tombol lainnya, karena sudah langsung kelihatan beda sendiri. Aksen warna kuning ini diberi nama ‘Yellow Gen-Z’. Keren, ya?

Keyboard-nya sendiri juga resisten terhadap percikan air. Jadi, nggak perlu panik saat keyboard kecipratan minuman favoritmu yang nyaris tumpah di atas meja. (Tapi ya, jangan sengaja juga mengguyurnya sekalian!)

Layar laptop ini 14 inci, sehingga gambarnya cukup besar dan jelas untuk dilihat. Prosesor 10th Gen Intel Core juga hemat daya, sehingga baterainya tidak cepat habis. Bahkan, baterainya bisa bertahan hingga 11 jam 45 menit. Bila sambil mengakses Google Chrome, produk ASUS ini bisa bertahan hingga sembilan jam 40 menit.

Selain itu, laptop ASUS VivoBook S14 S433 juga mempunyai beberapa fitur canggih yang bisa mempermudah kinerja penggunanya setiap hari, seperti:

  1. Sensor fingerprint.

Salah satu masalah menyebalkan yang dialami pengguna laptop adalah kata kunci login yang suka terlupakan hingga harus diganti secara berkala bila terlanjur di-hack. Nah, dengan adanya sensor fingerprint, masalah di atas bisa dihindari, lho. Kok bisa?

Laptop ini punya fitur Windows Hello. Login jadi lebih mudah, karena ada sensor sidik jari ini. Bahkan, penggunanya bisa memasang foto login dengan Windows Hello.

  • Teknologi fast charging.

Seberapa cepatkah baterai laptop ASUS VivoBook S14 S433 dapat terisi kembali? Hanya dalam waktu 40 menit, baterai sudah bisa terisi 50%. Wuiiih, berarti kira-kira hanya butuh satu jam 20 menit untuk mengisi penuh baterai laptop ini.

Jadi, tidak ada lagi acara menunggu lama sebelum bisa menggunakan laptopnya kembali. Pekerjaan masih banyak. Selain itu, memakai laptop dengan baterai terkoneksi ke kontak listrik juga bukan kebiasaan hemat energi.

  • Backlit keyboard.

Pernah harus bekerja di bawah penerangan temaram? Duh, semoga nggak keseringan, ya. Soalnya tidak bagus juga buat kesehatan mata. Fitur backlit keyboard ini bukan buat gaya-gayaan saja, lho. Tiap tombol keyboard jadi terlihat lebih jelas dengan adanya fitur ini, meskipun latarnya gelap.

Andai saya punya laptop ASUS VivoBook S14 S433, maunya sih, yang berwarna Resolute Red yang sesuai dengan nama saya, Ruby. Selain itu, pekerjaan saya sebagai penulis dan penerjemah lepas serta pengajar kelas online pasti juga akan lebih lancar.

ASUS VivoBook S14 S433 yang terbaik untuk Generasi Z yang ekspresif dan berani jadi diri sendiri.

R.

Categories
#catatan-harian #menulis #puisi

Diam!

“………. -”

Apa?

“……………….. –”

Apa katamu?

“………………………… —”

Kamu tak bersuara.

“…………………………………. —-”

Apa yang hendak kamu bicarakan?

“………………………………………….. —–”

Kamu ngambek, ya?

“……….-“

Ah, kamu tak jelas maunya—

KAU YANG TAK PUNYA TELINGA!

KAU YANG BANYAK BICARA!

KAU LEBIH DENGARKAN MEREKA!

AKU SUDAH BERUSAHA,

TAPI KAU TERMAKAN FITNAH MEREKA!

BAH!!

KAU ANGGAP AKU CARI PERHATIAN,

MAHLUK BAPERAN!

PEDULI SETAN!!

SEKARANG DIAM!!!

DIAAAM!!!!

………………..

…..Diam (ssst…..)

Diam…..dan dengarkan.

Sekarang giliranku bicara.

R.